IPW Bongkar Modus Dugaan Korupsi Bank Jateng Ratusan Miliar Rupiah

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 29 Februari 2024 11:47 WIB
Bank Jateng (Foto: MI/Ist/Net/bankjateng.co.id)
Bank Jateng (Foto: MI/Ist/Net/bankjateng.co.id)

Jakarta, MI - Indonesia Police Watch (IPW) membeberkan modus kasus dugaan korupsi Bank Jateng yang akan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada pekan depan. Kasusnya diduga melibatkan salah satu direkturnya, S.

Setidaknya ada dugaan kasus dugaan rasuah itu, terjadi pada tahun 2016 dan tahun 2018-2023.

Pada kasus pertama, berdasarkan temuan IPW dilapangan, soal rekreasi karyawan Bank Jateng pada tahun 2016.

Menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, saat itu Direksi Bank Jateng mengeluarkan SK Nomor: 0141/HT.01.01/2016 tentang subsidi biaya Rekreasi. 

Dimana setiap karyawan disebut berhak subsidi sebesar Rp2 juta dan untuk anak karyawan sebesar Rp1,5 juta dengan maksimal 3 orang dan batas usia maksimal 25 tahun. Akan tetapi kata Sugeng, tidak semua karyawan berangkat. 

“Tetapi uangnya tetap dapat dicairkan," kata Sugeng dikutip pada Kamis (29/2).

Diketahui, bahwa dalam kegiatan rekreasi itu diwajibkan menggunakan Kirana Tour dikarenakan sudah adanya kesepakatan tidak tertulis antara Kadiv Umum Bank Jateng berinisial JS.

"Atas perintah lisan Direktur Bank Jateng S dengan Direktur Kirana Tour saudara TB dengan sejumlah fee yang sudah di sepakati," tuturnya.

Padahal, tambah Sugeng, dengan jumlah pengeluaran uang negara yang melebihi Rp200 juta. "Maka seharusnya penunjukan dari Bank Jateng dilakukan melalui proses lelang," tegas Dugeng.

Selanjutnya, Sugeng menjelaskan kasus dugaan korupsi kedua oleh Direktur Bank Jateng berinisial S terkait dengan pembagian keuntungan pada periode 2018-2023.

Selama periode itu, Bank Jateng selalu mendapatkan penyertaan modal APBD dari Pemprov Jawa Tengah dan Pemkot Semarang. Akan tetapi, kata Sugeng keuntungan yang diberikan Bank Jateng tidak sesuai dengan kondisi aslinya.

"Karena ada pemasukan yang dikorupsi yang diduga dilakukan oleh Direktur Bank Jateng berinisal S dengan modus kredit yang dikeluarkan oleh Bank Jateng," beber Sugeng.

Sugeng pun menjelaskan melalui modus tersebut, bahwa seluruh nasabah Bank Jateng baik pengusaha biasa maupun jaminan asuransi pemenang lelang proyek di Jawa Tengah akan dikenakan premi asuransi dari ASKRIDA.

Menurut Sugeng, dalam aturan yang ada seharusnya Bank Jateng akan menerima cash back dari Asuransi ASKRIDA sebagai pendapatan negara. 

Hanya saja, Sugeng menyebut, cash back itu justru tidak diberikan kepada Bank Jateng sebagai pendapatan negara. "Oleh Direktur Asuransi ASKRIDA saudara H tidak dimasukkan ke Bank Jateng sebagai pendapatan negara melainkan disetorkan tunai kepada Direktur Utama Bank Jateng S," tuturnya.

Ia mengatakan aksi penyerahan cash back di Yogyakarta setiap akhir pekan dalam perjalanannya pulang ke rumah. Selain itu, Sugeng menduga uang itu juga dibagikan kepada Komisaris Bank Jateng berinisial GP. 

Selanjutnya diduga dibagikan kepada komisaris Bank Jateng, diduga Komisaris utama Bank Jateng saat itu adalah saudara GP. Adapun IPW menduga dugaan korupsi ini merugikan negara ratusan miliar.

"Dugaan kerugian negara atas perbuatan tersebut selama periode 2018-2023 mencapai ratusan miliar rupiah," kuncinya. (wan)