Mantan Jenderal Bintang 4 Diduga Mengorganisir Proyek Tambang Timah Ilegal

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 22 April 2024 00:35 WIB
Ilustrasi tambang timah (Foto: MI/Net/Ist)
Ilustrasi tambang timah (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Usai nama Robert Priantono Bonosusatya atau Robert Bonosusatya (RBS) yang disebut sebagai aktor intelektual atau penikmat utama dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022, kini muncul di permukaan publik sosok mantan jenderal bintang 4 berinisal B.

Jenderal B diduga terlibat dalam kasus korupsi timah yang menjerat suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis itu. Jenderal B sebagaimana disebutkan Sekretaris DPP Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus, bahwa dia memiliki kuasa lebih tinggi atau 'orang kuat' di atas para tersangka dalam kasus yang merugikan negara (lingkungan) Rp 271 triliun itu.

“Ada oknum yang berkuasa, punya bintang 4 di pundak, mantan pensiunan, inisial B,” kata Iskandar saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (20/4/2024).

Saat ditanya siapa jenderal B itu, Iskandar enggan membeberkannya, karena dia tak ingin melangkahi penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung). Hanya saja Iskandar menuturkan, bahwa pensiunan Jendral Bintang 4 ini memiliki kuasa lebih tinggi.

Jenderal B diduga berperan mengorganisir proyek tambang timah ilegal yang merugikan negara. Tak hanya itu, Iskandar menyebut, bahwa sosok penisunan Jendral Bintang 4 ini memiliki nama besar dan terkenal.

Iskandar pun menegaskan kembali ucapannya yang membenarkan adanya oknum jenderal bintang empat yang terlibat dalam kasus ini. Pernyataan itu menjawab pertanyaan Uya Kuya apakah oknum yang berpangkat ini berseragam.

“Iya (berseragam), karena dalam warna-warni kejahatan mereka tidak akan berhitung kalau tidak kepada aparat, habis itu biasanya mereka berhitung kepada kelompok-kelompok kuat atau solid terorganisir,” tandas Iskandar.  

Sementara itu, Robert Bonosusatya (RBS) juga turut menjadi perbincangan karena pernah menjabat sebagai pimpinan PT Refined Bangka Tin (RBT), perusahaan yang menjadi mitra utama PT Timah Tbk. 

Perusahaan itu berhenti beroperasi usai digeledah penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung pada Sabtu, 23 Desember 2023. Robert sebelumnya telah diperiksa Kejagung sebagai saksi sekitar 13 jam lamanya.

Jauh sebelum kasus korupsi di PT Timah Tbk, sosok Robert banyak dikaitkan kasus yang menyeret petinggi Polri. Mengutip berbagai sumber, nama Robert mencuat pertama kali saat Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan mengikuti uji kelayakan calon Kapolri pada 14 Januari 2015.

Saat itu, dokumen hasil pemeriksaan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menunjukkan transaksi ganjil sebesar Rp57 miliar yang ada di rekening Budi. Budi kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Dalam kasus tersebut, Robert mengaku sebagai teman lama Budi. Tapi, dia tak menyebutkan bagaimana mereka awal mulanya berjumpa. Robert disebut bertindak sebagai penjamin pinjaman yang disalurkan oleh Pacific Blue International Limited untuk putra Budi Gunawan yakni Muhammad Herviano pada 6 Juli 2005. Herviano menerima kucuran kredit sebesar Rp57 miliar. 

Saat bertemu dengan Budi dan Herviano pada tanggal yang tak disebutkan, Robert ditemani Lo Stefanus, pemilik jaringan toko berlian Frank and Co dan PT Mitra Abadi Berkatindo, perusahaan tambang timah. 

Dalam pertemuan itu, Robert mengaku mendiskusikan rencana kredit untuk kepentingan bisnis pertambangan timah dan perhotelan yang dipelopori Budi, Herviano, dan Stefanus. Sementara Herviano mengaku meminta Robert membantu mencarikan pinjaman dana lantaran memiliki keterbatasan modal dalam berbisnis. 

