Deret Nama Penerima Korupsi BTS: Menpora Dito dan Nistra Yohan Tak Tersentuh Jampidsus!

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 3 Juni 2024 10:09 WIB
Nistra Yohan yang merupakan merupakan staf ahli Sugiono selaku Anggota Komisi I DPR RI Bidang Pertahanan DPR. Nistra diduga menerima aliran dana pada Desember 2021 dan pertengahan 2022. (Foto: Dok MI/Aswan)
Nistra Yohan yang merupakan merupakan staf ahli Sugiono selaku Anggota Komisi I DPR RI Bidang Pertahanan DPR. Nistra diduga menerima aliran dana pada Desember 2021 dan pertengahan 2022. (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - 11 nama diduga sebagai penerima aliran dana korupsi BTS Bakti Kominfo, hingga saat ini masih ada yang belum jadi tersangka kasus yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu.  Adapun ke-11 nama yang diduga menerima aliran duit haram itu sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa Irwan Hermawan. 

Pertama, Staf Menteri pada April 2021-Oktober 2022 sejumlah Rp10 miliar. 

Kedua, pada Desember 2021 Irwan memberi dana kepada Anang Latif Rp3 miliar. 

Ketiga, aliran duit mengalir ke POKJA pada pertengahan 2022, yakni Feriandi dan Elvano Rp2,3 miliar. 

Keempat, Latifah Hanum disebut Irwan menerima Rp1,7 miliar pada Maret 2022 dan Agustus 2022. 

Kelima, ada nama Nistra yang merupakan merupakan staf ahli Sugiono selaku Anggota Komisi I DPR RI Bidang Pertahanan DPR. Nistra diduga menerima aliran dana pada Desember 2021 dan pertengahan 2022. 

Keenam, pertengahan 2022. Erry (Pertamina) disebut menerima Rp10 miliar. 

Ketujuh, Windu dan Setyo menerima Rp75 miliar pada Agustus-Oktober 2022. 

Kedelapan, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Edward Hutahean (EH) diduga menerima Rp15 miliar pada Agustus 2022. 

Kesembilan, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo disebut menerima aliran dana korupsi BTS pada November-Desember 2022. 

Kesepuluh, ada nama Walbertus Wisang yang mendapatkan Rp4 miliar pada Juni-Oktober 2022. 

Kesebelas, Sadikin, diduga menerima aliran dana sebesar Rp40 miliar pada pertengahan 2022. 

Catatan Monitorindonesia.com Dari nama-nama itu, sudah ada yang diperiksa oleh pihak penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejagung. Menpora Dito Ariotedjo menjadi orang pertama yang dipanggil pada, Senin (3/7/2023). 

Dito diduga menerima uang dari Irwan Hermawan senilai Rp27 miliar pada November - Desember 2022. Dari pemeriksaan tersebut, Dito menyebut bahwa dirinya memang ingin cepat-cepat melakukan klarifikasi atas tuduhan itu. 

“Saya ingin mengklarifikasi dan pernyataan juga secara resmi terkait dengan tuduhan saya menerima Rp27 miliar, bagaimana saya tadi sudah menyampaikan yang saya ketahui dan saya alami,” kata Dito. 

Setelah memeriksa Dito, Kejagung langsung memanggil EH yang diduga menerima uang senilai Rp15 Miliar pada Agustus 2022 dari Irwan Hermawan. Pemeriksaan EH sendiri pada hari Rabu (5/7/2023).

Selanjutnya, Direktur SDM PT Pertamina (Persero) yaitu ER menjadi orang ketiga yang diperiksa oleh penyidik Kejagung. Dirinya diperiksa pada hari lalu atau Kamis tanggal 6 Juli 2023. 

ER sendiri diduga menerima aliran dana senilai Rp10 miliar pada pertengahan tahun 2022 dari Irwan Hermawan terkait kasus BTS Kominfo. 

Setelah tiga orang diperiksa, Kejagung belum menkofirmasi terkait pemanggilan dari delapan orang lainnya terkait dugaan aliran dana tersebut. 

