Tersangka Korupsi Komoditi Emas Masih Nihil, Kejagung: Penerapan Pasalnya Masih Diperdebatkan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 26 Januari 2024 23:42 WIB
Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Jakarta (Foto: MI/Aswan)
Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Jakarta (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa masih ada sejumlah hal yang perlu didalami dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi
pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2022. Salah satunya adalah soal penerapan pasalnya. Hingga saat ini belum ada yang ditersangkakan sejak Mei 2023 disidik Kejagung.

Kejagung masih khawatir perkara dugaan korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas itu justru masuk ke sektor kepabeanan. Sebab, penanganan perkara impor emas itu merupakan tindaklanjut dari temuan Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait batangan emas impor senilai Rp189 triliun

"Hingga saat ini masih didalami dan dikonsultasikan. Masih ada perdebatan terkait dengan penerapan pasalnya," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi, Jum'at (26/1).

Di sisi lain, penyidik JAM Pidsus Kejagung saat ini tengah mendalami keterlibatan PT Untung Bersama Sejahtera (UBS) dan PT Indah Golden Signature (IGS). Sebagaimana diketahui, bahwa kedua perusahaan itu diduga terlibat melakukan manipulasi kode Harmonized System atau HS untuk kegiatan ekspor dan impor komoditas emas.

Kejagung pun telah menaikan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan, serta melakukan penggeledehan terhadap PT UBS yang terletak di Tambaksari dan PT IGS di Genteng, Surabaya.

Baru-baru ini, Kuntadi mengungkapkan adanya temuan aktivitas peleburan emas ilegal yang dilakukan PT Antam di sejumlah wilayah, seperti di Jakarta, Jawa Barat (Jabar), dan Jawa Timur (Jatim).

Kata Kuntadi, temuan peleburan emas ilegal tersebut adalah bagian dari modus perbuatan tindak pidana yang ditemukan penyidik Jampidsus Kejagung dalam pengungkapan korupsi tata niaga dan impor komoditas emas. 

Kasus korupsi komoditas emas ini terkait dengan penyimpangan dalam kegiatan usaha logam mulia. Kasus tersebut ada terkait dengan temuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) yang pernah mengungkapkan adanya dugaan aliran uang dari hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setotal Rp 189 triliun. 

Satgas TPPU bentukan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menyebutkan Rp 349 triliun di antaranya terkait dengan korupsi komoditas emas.

Jampidsus Febrie Adriansyah pernah mengungkapkan, kuat dugaan adanya keterlibatan bea cukai dalam kasus tersebut. Namun juga, dikatakan dia, kuat dugaan keterlibatan pihak-pihak swasta selaku importir komoditas logam mulia, serta beberapa perusahaan plat merah. 

Karena itu, dalam proses pengusutan, tim penyidik di Jampidsus beberapa kali melakukan pemeriksaan para pejabat di Dirjen Bea Cukai Kemenkeu dan PT Antam, serta puluhan direktur atau pengelola perusahaan swasta importir emas.

Penyidikan kasus tersebut juga terkait dengan penghapusan biaya masuk komoditas logam mulia melalui pintu kantor bea cukai di Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta. 

Pada  Desember 2023 lalu, Febrie pernah mengungkapkan, penyidikan kasus tersebut, sebetulnya sudah mengerucut pada nama-nama yang berpotensi dijerat sebagai tersangka. Akan tetapi, kata dia, pengumuman tersangka dalam kasus emas tersebut baru akan diumumkan selambatnya akhir Februari 2024 mendatang. “Belum akan kita umumkan. Kita tunda sampai dengan Februari 2024,” ujar Febrie.

Pada Jumat (29/1/2023) lalu tim penyidikannya menyita logam mulia emas seberat 1,7 kilogram (kg) di kantor Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) di Jakarta Timur (Jaktim). 

Sebelum itu, tim penyidiknya juga menyita kepingan emas 128 gram di rumah pribadi, kantor di wilayah Jakarta, dan Jawa Barat (Jabar). (wan)