Sekian lama menghilang, nama Robert Priantono Bonosusatya kembali muncul ketika dia mengakui bahwa PT Jasuindo menang tender di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. 

Bukti keterlibatan Robert dan PT Jasuindo dalam proyek Korlantas Polri dikuatkan oleh fasilitas bank penjamin seperti yang tertuang dalam laporan keuangan milik PT Jasuindo per 31 Desember 2013. Laporan keuangan itu ditandatangani langsung oleh Robert sebagai komisaris utama. 

Sosok Robert kembali menjadi perhatian publik setelah Indonesia Police Watch (IPW) menyebutnya sebagai pemilik jet pribadi yang digunakan Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan menemui keluarga Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di Jambi pada 11 Juli 2022. IPW bahkan menuding Robert sebagai seorang mafia judi online. 

Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso saat itu mengungkapkan, berdasarkan penelusuran IPW, Hendra menumpang jet pribadi dengan kode registrasi T7-JAB. Jet itu juga diketahui sering dipakai bos PT MMS Group Indonesia sekaligus mantan narapidana kasus korupsi, Andrew Hidayat, dan Direktur Utama (Dirut) PT Pakarti Putra Sang Fajar, Yoga Susilo dalam penerbangan bisnis Jakarta-Bali. Nama Yoga pun sempat disebut dalam bagan konsorsium 303 Ferdy Sambo. 

Sekadar tahu, bahwa nama Robert memang cukup dikenal di kalangan pengusaha. Beberapa sumber menyebut dia berasal dari keluarga konglomerat Indonesia di masa orde baru. Robert merupakan anak dari pengusaha pangan dan perkebunan Yohakim Bonosusatya. 

Dia pernah mengenyam pendidikan di University of California, Amerika Serikat. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Robert meneruskan bisnis ayahnya dan mengembangkannya lebih luas.

Mengutip dari beberapa sumber, profil Robert Bonosusatya tak hanya berbisnis tambang. Pada 2019, dia tercatat menjadi komisaris utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), perusahaan operator jalan tol yang didirikan Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto, putri penguasa orde baru, Soeharto. 

Robert juga tercatat memiliki banyak perusahaan. Mengutip laporan tahunan CMNP Robert Bonosusatya tercatat pernah menjadi pemegang saham dan komisaris di PT Sentra Karya Duta Usaha, PT Graha Sentra Niaga, Prima Multi Trada, dan PT Cipta Karya Dinamika pada 2012.

Pada 2013, Robert tercatat sebagai pemegang saham PT Hamparan Berkah Daya Lestari. Sedangkan pada 2014 pernah menjadi Komisaris PT Prima Energi Utama. Robert juga pernah menjadi pemegang saham dan Direktur PT Robust Buana Tunggal pada 2015. Kemudian menduduki jabatan sebagai pemegang saham dan Direktur Utama PT Energi Sembilan Perkasa pada 2017. 

Robert Bonosusatya juga sebagai pemegang saham dan PT Synthesis Karya Pratama, pengembang Plaza Semanggi. Dia juga memiliki bisnis properti, salah satunya Hotel Butik The Gunawarman yang ada di Jalan Senopati, Kebayoran, Jakarta Selatan. 

Robert juga disebut pernah menjabat Komisaris Utama PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, yang bergerak di bisnis percetakan dan dokumen keamanan. Jasuindo pernah menang proyek pencetakan BPKB, STNK, dan SIM di Korlantas Polri.

Siapa pembeking kasus timah?
Dugaan korupsi sejak tahun 2015 hingga 2022 itu sulit diterima akal sehat jika tidak melibatkan banyak orang.

“Pertanyaannya, apakah hanya orang-orang ini saja yang kemudian leluasa bertahun-tahun melakukan kejahatan di lapangan penambangan timah dan sampai tidak ketahuan? Saya kira tidak” kata Ahli hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, Jumat (29/3/2024) lalu.

