10 Petinggi PT Antam Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Pembelian Emas 7 Ton, Bakal Nambah Tersangka?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Februari 2024 22:17 WIB
Budi Said mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: Dok MI)
Budi Said mengenakan rompi tahanan Kejagung (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa sejumlah pejabat PT Aneka Tambang (Antam) sebagai saksi kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam Penjualan Emas oleh Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam (BELM Surabaya 01 Antam) tahun 2018.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana merincikan para saksi itu.

Pertama, saksi DM. "Selaku Assistant Depository Officer Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk Pulo Gadung periode 2018 sampai dengan 2019," kata Ketut.

Kedua saksi S. "Selaku Assistant Manager Security pada UBPP LM PT Antam Tbk periode 2013 sampai dengan 2019," lanjut Ketut.

Lalu yang ketiga, kata Ketut, adalah saksi NPW.

"NPW selaku Trading Assistant Manager Security pada UBPP LM PT Antam Tbk periode tahun 2018," jelas Ketut.

Yang keempat, tambah Ketut, saksi EP.

"Dia selaku Staf Retail Support Junior Specialist pada UBPP LM PT Antam Tbk Pulo Gadung periode 2018 sampai dengan 2020," tutur Ketut.

Ketut menjelaskan bahwa 4 saksi itu diperiksa pada hari ini, Selasa (13/2).

Sementara sehari sebelumnya, Senin (12/2) penyidik gedung bundar Jampidsus Kejagung itu memeriksa 6 saksi sekaligus.

Adalah MAP yang diperiksa sebagai assistant manager quality managemenet assurance UBPP-LM.

Kemudian, saksi AY diperiksa selaku vice president operation UBPP-LM, YH sebagai manager trading and service UBPP LM.

Saksi NSW yang menjabat manager retail UBPP-LM Pulogadung. Sedangkan YP diperiksa atas perannya sebagai vice president precious metal sales and marketing UBPP-LM Pulogadung.

Terakhir adalah saksi H yang diperiksa selaku trading assistant manager UBPP-LM Pulogadung

Meski tidak dijelaskan materi pemeriksaan secara detail, namun Kajati Bali itu menyatakan bahwa, para saksi diperiksa atas nama tersangka BS dan AHA.

"Pemeriksaan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara," tandas Ketut. 

Sebagai informasi, tersangka BS merujuk pada nama Budi Said yang merupakan konglomerat asal Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim).

Sementara tersangka AHA, adalah Abdul Hadi Aviciena sebagai general manager PT Antam.

Dalam kasus tersebut, versi penyidikan kejaksaan, negara dirugikan emas seberat 1,3 ton, atau setara Rp 1,2 triliun.

Teruntuk Budi Said, melalui kuasa hukumnya, Hotman Paris pada Senin (12/2) kemarin melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan (Jaksel).

Hotman menyatakan bahwa praperadilan yang diajukan pihaknya itu sudah terdaftar dengan register perkara 27/Pid.pra/2024/PN JKT.SEL. 

Sejumlah permohonan praperadilan yang diajukan timnya menyangkut soal keabsahan penetapan tersangka, dan tindakan penahanan, serta penggeladahan, juga penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Jampidsus-Kejagung terhadap Budi Said. 

“Tidak ada bukti-bukti tindak pidana korupsinya dalam perkara ini. Sehingga kami menilai penetapan tersangka terhadap Budi Said ini, tidak sah, karena tidak ada alat-alat buktinya,” kata Hotman. 

Hotman menjelaskan, kasus yang menyeret Budi Said menjadi tersangka dan tahanan ini sebetulnya berawal dari perbuatan keperdataan. 

Kata dia, Budi Said sebagai pengusaha, pada 2018 ada membeli logam mulia emas dari PT ANTAM senilai Rp 3,59 triliun. 

Nilai tersebut, kata Hotman setara dengan 7 ton emas. Karena dalam pembelian tersebut PT ANTAM menjanjikan diskon atau potongan harga. 

“Jadi karena dijanjikan diskon, Budi Said melakukan puluhan transaksi senilai 3,59 triliun, yang kalau sesuai janji diskon dari PT ANTAM harusnya Budi Said mendapatkan 7 ton emas," kata Hotman.

Namun dalam realisasinya, kata Hotman, Budi Said hanya mendapatkan 5,9 ton emas dari PT ANTAM. 

Dan tersisa kewajiban PT ANTAM untuk menyerahkan emas 1,1 ton. Dari kewajiban sisa tersebut, PT ANTAM menolak untuk memberikan. 

Sehingga kata Hotman, terjadi wan prestasi. Sehingga, Budi Said melayangkan gugatan keperdataan. 

Dan kasus keperdataan itu sudah inkracht sampai level kasasi di Mahkamah Agung (MA) dan memenangkan Budi Said, atas haknya untuk mendapatkan emas sisa 1,1 ton dari PT ANTAM. 

Bahkan, kata Hotman, Budi Said juga melakukan pelaporan terhadap tiga pejabat PT ANTAM, dan seorang broker atas tindakan penipuan.  

Dan pelaporan tersebut, kata Hotman, berujung pada pengadilan yang memutuskan tiga pejabat PT ANTAM dan seorang broker tersebut bersalah melakukan penipuan. 

“Jadi dalam dua perkara itu, Budi Said dimenangkan oleh pengadilan,” begitu kata Hotman. 

Akan tetapi, setelah pihak Budi Said meminta kepada MA untuk pelaksanaan eksekusi putusan atas hak 1,1 ton emas, Kejagung melakukan proses penyidikan dengan memeriksa Budi Said. 

Dan kata Hotman, dari pemeriksaan tersebut, penyidik Jampidsus-Kejagung langsung menetapkan Budi Said sebagai tersangka, dan penahanan. 

Sehingga, kata Hotman, pelaksanaan putusan perdata tersebut, tak bisa dijalankan.

Kata Hotman, dari dua riwayat perkara tersebut, versi penyidikan di Kejakgung, Budi Said dijerat dengan sangkaan korupsi Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. 

Hotman mengatakan, penyidik Kejakgung menyatakan perbuatan Budi Said membuat kerugian negara senilai Rp 1,3 triliun atas emas sebesar 1,1 ton. 

Padahal, kata Hotman, emas sebesar 1,1 ton tersebut adalah hak keperdataan Budi Said yang harus diserahkan oleh PT ANTAM yang sampai hari ini belum dilaksanakan.

Menurut Hotman, dengan belum diserahkannya emas PT ANTAM seberat 1,1 ton tersebut, artinya tak ada kerugian negara yang dilakukan oleh Budi Said.

Pun kata Hotman, Budi Said sudah menyerahkan uang secara bertahap kepada PT ANTAM senilai 3,59 triliun atas kesepakatan transaksi logam mulia tersebut. 

“Artinya tidak ada kerugian negara yang dilakukan oleh Budi Said dalam perkara ini. Dan kasus ini, adalah masalah keperdataan yang dikriminalisasikan,” kata Hotman.

Terkait gugatan praperadilan ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) siap menghadapinya. (wan)