Pakar TPPU Soroti PPATK Tak Lantang Bersuara soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 April 2024 12:11 WIB
Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih (Foto: Dok MI/Ant)
Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih (Foto: Dok MI/Ant)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa istri Harvey Moeis, Sandra Dewi, sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. tahun 2015–2022.

Sandra Dewi merupakan istri Hervey Moeis salah satu tersangka (TPPU) dalam kasus yang merugikan negara Rp 271 triliun itu. Dia diseret dalam kapasitasnya sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Bahkan, dia diduga sempat memberikan sejumlah hadiah fantastis kepada Sandra Dewi. Mulai dari mobil Rolls-Royce, Mini Cooper hingga private jet atau jet pribadi yang nilainya cukup mahal.

Pakar hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yentii Garnasih menegaskan, untuk mengusut itu semua, maka Kejagung haru menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun patut dipertanyakan, apakah PPATK memiliki semua data itu. 

"Penting untuk dipertanyakan kepada PPATK, apakah tidak punya data, biasanyakan PPATK lantang menyuarakan bahwa ada transaksi mencurigakan, bahkan ketika belum ada penangan kasus," ujar Yenti saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Jum'at (5/4/2024).

Menurut Yenti, transaksi mencurigakan merupakan ciri yang utama dalam kasus dugaan TPPU. Yenti pun menyoroti, PPATK yang tak berkoar-koar sebelum kasus jauh disidik Kejagung, padahal ini penting sekali. Selain untuk melihat transaksi yang ada, dan juga bisa bantu Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Bagaiamna pajak-pajaknya. Dari dua lembaga itu tenta akan sangat membantu Kejagung yang sudah berani bongkar ini. Ini sudah sangat ramai beritanya kok PPATK diam seribu bahasa. Missalnya transaksi mencurigakan sebagai ciri utama ada dugaan TPPU. Bagaimana ketika ada pembelian privat jet untuk hadiah itu," tegas Yenti.

"Siapapun tetap harus ada laporan dari perbankan, saya tidak bisa membayangkan kalau itu cash. Ini lebih mencurigakan," imbuh Yenti.

Sementara itu, Kepala PPATK menyatakn bahwa pihaknya dapat mendeteksi semua aliran uang Harvey Moeis meski banyak yang disimpan di kediamannya. 

"Tetap bisa terdeteksi sumbernya," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Jum'at (5/4/2024).

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka, yakni:

1. Suwito Gunawan (SG) alias AW selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

2. MB. Gunawan (MBG) selaku Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP).

3. Hasan Tjhie (HT) alias ASN selaku Direktur Utama CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). CV ini perusahaan milik tersangka Tamron alias AN.

4. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016–2021.

5. Emil Ermindra (EE) alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017–2018.

6. Kwang Yung (BY) alias Buyung (BY) selaku Mantan Komisaris CV VIP.

7. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

8. Tamron (TN) alias Aon selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN.

9. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

10. Toni Tamsil (TT), tersangka kasus perintangan penyidikan perkara korupsi timah (tersangka obstruction of justice)

11. Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN).

12. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

13. Reza Adriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Rifined Bangka Tin (PT RBT).

14. Alwin Albar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional (Dirops) dan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Tbk.

15. Helena Lim (HLN), Manager PT QSE (tersangka TPPU)

16. Harvey Moeis (HM), perakilan PT RBT (tersangka TPPU)

Kejagung menetapkan Helena Limsebagai tersangka karena selaku manager PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) pada 2018–2019 diduga kuat telah membantu mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Perbuatan itu dilakukan Helena Lim dengan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

“[Perbuatan itu] yang sejatinya menguntungkan diri tersangka sendiri dan para tersangka yang telah dilakukan penahanan sebelumnya,” ujar Kuntadi, Direktur Peyidikan Pidsus Kejagung.

Sedangkan Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka karena awalnya selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (PT RBT) menghubungi tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selanjutnya, terjadi pertemuan antara tersangka Harvey Moeis dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias RZ. Setelah itu ada beberapa kali pertemuan dan terjadi kesepakatan kerja sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

“Tersangka HM [Harvey Moeis] mengondisikan agar smelter PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN mengikuti kegiatan tersebut,” ujar Kuntadi.

Harvey Moeis kemudian menginstruksikan kepada para pemilik smelter untuk mengeluarkan keuntungan bagi tersangka sendiri maupun para tersangka lain yang telah ditahan sebelumnya.

Jatah uang tersebut dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) kepada tersangka Harvey Moeis melalui PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) yang difasilitasi oleh tersangka Helena Lim.

Sementara itu, ahli lingkungan dan akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Bambang Hero Saharjo, menyampaikan, kasus ini mengakibatkan kerugian lingkungan (ekologis) sebesar Rp183.703.234.398.100 (Rp183,7 triliun), kerugian ekonomi lingkungan Rp74.479.370.880.000 (Rp74,4 triliun), dan biaya pemulihan lingkungan Rp12.157.082.740.000.

“Totalnya akibat kerusakan tadi itu yang juga harus ditanggung negara Rp271.069.688.018.700 (Rp271 triliun),” ujarnya.

Kejagung menyangka mereka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)