“Ini siapa yang melindungi? Pasti ada orang-orang kuat yang melindungi, siapa ini juga belum terungkap dan harus terungkap,” tambahnya.

Lantas Yenti mempertanyakan pengawasan negara terhadap praktik-praktik ilegal seperti penambangan liar ini. Dia curiga ada kongkalikong antara penambang liar dengan pihak yang mestinya bertindak sebagai pengawas.

“Apakah memang sistem negara ini sudah tidak ada pengawasannya? Atau pengawas-pengawas itu malah justru kongkalikong supaya orang-orang yang ketahuan curang ini? Ataukah mereka yang ketahuan menghabisi harta negara yang harusnya masuk ke negara ini, malah dilindungi?” tanyanya.

Yenti pun heran PT Timah Tbk yang notabene merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) “kebobolan” dan menyebabkan negara rugi hingga ratusan triliun. Menurutnya, berkaca dari kasus ini, harus dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan negara.

Ia juga mendorong Kejaksaan Agung untuk mencermati perusahaan-perusahaan boneka atau cangkang yang dibuat dalam kejahatan ini.

“Perusahaan cangkang ini atau perusahaan boneka ini, juga harus dilihat apakah memang ada izinnya, ataukah izinnya diada-adakan atau ada pemalsuan? Pemalsuan itu bisa saja memang ada tapi dipalsukan, punya orang terus diakui, atau memang tidak ada kemudian dipalsukan,” kata Yenti.

“Sebetulnya, apa pun modusnya harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung, PT yang cangkang- cangkang ini kan, ini pasti ada pemalsuan ya kan, karena masuk ke PT-PT ini. Ternyata PT-PT itu tidak sebagai anak perusahaan atau memang PT yang dibuat seolah-olah anak perusahaannya, artinya itu PT-PT boneka,” tambahnya.

16 Tersangka

Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani
Mochtar terlibat dalam permainan korupsi timah bersama Emil Ermindra dan Alwin Albar. Dia diduga berkomplot dalam pembentukan perusahaan boneka yang beroperasi dalam wilayah IUP PT Timah. Dia bersama Emil juga menandatangani surat kerjasama sewa smelter yang dibuat untuk melegalkan bijih timah ini. 

Direktur Keuangan Timah 2017-2018, Emil Ermindra
Seperti Mochtar dan Alwin, Emil terlibat dalam pembentukan perusahaan boneka dan pembuatan kontrak dengan para pengusaha smelter. Dia juga menandatangani SPK yang dipegang oleh pengusaha swasta. 

Direktur Operasi Produksi PT Timah 2017-2021, Alwin Albar
Alwin dengan Mochtar dan Emil menyadari pasokan bijih timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya karena penambangan liar yang dilakukan dalam wilayah IUP PT Timah. Dia juga terlibat dalam pembuatan dokumen kerjasama dengan para pengusaha smelter.

Beneficial Ownership CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron Tamsil

Tamron Tamsil terlibat dengan pertambangan ilegal di PT Timah. CV VIP memiliki kontrak kerjasama dengan PT Timah untuk melebur bijih timah mereka. Bijih timah untuk peleburan seharusnya didapatkan dari perusahaan rekanan PT Timah lainnya. Namun, Tamron diduga menyuruh anak buahnya, Achmad Albani untuk menyediakan bijih timah dari tambang ilegal di IUP PT Timah. 

Adik Tamron Tamsil, Toni Tamsil
Toni Tamsil dituding menghalangi penegakan hukum atau obstruction of justice. Selama saudaranya, Tamron, diselidiki Toni bersikap tidak kooperatif. Toni dituding menyembunyikan sejumlah dokumen dan alat bukti saat Tamron sedang menjalani penyelidikan. Dia juga dituduh sempat menyewa preman untuk meneror seorang jaksa yang akan menggeledah PT CV VIP. 

