ICW Desak KPK Tersangkakan Lagi Eks Wamenkumham Eddy yang Hari Ini Bersaksi di MK

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 April 2024 11:04 WIB
Eks Wamenkumham Eddy (Foto: Dok MI)
Eks Wamenkumham Eddy (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kehadiran mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej, sebagai saksi untuk kubu Prabowo-Gibran pada sidang sengketa pilpres di Mahkamah Kontitusi pada Kamis (4/4/2024) menjadi sorotan perhatian Indonesia Corruption Watch (ICW).

Pasalnya, Eddy sempat menyandang status tersangka di KPK dalam kasus dugaan korupsi berupa suap dan gratifikasi. Namun belakangan, status tersebut digugurkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusan sidang praperadilan. 

"Dari sekian banyak ahli yang dihadirkan oleh pihak terkait, terdapat nama mantan Wamenkumham Eddy OS Hiariej. Pada dasarnya, kehadiran Eddy sebagai ahli memang hak yang bersangkutan karena statusnya sendiri sebagai tersangka korupsi memang telah digugurkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak 30 Januari 2024 lalu," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Jumat (5/4/2024).

"Sejak saat itu, hingga sekarang terhitung 65 hari, KPK tidak kunjung menetapkan kembali Eddy sebagai tersangka," timpalnya.

Kurnia menilai tak sulit bagi KPK untuk kembali menjadikan Eddy sebagai tersangka. Menurutnya putusan praperadilan gagal memahami eksistensi Pasal 44 Undang-Undang KPK.

"Hakim tunggal yang memutus permohonan Eddy sejatinya tidak membatalkan penyidikan, namun hanya berkas administrasi penetapan tersangka. Maka dari itu, penyidikan masih berjalan dan harusnya penetapan tersangka Eddy bisa dilakukan secara simultan oleh KPK," jelasnya.

Untuk itu, ICW mendesak KPK segera mengumumkan kelanjutan status hukum Eddy. Hal itu demi kepastian hukum dan pertanggungjawaban kepada publik dalam aspek transparansi kerja penindakan.

" ICW mendesak KPK untuk segera mengumumkan tindak lanjut dari penanganan perkara yang diduga menjerat Eddy, dan segera menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka korupsi dalam dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI," pungkas Kurnia.