Dear Menteri ATR/BPN AHY, KPK Endus 244 Kasus Mafia Tanah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Mei 2024 19:54 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) (Foto: MI/Dhanis)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya lonjakan kasus mafia tanah dalam periode waktu 2018-2021. 

Persoalan mafia tanah terendus KPK melalui laporan masyarakat yang disampaikan ke lembaga antikorupsi tersebut.

Bagian pengaduan masyarakat KPK menerima 207 aduan dalam periode 2020-2022 terkait pelayanan sertifikat, hak tanggungan, dan pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).

“Kemudian dalam 4 tahun terakhir, Direktorat Monitoring KPK memotret 31.228 kasus di mana 37% merupakan sengketa, 2,7% konflik, dan 60% berupa perkara terkait pertanahan. Selain itu juga ditemukan 244 kasus perihal mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Kamis (30/5/2024).

Mengenai hal tersebut, Ghufron menekankan supaya aparat penegak hukum selaku mitra dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk berhati-hati dalam menangani kasus terkait pertanahan.

“Dalam penanganan perkara, secara yuridis harus diketahui betul bagaimana unsur delik hukumnya, sehingga tidak ada kekeliruan dalam putusan,” tutur Ghufron.

Ghufron menekankan, tanah mesti diurus secara komprehensif agar dapat menghasilkan kebermanfaatan untuk masyarakat luas. Dia pun menyampaikan empat poin utama mengenai tata kelola sistem pelayanan pertanahan yang rawan korupsi.

Empat poin tersebut, yakni ketidakpastian syarat, prosedur dan biaya, ketidakmudahan dan sistem yang tak sederhana, tidak efisien dan efektifnya sistem, dan serta tidak adanya sarana pengaduan.

“Jika permasalahan dibiarkan begitu saja, maka timbul potensi korupsi yang merugikan hajat orang banyak,” ujar Ghufron.

Tidak lupa, Ghufron juga mendorong Kementerian ATR/BPN untuk melakukan perbaikan atas sistem tata kelola pelayanan pertanahan. 

Langkah perbaikan dapat dimulai dari penguatan internal lembaga.

“Perbaikan sistem tata kelola dapat dimulai dari penguatan internalisasi pondasi lembaga dalam menjauhi perilaku koruptif, sehingga seluruh insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki visi dan misi sama dalam memberi pelayanan optimal kepada masyarakat,” kata Ghufron.