Perusahaan BUMN Diselimuti Dugaan Korupsi: Telkom hingga PLN

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Mei 2024 18:14 WIB
Ilustrasi - KPK - Kejagung - PT PLN (Foto: Dok MI/Aswan)
Ilustrasi - KPK - Kejagung - PT PLN (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sebanyak tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini tengah diselimuti kasus dugaan korupsi. 

Berikut adalah beberapa perusahaan BUMN yang dikelilingi kasus dugaan korupsi sepanjang tahun 2024 dan tengah disidik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pengadaan Fiktif PT Telkom
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan pengadaan fiktif yang dilakukan PT Telkom Group. Dugaan tindak pidana korupsi itu merugikan keuangan negara.

"Saat ini KPK sedang melakukan pengumpulan alat bukti untuk mengungkap adanya dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di PT Telkom Group. Pengadaan ini terindikasi fiktif, yakni terjadi pengeluaran uang negara secara melawan hukum dengan perhitungan sementara mencapai ratusan miliar rupiah," jelas Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

KPK telah menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka dalam kasus ini. Hanya saja, lembaga antikorupsi itu belum secara resmi mengumumkan identitas mereka serta detail konstruksi perkaranya.

"Basis utama KPK dalam mengumumkan secara lengkap para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, konstruksi perkara, dan pasal apa saja yang disangkakan ketika tim penyidik menilai alat bukti telah tercukupi. Secara bertahap, kami akan berikan informasi jalannya penyidikan perkara ini kepada publik," pungkasnya.

Atas kasus ini, PT Telkom menghormati dan mendukung upaya penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang saat ini tengah ditangani KPK.  

"Penyidikan tersebut merupakan tindak lanjut temuan manajemen dari hasil audit internal yang telah dilakukan perusahaan," ujar VP Corporate Communication Telkom, Andri Herawan Sasoko dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Fraud INAF
Kejaksaan Agung (Kejagung) kini bersiap membongkar penyimpangan (fraud) yang dilakukan PT Indofarma (INAF) Tbk . Bahan awalnya sudah disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait Pengelolaan Keuangan Indofarma, anak perusahaan, dan instansi terkait lainnya tahun 2020 hingga 2023 yang kepada Kejagung.

BPK menemukan penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara Rp 371,83 miliar.

Temuan tersebut terkandung dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigasi terkait Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2020 hingga 2023 yang diserahkan BPK kepada Jaksa Agung di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/5/2024).

Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 hingga Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait.

Staf Khusus III Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengungkapkan akar masalah dugaan penyimpangan (fraud) pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk (INAF). Dia menyebutkan, tindakan tersebut diduga berasal dari anak perusahaan PT Indofarma Global Medika yang tidak menyetorkan hasil pendistribusian produk.

Indofarma Global Medika merupakan cucu usaha dari PT Biofarma (Persero) yang bertugas untuk mendistribusikan produk-produk dari Indofarma. Menurut Arya, dari tagihan sebesar Rp 470 miliar dari produk yang telah didistribuskan kepada pihak ketiga, tidak pernah disetorkan kepada Indofarma sehingga mengganggu pengelolaan keuangan.

"Di sana ditemukan ada Rp 470 miliar, dana yang harusnya masuk ke Indofarma, itu enggak disetor oleh Indofarma Global Medika," ujar Arya melalui video konfirmasi yang dikutip di Jakarta, Rabu (22//5/2024).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, semua distributor telah membayarkan tagihan kepada Indofarma Global Medika. Namun, tagihan-tagihan tersebut tidak pernah sampai kepada Indofarma.

Arya memaparkan, tagihan yang tidak pernah diterima tersebut membuat Indofarma kesulitan untuk membayar gaji karyawan sejak Maret 2024.

Investasi Bodong PT Taspen
PT Taspen juga sedang diusut KPK terkait dugaan investsi fiktif. Saat ini KPK sedang menunggu perhitungan final kerugian keuangan negara yang timbul dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen (Persero).

Nilai investasi Taspen yang didalami KPK dalam penyidikan nilainya mencapai Rp 1 triliun. Terkait investasi ini, KPK memperoleh data awal dugaan kerugian keuangan negara mencapai ratusan miliar rupiah.

"Kesimpulan akhirnya adalah lembaga yang menghitung kerugian keuangan negara. Ratusan miliar tadi yang saya sebutkan data yang sudah kami peroleh," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis (9/5/2024).

Ali Fikri menyampaikan, KPK kini terus menelusuri lebih jauh dugaan investasi fiktif tersebut. Dalam rangka penyidikan, KPK juga telah menggali keterangan sejumlah saksi, salah satunya Direktur Utama nonaktif PT Taspen, Antonius NS (ANS) Kosasih. Dia dikabarkan sudah tersangka dalam kasus ini.

"Nanti putusan akhirnya ada pada lembaga yang menghitungnya baik itu BPK maupun BPKP, bahkan kemudian diaudit forensik KPK sendiri apakah nanti disimpulkan di akhir kerugian itu total Rp 1 triliun itu ataukah mungkin di bawahnya," jelas Ali Fikri.

PT Hutama Karya
KPK tengah melakukan penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan masyarakat selama 2018-2020 dalam proyek Jalan Tol Trans Sumatera di Lampung menyeret PT Hutama Karya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 3 tersangka, yaitu mantan Direktur Utama PT Hutama Karya, Bintang Perbowo; mantan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi PT Hutama Karya, Rizal Sutjipto; dan komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya, Iskandar Zulkarnaen. 

