Kejaksaan Sita Rp 79 Miliar Hasil Korupsi Tambang Ore Nikel di Blok Mandiodo

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 24 Agustus 2023 17:44 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menyita uang Rp 79 miliar pada Kamis (24/8). Penyitaan uang tersebut dari hasil tindak pidana korupsi pertambangan ore Nikel di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Uang tersebut disita dari tersangka dan beberapa pihak dalam kasus yang menjerat mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin sebagai salah satu tersangka. "Penyidik Kejati Sulawesi Tenggara mengumumkan hasil penyitaan berupa uang dalam perkara tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel pada WIUP (wilayah izin usaha pertambangan) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara," kata Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sultra, Ade Hermawan. Uang yang disita itu terdiri atas pecahan rupiah, dolar Singapura, dan dolar Amerika Serikat (AS). "Rp 59.275.226.828, SGD 1.350.000 setara dengan Rp 15.273.900.000, USD 296.700 setara dengan Rp 4.539.510.000. Sehingga total yang telah berhasil disita Penyidik sejumlah Rp 79.088.636.828 (Rp 79 miliar)," katanya. Ade mengatakan uang tersebut disita dari rekening tersangka dan beberapa pihak yang terkait dengan perkara tersebut. Namun jaksa belum merinci dari rekening siapa saja uang itu disita. Dengan adanya penyitaan uang tersebut, pihaknya akan terus melakukan penyidikan hingga mendalami dugaan tindak pidana lain selain perkara pokok, yakni indikasi tindak pidana pencucian uang atau TPPU. Sebelumnya, Kejagung menetapkan Ridwan Djamaluddin dan HJ selaku subkoordinator RKAB Kementerian ESDM sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Keduanya diduga membuat kebijakan di Blok Mandiodo yang merugikan negara sebesar Rp 5,7 triliun. Ridwan berpetan memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan yang telah diatur dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 1806 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018. "Akibat pengurangan/penyederhanaan aspek penilaian tersebut maka PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) yang tidak lagi mempunyai deposit nikel di Wilayah IUP nya mendapatkan kuota pertambangan ore nikel (RKAB) tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitaran Blok Mandiodo," ucapnya. RKAB tersebut pada kenyataannya digunakan atau dijual oleh PT KKP dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT Lawu Agung Mining untuk melegalkan pertambangan ore nikel di lahan milik PT Antam seluas 157 hektare yang tidak mempunyai RKAB dan lahan milik PT Antam lainnya yang dikelola PT Lawu Agung Mining berdasarkan KSO dengan PT Antam dan Perusda Sultra/Konawe utara. Sementara, HJ bersama dengan tersangka SW selaku Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan EVT selaku evaluator serta tersangka YB selaku Koordinator RKAB telah memproses permohonan RKAB PT KKP dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM Nomor 1806. Mereka diduga mengacu pada perintah tersangka Ridwan berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember 2021. (Wan) #Korupsi Tambang