Kasus Gagal Ginjal Akut, Produsen Farmasi Diminta Tak Diam Saja

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 Januari 2024 04:00 WIB
Desi Permatasari menunjukkan foto anaknya Sheena yang terbaring di tempat tidur (Foto: BBC Indonesia)
Desi Permatasari menunjukkan foto anaknya Sheena yang terbaring di tempat tidur (Foto: BBC Indonesia)

Jakarta, MI - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) telah memberikan biaya ganti rugi kepada 312 korban kasus gagal ginjal akut sebesar Rp16,54 miliar, pada Rabu (10/1) lalu. 

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, menjelaskan bahwa berbasis UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka pelaku usaha wajib memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan atas penggunaan produknya.

"Apalagi produk tersebut terbukti terkontaminasi, atau sengaja dicampur dengan zat yang dilarang, yaitu etilen glikol (EG) dan deetilen glikol (DEG),” kata Tulus, Sabtu (13/1).

Menurut Tulus, bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab memberikan kompensasi terhadap korban, melainkan juga perusahaan farmasi sebagai produsen yang terbukti melanggar aturan perundang-undangan.

“YLKI mendesak pelaku usaha farmasi dimaksud untuk memberikan kompensasi dan ganti rugi pada korban dan keluarga korban,” ungkapnya.

Lebib lanjut, Tulus menjelaskan bahwa kejadian tragis yang memakan korban ratusan masyarakat ini, menjadi catatan pemerintah untuk mempertegas UU perlindungan terhadap konsumen. “Pemerintah harus menjamin bahwa hal seperti ini tidak boleh terjadi dan terulang lagi” tambahnya.

Di lain sisi, YLKI mendesak Kemenkes dan BPOM untuk meningkatkan level pengawasanKetua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

YLKI menilai, kejadian korban massal GGAPA ini perlu menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak. YLKI juga meminta kepada Kemenkes dan BPOM untuk meningkatkan pre market control-post market control. 

“Salah satu bentuk post market control adalah penegakan hukum yang kuat untuk menimbulkan efek jera pada pelaku atau pelanggar,” tandas Tulus. (wan)