"Kami akan terus memproses kasus ini karena sudah naik ke penyidikan," kata Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan.

Agar penyidikan berlangsung efektif, KPK bekerja sama dengan Dirjen Imigrasi Kemenkumham, untuk mencegah ketiganya bepergian ke luar negeri. 

“Pengajuan cegah ini adalah yang pertama dan dapat diperpanjang lagi sesuai dengan permintaan tim penyidik,” kata Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (13/4/2024).

KPK juga menggeledah kantor pusat PT Hutama Karya (Persero) dan anak perusahaannya, PT Hutama Karya Realtindo (HKR). "Kami mengonfirmasi memang betul, ada dilakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu di kantor pusat PT HK Persero dan juga PT HKR, yaitu anak usaha PT HK Persero," ujar Ali, Rabu (27/4/2024).

Ali Fikri menjelaskan dari penggeledahan itu, KPK memperoleh sejumlah dokumen penting tentang pengadaan lahan yang diduga terkait dengan perkara ini. KPK akan segera menyita dan menganalisis semua dokumen itu untuk dikonfirmasi lagi kepada para saksi yang akan dipanggil. "Temuan dokumen tersebut di antaranya berisi item-item pengadaan yang diduga dilakukan secara melawan hukum," ujar Ali.

Adapun Hutama Karya sudah menggelontorkan uang Rp 406 miliar untuk pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera di Lampung itu. Sebanyak Rp 133 miliar untuk pembebasan lahan di Desa Canggu, dan Rp 75 miliar di Desa Bakauheni. Selisih pembayaran sekitar Rp 197 miliar itu merupakan nilai kerugian negara.

Korupsi PLN
KPK sedang menyidiki kasus dugaan rasuah di PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. "KPK saat ini tengah melakukan penyidikan dugaan korupsi terkait pekerjaan retrofit sistem sootblowing PLTU Bukit Asam PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan tahun anggaran 2017 sampai 2022," kata Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (19/3/2024). 

Ali menyampaikan retrofit sistem sootblowing yakni penggantian komponen suku cadang untuk mendukung dihasilkannya uap pada PLTU. "Usut Kasus Korupsi di PLN, KPK Periksa Pihak PLTU Bukit Asam," jelasnya.

Sudah banyak saksi yang diperiksa dan sudah ada tersangka dalam kasus ini. Namun KPK belum mengumumkannya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, ada tiga tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah, Bambang Anggono selaku General Manager (GM) PT PLN (Persero), Budi Widi Asmoro selaku Manajer Enjiniring PT PLN (Persero), dan Nehemia Indrajaya selaku Direktur PT Truba Engineering Indonesia.

Korupsi LPEI
Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terhadap sejumlah debitur bermasalah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menaikkan status kasus dugaan korupsi itu ke tahap penyidikan pada Selasa (19/3/2024). KPK memulai penyidikan tersebut berdaasarkan laporan yang diterima pada 10 Mei 2023. 

Ada 6 laporan masuk, tetapi baru 3 laporan yang telah ditelaah dan melibatkan PT PE, PT RII, dan PT SMJL dengan total kerugian negara Rp3,451 triliun.

Sementara Kejaksaan Agung mengusut adanya dugaan korupsi penyelenggaraan pembiayaan ekspor oleh LPEI sejak 2019. Ada dua batch (kelompok) dalam kasus itu yang sedang diusut.

Untuk kelompok pertama, ada empat perusahaan yang akan diusut secara pidana oleh Jampidsus. Laporan disampaikan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Dalam laporan tersebut, ada empat perusahaan yang menjadi debitur, yakni:
PT RII sebesar Rp 1,8 triliun
PT SMS sebesar Rp 216 miliar
PT SPV sebesar Rp 144 miliar
PT PRS sebesar Rp 305 miliar

Kredit bermasalah ini adalah temuan tim terpadu gabungan dari LPEI, BPKP, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara disingkat (Jamdatun), dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Awalnya, dugaan penyimpangan Rp 2,5 triliun ini akan diselesaikan melalui Jamdatun. Namun, belakangan ditemukan adanya indikasi korupsi di dalamnya.

Untuk kelompok dua, diduga melibatkan 6 perusahaan sebagai debitur. Mereka terindikasi bermasalah dalam pemberian dana ekspor tersebut. Nilainya ditaksir mencapai Rp 3,085 triliun.

Korupsi Timah
Kasus dugaan korupsi timah telah menyerert 21 tersangka yang merugikan negara (lingkungan) Rp 271 triliun. Sederhananya, kasus tersebut mengenai kerja sama pengelolaan lahan PT Timah Tbk dengan pihak swasta yang dilakukan secara ilegal atau melawan hukum. 

Hasil pengelolaan tersebut pun dijual kembali kepada PT Timah Tbk sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Kejagung terakhir menjerat sekaligus 5 tersangka, yaitu:
1. Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN (belum ditahan)
2. Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie
3. Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019
4. Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019 (belum ditahan)
5. Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung

Sedangkan tersangka-tersangka sebelumnya yaitu:
1. Toni Tamsil alias Akhi (TT) (tersangka obstruction of justice)
2. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung
3. MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP
4. Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP
5. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP
6. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP
7. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP
8. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS
9. Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN
10. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT
11. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011
13. Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018
14. Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah
15. Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE (tersangka TPPU)
16. Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT (tersangka TPPU)

Topik:

PLN Telkom BUMN