Gibran Santai Dilaporkan ke KPK

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 24 Oktober 2023 13:02 WIB
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka [Foto: MI/Dhanis]
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka [Foto: MI/Dhanis]

Jakarta, MI - Bakal calon wakil presiden (Bacawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gibran Rakabuming Raka, merespons santai soal dirinya dilaporkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Wali Kota Solo itu dilaporkan, terkait dugaan tindak pidana kolusi dan nepotisme, dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perihal batas usia capres-cawapres. 

Saat ditemui di Balai Kota Solo, Gibran menanggapi laporan tersebut dengan santai. Dirinya meminta agar laporan itu, ditindaklanjuti oleh KPK.

"Ya biar ditindaklanjuti KPK, monggo, silahkan," kata Gibran kepada wartawan, Selasa, (24/10).

Lebih lanjut, Gibran juga tidak ambil pusing dengan adanya pro kontra terkait pencalonan dirinya, sebagai cawapres Prabowo Subianto.

"Ya saya kembalikan lagi ke warga yang menilai," ujarnya.

"Ya, biar warga ya menilai ya," tandasnya.

Sebelumnya, TPDI dan Persatuan Advokat Nusantara melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, Presiden Joko Widodo (Jokowi), bakal calon wakil presiden (Bacawapres) Gibran Rakabuming, dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep, ke KPK.

Laporan itu, terkait dugaan kolusi dan nepotisme, dalam putusan MK perihal batas usia capres-cawapres. 

Seperti diketahui, bahwa MK telah meloloskan syarat Capres-Cawapres pada Pasal 169 huruf q UU No. Tahun 2017. Putusan itu berdasarkan permohonan uji materi Almas Tsaqibbirru, yang membuat siapa pun yang berpengalaman sebagai kepala daerah bisa maju dalam kontestasi Pilpres 2024 meski belum berusia 40 tahun.

"Kami terdiri dua kelompok yaitu Tim Pembela Demokrasi Indonesia dengan Persatuan Advokat Nusantara melaporkan dugaan adanya tindak pidana kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman," kata Koordinator TPDI, Erick S Paat di Gedung KPK, Senin (23/10).

Menurut Erick S Paat, bahwa kedudukan Anwar Usman sebagai ketua MK sekaligus ketua majelis hakim dalam sidang batasan usia capres-cawapres menjadi dugaan utama. 

Dalam setiap permohonan itu, kata dia, presiden dan DPR dipanggil karena berhubungan soal Undang-Undang. 

"Dalam salah satu permohonan uji materi di MK ini, pemohon menyebutkan nama Gibran. Ada juga permohonan uji materi dilakukan PSI, bahwa kita ketahui Kaesang menjadi Ketua Umum PSI,” ujarnya.

Diketahui, bahwa posisi Anwar Usman sebagai adik ipar Jokowi, yang artinya paman dari Gibran dan Kaesang. Padahal, ungkap Erick, berdasarkan Undang-Undang (UU) Kekuasaan Kehakiman juga tak dibenarkan jika ketua majelis hakim menjabat sekaligus sebagai ketua MK. Maka seharusnya, Anwar Usman harus mengundurkan diri terlebih dahulu.

“Tapi kenapa ketua MK membiarkan dirinya menjadi ketua majelis hakim. Masa ketua MK tak tahu UU Kekuasaan Kehakiman. Harusnya dengan tegas dari awal menyadari ketakberhakannya,” tegas Erick.

Dengan demikian, ia menilai ada unsur kesengajaan yang dilakukan baik oleh Anwar Usman, Jokowi, Gibran dan Kaesang. 

“Laporan sudah diterima KPK. Kita tunggu saja tindak lanjutnya. Kami harap KPK menangkap secepatnya. Kalau lambat akan menimbulkan masalah lagi,” cetusnya.

Adapun dasar hukum dalam laporannya yakni UUD 1945 ayat 1 dan 3, TAP MPR no 11 MPR 1998 tentang penyelenggaraan negara bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. TAP MPR no 8 tahun 2001 tentang rekomendasi arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kemudian UU no 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan UU no 18 tahun 2003 tentang advokat.