Namun, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Ardiansyah memastikan bahwa pihaknya akan memanggil kedelapan lainnya yang diduga menerima aliran dana tersebut. 

“Itu akan dipangil semua (11 terduga penerima), tapi jadwal dan hari-harinya yang mana belum tau,” kata Febrie, Jumat (7/7/2023). 

Kemudian, Elvano yang diduga menerima Rp 2,3 miliar. Ia telah dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada beberapa waktu lalu. Saat itu hakim meminta agar Elvano dijadikan sebagai tersangka. 

Tebang pilih
Kini pemeriksaan saksi di Kejagung sudah tak nyaring lagi terdengar. Jampidsus Kejagung pun dinilai terkesan tebang pilih. Salah satu nama diduga menerima uang panas itu adalah Menpora Dito tak luput disoroti peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman.

Zaenur mengaku heran, Jampidsus Kejagung tak melanjutkan proses hukum terkait pengembalian uang Rp27 miliar oleh Menpora Dito Ariotedjo, dan ada juga dugaan penerimaan uang oleh Anggota Komisi I dan BPK sekitar 70 miliar rupiah itu.

Kemudian korporasi-korporasinya juga ada politisi-politisi yang terlibat bahkan yang terkait dengan anggota DPR RI yang masih bebas berkeliaran.

"Juga ada suami dari seorang politisi itu belum diproses sampe sekarang. Itu menjadi PR bagi kejaksaan. Itu kan di bawah Jampidsus," kata Zaenur kepada wartawan dikutip pada Senin (3/6/2024).

Zaenur pun menyinggu kasus dugaan korupsi izin pertambahan timah PT Timah yang telah menjerat 22 tersangka dengan kerugian negara Rp 300 triliun, dimana salah satu tersangkanya dijerat pasal merintangi penyidikan (obstruction of justice).

Maka dia mendorong agar Kejagung tak tebang pilih mengusut kasus tersebut. "Saya berharap semua yang terlibat, khususnya yang menjadi person-person pengendali atau otak pengendali bisnis timah secara ilegal ini dapat diproses," harapnya.

Kalau hanya di level bawah atau menengah, tegas dia, itu artinya perkara itu belum tuntas. "Mungkin sama kaya kasus BTS yah, kalau kasus BTS udah jalan jauh tapi ternyata belum banyak yang diproses," cetusnya.

16 tersangka 
Sepanjang tahun 2023, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus ini, di antaranya eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate. 

Penetapan tersangka dilakukan Kejagung pertama kalinya pada awal Januari 2023. 

Saat itu, tiga tersangka yang ditetapkan yakni eks Direktur Utama Bakti Kemkominfo Anang Achmad Latif (AAL); Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak (GMS); dan Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020. 

Pada akhir Januari 2023, Kejagung menetapkan Mukti Ali (MA) yang menjabat Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment sebagai tersangka. 

Setelahnya, Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy sebagai tersangka pada awal Februari. Setelah dikembangkan, Kejagung pun menetapkan Johnny Plate yang kala itu menjabat Menkominfo sebagai tersangka pada pertengahan Mei. 

Johnny menjadi tersangka karena menjadi pemegang jabatan menteri dan pengguna anggaran. Dia juga diduga memperkaya diri sendiri dengan menerima aliran dana dari proyek pembangunan BTS 4G. 

Di bulan yang sama, Direktur Utama PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Mei 2023. 

Bulan Juni, Kejagung menetapkan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki diumumkan sebagai tersangka. 

Tiga bulan setelahnya, di September, sebanyak empat tersangka baru ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemmy Sutjiawan (JS); Elvano Hatorangan (EH) selaku pejabat pembuat komitmen proyek BTS 4G di Kominfo. 

Kemudian, Muhammad Feriandi Mirza (MFM) selaku Kepala Divisi Lastmile atau Backhaul Bakti Kominfo; dan Walbertus Natalius Wisang (WNW), tenaga ahli Kominfo. 

