Pejabat BPK Kerat Tersandung Korupsi, Ahli Hukum: Kewenangannya Mahal Tapi Gampang Dibeli!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 November 2023 19:13 WIB
Ahli hukum, Prof Mudzakir (Foto: Ist)
Ahli hukum, Prof Mudzakir (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menjadi sorotan masyarakat, sebab sejumlah anggotanya saat ini tengah tersandung kasus korupsi.

Ahli hukum pidana, Prof. Mudzakir menyatakan bahwa kerapnya pejabat BPK terseret dugaan rasuah karena kewenangannya sangat mahal, BPK yang yang mengerti soal apakah suatu tindak pidana bisa masuk dugaan korupsi atau tidak. Dengan kemahalannya itu, pihak yang berkepentingan menghalalkan segala cara untuk menutupi laporan keuangannya tidak bagus.

"Dia yang mengerti itu soal perkara korupsi atau tidak. itukan kewenangannya ada di BPK, kewenangan BPK itu dijual artinya mahal, karena dijual harganya mahal pasti akan dibeli juga atau gampang dibeli. Banyak yang beli karena kelukuannya tidak bagus," kata Prof Mudzakir saat disapa Monitorindonesia.com, Kamis (16/11) malam.

Meski laporannya itu buruk, lanjut dia, mereka tetap juga membelinya supaya dapat laporan yang bagus. "Supaya nanti dapat predikat tertinggi untuk reputasi caleg yang akan datang, bahkan kepala daerah yang lebih tingginya gubernur, agar bisa dia lanjutkan lagi," ungkapnya. 

"Dalam rangka untuk menutupi kekurangan dan laporan pertanggungjawaban itulah mereka meminta suap," sambungnya.

Kepada mereka yang sudah diseret KPK dan Kejaksaan Agung, Prof Mudzakir meminta agar dihukum seberat-beratnya. "Hukuman berat ditujukan kepada orang yang melakukan pengawasan, kalau lolos pengawasan itu berarti kerugian keuangan negara bertambah. Karena kerugian negara itu ditutupi oleh pihak auditor. Makanya jabatan auditor itu kalau dijual harganya mahal," tutup Prof. Mudzakir.

Diwartakan, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya telah menetapkan Anggota III BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka atas dugaan menerima uang sekitar Rp 40 miliar tentang permasalahan BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika. 

Kemudian, KPK juga menyegel dan menggeledah ruang kerja Anggota VI BPK, Pius Lustrilanang. Penggeledahan tersebut dilakuka  terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang belum lama ini dilakukan oleh KPK di Sorong Papua Barat Daya pada hari Minggu (12/11/2023) malam. 

Dalam OTT tersebut, KPK telah menetapkan sebanyak enam orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengondisian temuan pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Selain Penjabat (Pj) Bupati Sorong,

KPK juga menetapkan beberapa tersangka lainnya seperti Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Sorong Efer Sigidifat serta Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle. 

Kemudian ada Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing, Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung dan Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa juga turut menjadi tersangka dalam kasus ini. 

Dalam OTT ini, KPK berhasil mengamankan uang tunai sekitar Rp 1,8 miliar serta satu unit jam tangan dengan merek Rolex. Para tersangka pun saat ini disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. 

Seperti yang diketahui, Achsanul sebelumnya adalah seorang politisi Partai Demokrat yang pernah duduk di DPR serta menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR. Selain itu, Pius Lustrilanang sebelumnya juga merupakan seorang politisi Partai Gerindra yang duduk di kursi DPR. (Ald)