Direktur Utama CV VIP, Hasan Thjie alias Ashin
Hasan Thjie alias Ashin merupakan pengembangan penyidikan dari para tersangka lainnya dalam CV VIP seperti Tamron Tamsil dan Achmad Albani.  Pihak Kejaksaan Agung belum menjelaskan keterkaitan Direktur Utama CV VIP ini dalam kasus korupsi timah ini. 

Mantan Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung
Buyung merupakan salah satu kaki tangan utama Tamron yang merupakan Beneficial Ownership dari perusahaan CV VIP. Menurut Kejaksaan Agung, penyidik harus melakukan pemanggilan dan pengejaran paksa terhadap tersangka Buyung karena tidak kooperatif dan menghindar dari panggilan penyidik.

Manajer Operasional Tambang CV VIP, Achmad Albani
Achmad Albani merupakan salah satu petinggi CV VIP yang ditahan bersamaan dengan Tamron. Achmad diinstruksikan oleh Tamron untuk menyediakan bijih timah dari tambang ilegal itu dan terlibat dengan kesepakatan dengan PT Timah. 

Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta
Suparta menginisiasi pertemuan dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah TBK dan tersangka Emil Ermindra yang menjabat Direktur Keuangan. Pertemuan itu untuk mengakomodasi atau menampung timah hasil penambang liar di wilayah IUP PT Timah.

Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Ardiansyah
Dengan Suparta, Reza bertemu juga dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra. Mereka membuat perjanjian untuk menampung timah hasil penambang liar di wilayah IUP PT Timah.  

General Manager PT Tinido Inter Nusa, Rosalina
Rosalina bersama dengan Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Emil Ermindra menandatangani kontrak kerja sama. Dalam kontrak kerja ini, General Manager PT Tinido Inter Nusa itu melakukan pengumpulan bijih timah yang dicover dengan pembentukan perusahaan boneka. Perusahaan boneka ini kemudian dipergunakan oleh Rosalina untuk mengakomodasi pengumpulan bijih timah.

Pengusaha di Bangka Belitung, SG alias AW
Tersangka SG diduga memerintahkan tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah yang seluruhnya dikendalikan oleh tersangka MBG. 

Pengusaha di Bangka Belitung, MBG
MBG diinstruksikan oleh SG untuk menandatangani kontrak kerja dengan direksi PT Timah. Dia diduga mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal dengan cara membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).

Direktur PT Sariwiguna Bina Sentosa, Robert Indarto
Robert ditahan karena diduga memiliki keterkaitan dalam bisnis timah ilegal yang melibatkan para mantan direktur PT. Timah. Kejaksaan Agung mengatakan bahwa penyidik menemukan alat bukti yang cukup bahwa mereka memiliki keterkaitan dalam mengakomodasi tambang timah ilegal yang berada di IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah. 

Pengusaha yang juga Manajer PT QSE, Helena Lim (tersangka tindak pidana pencucian uang/TPPU)
Helena Lim melalui perusahaan, PT QSE, diduga turut cawe-cawe membantu menyewakan alat peleburan timah di kawasan PT Timah Tbk. Kejaksaan Agung mengatakan Helena Lim berperan memberikan sarana dan fasilitas kepada para pemilik smelter di kawasan IUP PT Timah Tbk. Dia ditahan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

Pengusaha, Harvey Moeis (tersangka tindak pidana pencucian uang/TPPU)
Dari 2018-2019, Harvey Moeis menghubungi Mochtar dalam rangka mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Mereka bertemu beberapa kali dan menyepakati kerja sama untuk sewa-menyewa peralatan peleburan timah. Harvey juga melobi sekaligus mengkondisikan beberapa perusahaan lain seperti PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN  agar satu suara menjalankan operasi ini.

Pasal Sangkaan

Para tersangka dalam perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara untuk tersangka TPPU, Harvey dan Helena disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.