Pada Oktober, Komisaris Utama PT Laman Tekno Digital Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) alias Edward Hutahaean (EH) dan Sadikin Rusli selaku pihak swasta ditangkap sebagai tersangka. 

Pada bulan yang sama, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) menetapkan Muhammad Amar Khoerul (MAK) selaku Kepala Human Development Universitas Indonesia sebagai tersangka Terakhir, Kejagung juga menetapkan anggota BPK Achsanul Qosasi sebagai tersangka pada 3 November 2023. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana pada 16 Oktober 2023 mengatakan bahwa dari total tersangka yang ditetapkan pihaknya dibagi ke dalam tiga klaster. 

Pertama, soal pokok atau perkara korupsi. 

Kedua, terkait dugaan aliran dana dan tindak pidana pencucian uang. 

Ketiga, upaya menghalang-halangi proses penyidikan dan persidangan. 

"(Perkara) Pokoknya adalah Pasal 2, Pasal 3. Kualifikasi perkara aliran dana itu terkait Pasal 5, Pasal 11, Pasal 12 yang tadi ya. Dan kualifikasi Pasal 21 itu adalah pasal yang menghalang-halangi penyidikan dan proses persidangan," kata Ketut. 

Johnny Plate divonis 15 tahun penjara Sebagian tersangka dalam kasus ini sudah disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.  Dalam sidang, Majelis Hakim memvonis Johnny 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. 

Selain Johnny, Bekas Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Latif divonis selama 18 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan.

Terdakwa Yohan Suryanto dijatuhi pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. 

Untuk terdakwa Irwan Hermawan divonis hukuman 12 tahun penjara dan pidana denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. 

Kemudian, terdakwa Galumbang Menak dan Mukti Ali divonis enam tahun penjara serta denda sebesar Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan. 

Sementara itu, terhadap tersangka lainnya ada yang masih dalam tahap awal persidangan di pengadilan serta diproses di tahap penyidikan oleh Kejagung. 

Kronologi kasus 
Dalam persidangan terungkap bahwa Anang bersama 3 pihak swasta disebut sengaja mengunci persyaratan lelang proyek menara BTS 4G yang dibuat tanpa kajian memadai supaya hanya bisa dimenangkan perusahaan atau konsorsium tertentu. 

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan Irwan Hermawan dan Galumbang Menak. Surat dakwaan keduanya dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (4/7/2023) lalu. 

Dalam dakwaan itu disebutkan, Anang beserta Irwan, Galumbang, serta Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali bertemu buat mengatur persyaratan pemilihan penyedia antara lain persyaratan pemilik teknologi, lisensi jaringan tertutup, dan kemitraan. 

"Dengan tujuan untuk membatasi peserta lelang dan memenangkan calon penyedia yang telah disiapkan," kata jaksa penuntut umum saat membacakan surat dakwaan. 

Keempat orang itu kemudian sepakat buat memenangkan sejumlah perusahaan dalam proses lelang proyek itu. 

Para perusahaan yang sudah diatur buat memenangkan lelang adalah PT. Telkominfra, PT. Multi Trans Data (MTD) dan Fiberhome, PT. Lintas Arta, PT. Huawei dan PT. Surya Energy Indotama (PT.SEI) dan PT. Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT. ZTE Indonesia. 

"Padahal persyaratan tersebut tidak ada kajian teknisnya," kata jaksa. 

Dalam dakwaan juga disebutkan, Irwan beserta Anang dan Galumbang juga menentukan kriteria pemilihan penyedia yang mengarah pada penyedia tertentu yang kemudian menjadi pemenang. 

Pengerjaan proyek itu dibagi ke dalam 5 paket yang sudah ditentukan pemenangnya. Pertama adalah konsorsium Fiber Home PT Telkominfra dan PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk pengerjaan paket 1 dan 2. 

Kemudian, konsorsium PT Lintas Arta, PT Huawei dan PT Surya Energy Indotama (SEI) mengerjakan paket 3. 

Lalu konsorsium PT Infra Struktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan PT ZTE Indonesia mendapatkan paket 4 dan 5.

"Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah? Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor". (wan)