Denny Indrayana Sebut Penegakan Hukum Masih Jadi Barang Dagangan

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 27 Juni 2023 15:05 WIB
Jakarta, MI - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana angkat suara mengenai pernyataan Komjen Agus Andrianto mengenai status hukum laporan pembocoran informasi putusan di Mahkamah Konstitusi (MK) naik ke tahap penyidikan. Denny menyatakan meski belum ada tersangka dalam kasus itu, menaikkan proses ke penyidikan menunjukkan Bareskrim berpendapat sudah ada tindak pidananya. “Bagi kami, tidak sulit menganalisis, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam konstruksi pemidanaan yang demikian,” ujar Denny, Selasa (27/6). Seharusnya, lanjut dia, proses hukum ialah jalan menghadirkan ketertiban dan keadilan di tengah masyarakat. Namun, itu baru bisa terjadi jika penegakan hukum dilakukan dengan profesional, bermoral, dan berintegritas. “Pertanyaannya, apakah penegakan hukum kita sudah memenuhi syarat-syarat ideal tersebut? Apakah praktik mafia hukum, yang menjadikan hukum sebagai komoditas barang dagangan, di mana suap kepada oknum penegak hukum adalah praktik lazim, sudah berhasil dihilangkan? Apakah penegakan hukum kita sudah benar-benar bebas dari intervensi kekuatan kekuasaan, selain godaan sogokan uang?," tanyanya. "Maaf saya jawab dengan bahasa terang: sayangnya, penegakan hukum kita tidak jarang masih menjadi barang dagangan, jauh dari keadilan. Tanyakanlah kepada kami rakyat kecil, yang banyak menjadi korban mafia hukum, mafia tanah, mafia tambang, mafia narkoba, dan segala bentuk mafia lainnya,” sambungnya. Di sisi lain, menurut Denny menyampaikan upaya yang dilakukannya bertujuan sebagai peringatan agar MK tidak memutus berlakunya sistem proporsional tertutup. “Apakah saya menghadirkan keonaran? Apakah tidak dilihat sebaliknya, kita justru telah mencegah terjadinya potensi kekacauan. Kalau sistem tertutup yang diputuskan, bisa muncul potensi deadlock, bahkan penundaan pemilu, karena putusan MK ditentang oleh delapan partai di DPR,” ungkapnya. Sudah ada bahasa akan memboikot pemilu, lanjut dia, yang muncul dari parlemen. Menurut dia, banyak pihak bersama-sama dengan media memberitakan luas atau memviralkan komentarnya. Hal itu merupakan bukti kekuatan suara publik yang menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, tambah dia, jika advokasi publik untuk menegakkan sistem pemilu proprsional terbuka tersebut kemudian dikriminalkan, tentu ia harus memandangnya sebagai bagian dari risiko perjuangan. Menurut Denny, dalam suatu sistem penegakan hukum yang sedang tidak baik-baik saja, perjuangan melawan kezaliman, menegakkan keadilan, tidak jarang justru membawa risiko yang tidak kecil, termasuk dikriminalkan. “Untuk itu, saya meminta doa dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia yang bersama-sama merindukan hukum yang lebih adil, Indonesia yang lebih sejahtera. Saya menerima banyak pesan moral dan dukungan, termasuk ucapan terima kasih atas hasil akhir putusan MK. Kepada semua perhatian dan dukungan demikian, saya ucapkan banyak terima kasih,” jelas dia. Denny juga mengklaim mendapat banyak dukungan dari rekan-rekan sejawat advokat dari berbagai latar belakang pengalaman kerja seperti mantan komisioner KPK, aktivis antikorupsi, Forum Pengacara Konstitusi, LBH Muhammadiyah, pengacara publik, serta elemen lainnya. Dia mengaku banyak yang ingin bergabung mendampingnya berjuang bersama. “Lagi, kepada semuanya, saya merasa terhormat dan berterima kasih,” tutur pakar hukum tata negara itu. (AL)