Bidik Keterlibatan Johnny G Plate Korupsi BTS Kominfo, Kejagung: Kemenkominfo Kita Sikat!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 April 2023 23:12 WIB
Jakarta, MI - Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menkominfo Johnny G Plate makin terusik dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) 2020 sampai dengan 2022. Johnny G Plate makin terusik pasca diperiksa sebanyak dua kali oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Pemeriksaan dilakukan pada 14 Februari 2023 dan pemeriksaan kedua dilakukan Rabu, 15 Maret 2023 lalu. Saat itu Johnny G Plate diperiksa sebagai saksi. Usai memeriksa Johnny G Plate, Kejagung pun akan segera melakukan gelar perkara untuk menentukan status hukum Menkominfo. Namun sebelum gelar perkara, penyidik Jampidsus Kejagung kabarnya tengah menelusuri dugaan keterlibatan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem itu dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 1 triliun itu. "Semua kita telusuri, semua yang terkait," kata Kasubdit Penyidikan Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabow, Minggu (16/4). Termasuk diantara yang didalami yaitu dana operasional yang diduga disetor kepada Menkominfo Johnny G Plate terkait pengadaan tower BTS di berbagai penjuru Indonesia. "Semua yang menurut kita ada faktanya akan kita dalami satu per satu," tandasnya. Buka Peluang Tetapkan Tersangka Baru Kejagung menegaskan tidak ada halangan untuk menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tower BTS pada BAKTI Kominfo. Termasuk dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kejagung siap menyeret jika ada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus korupsi proyek BTS Kominfo yang nilainya sekitar Rp 11 triliun itu. “Tidak menutup kemungkinan kalau ada buktinya, Kemenkominfo kita sikat. Enggak ada halangan,” ujarnya. Namun tim penyidik belum bisa memastikan apakah Johnny G Plate terlibat dalam peristiwa korupsi pengadaan tower BTS ini. “Kita belum bisa jawab. Masih banyak yang harus dikonfirmasi,” katanya. Terima Rp 500 Juta Perbulan Nama Johnny G Plate sebelumnya dikabarkan turut menerima setoran Rp 500 juta per bulan terkait dugaan korupsi penyediaan Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022. Dugaan setoran kepada Menkominfo Johnny G Plate ini termaktub dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif yang telah menjadi tersangka. Dalam BAP yang tersebar, Anang memberikan keterangan bahwa dirinya bertemu Johnny G Plate sekira Januari hingga Februari 2021 di Ruang Menteri Kantor Kominfo. Namun demikian, Kejaksaan Agung RI enggan menanggapi adanya dugaan setoran uang senilai Rp 500 juta per bulan yang diterima Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dari tersangka kasus korupsi penyediaan Base Transceiver Station (BTS) 4G, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama BAKTI Kominfo. Haryoko mengatakan, seluruh bukti terkait perkara ini nantinya akan diungkap dalam persidangan "Nanti semuanya akan kita sampaikan saat di persidangan. Tunggu saja," kata Prabowo kepada wartawan, Selasa (4/4/2023). Menurutnya, penyidik rencananya akan melimpahkan berkas perkara kelima tersangka dalam kasus ke jaksa penuntut umum atau JPU pada bulan ini. "Kasus ini kita targetkan bulan ini untuk lima tersangka bisa kita limpahkan ke penuntutan,” katanya. Diketahui, Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Tahun 2020 sampai dengan 2022 itu. Lima tersangka itu adalah Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Mukti Ali (MA) selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kominfo, Galumbang Menak S (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, dan Yohan Suryato (YS) selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Tahun 2020. Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.