Lewat Proyek Fiktif Saja, Telkomsigma Rugikan Negara Ratusan Miliar Rupiah - 'Mentang-mentang Milik Negara Seenaknya Saja'

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 3 Juni 2024 09:15 WIB
PT Sigma Cipta Caraka/Telkomsigma (Foto: Istmimewa)
PT Sigma Cipta Caraka/Telkomsigma (Foto: Istmimewa)
Jakarta, MI - Lagi-lagi, anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) tersangkut kasus dugaan korupsi proyek fiktif. Tak tanggung-tanggung, kali ini proyek fiktif di PT Sigma Cipta Caraka/Telkomsigma mencapai ratusan miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut modus dalam dugaan rasuah pengadaan barang dan jasa merupakan permainan kotor melalui proyek fiktif. “Financing-lah (modusnya). Proyek financing, tetapi, enggak ada kerjaannya, kerjaannya fiktif,” ujar Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK belum lama ini.

Hitungan kerugian negara ratusan miliar itu masih dugaan awal. Sebab, hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum diserahkan ke KPK.

Kasus dugaan rasuah proyek fiktif yang menyelemuti PT Telkom ini bukan pertama kali terjadi. Catatan Monitorindonesia.com, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga sebelumnya mengusut kasus dugaan korupsi rekayasa proyek fiktif yang dilakukan oleh PT Sigma Cipta Caraka (SCC) periode tahun 2016-2018. 

Kasus korupsi itu soal proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT Graha Telkom Sigma Tahun 2017 sampai dengan 2018. Adapun pembangunan itu bernilai Rp354.335.416.262.

Perkara tersebut pun sudah ditingkatkan pengusutannya dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus ini telah menyeret sejumlah tersangka yakni Agus Herry Purwanto (AHP) selaku Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi, Taufik Hidayat (TH) selaku mantan Dirut PT Graha Telkom Sigma. Kemudian, Heri Purnomo (HP) selaku mantan Direktur Operasi di PT Graha Telkom Sigma, Tejo Suryo Laksono (TSL) selaku Head of Purchasing PT Graha Telkom Sigma.

Lalu, Rusjdi Basamallah (RB) selaku Direktur Utama PT Wisata Surya Timur, Judi Achmadi (JA) selaku mantan Dirut PT Sigma Cipta Caraka, Bakhtiar Rosyidi (BR) selaku Direktur Utama PT GTS periode 2014 sampai dengan September 2017 dan Direktur Utama (Dirut) PT Prima Karya Sejahtera Syarif Mahdi (SM).

Sementara kasus korupsi yang kini diusut KPK terus menjadi sorotan. Apalagi KPK telah mencegah 6 orang ke luar negeri, yakni  mantan EVP PT Telkom, Siti Choirina; mantan Direktur Utama PT Telkom Infrastruktur, Paruhun Natigor Sitorus; pemilik PT Telemedia Onyx Pratama, Tan Heng Lok; Direktur Operasi PT Mitra Buana Komputindo, Natalia Gozali; Direktur PT Asiatel Globalindo, Victor Antonio Kohar; dan Direktur PT Erakomp Infonusa, Fery Tan.

Kerapnya Telkom terseret kasus korupsi ini dinilai pengamat hukum pidana sebagai momentum bersih-bersih oknum koruptor di perusahaan pelat merah itu. 

"BUMN harus dibersihkan dari oknum-oknum koruptor, tetapi yang terpenting juga diperbaiki secara sistemik. Karena nentang-mentang BUMN yang sahamnya milik negara, para pelaku ini seenaknya tidak ada beban khawatir dipecat atau dihukum didiplin karena pemiliknya negara," kata Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti kepada Monitorindonesia.com, Senin (3/6/2024).

Pakar Hukum Pidana Universitas Tri Sakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Ist)
Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI)

Oleh karena itu, dia menegaskan, harus dikembangkan secara sistematik, BUMN harus menjadi institusi bisnis murni yang jika tidak tercapai target sekain pimpinannya dipecat juga karyawan pendukungnya dihukum denda. 

"Intinya harus ada pengawasan sistemik supaya pegawai dan pengelola BUMN tidak seenak seenaknya saja," tandasnya.

Adapun dugaan korupsi di Telkom ini sempat trending di medsos usai direksi diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi PT SCC. Dari pantauan di platform X (Twitter), perbincangan warganet mengenai isu ini relatif banyak. 

Sejumlah netizen mendorong KPK untuk mengusut kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di PT SCC 2017-2022. Seperti akun @SariCarminho yang berkomentar "usut tuntas kasus Korupsi Telkom agar semuanya menjadi jelas".

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri belum lama ini menyatakan, pengadaan di Telkomsigma diduga melibatkan pihak ketiga sebagai makelar. 

Menurutnya, pengadaan kerja sama diduga fiktif dengan modus penyediaan financing untuk proyek data senter. Pihak Telkom menyatakan akan patuh terhadap proses hukum. Telkom akan mengikuti semua proses hukum yang tengah berjalan, sesuai hukum berlaku.

Temuan BPK: Kerugian Negara Rp 459 miliar
Sebelumnya pada kasus terpisah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengumumkan temuan dugaan kerugian di  PT Telkom Indonesia Tbk akibat memberikan pembiayaan atau bridge financing kepada anak usaha PT PINS pada 2018.

Hal tersebut terungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2023 BPK yang dipublikasikan Desember 2023. BPK menyatakan Telkom belum menerima pengembalian pokok, bunga, dan denda sampai dengan Desember 2022 sebesar Rp459,29 miliar dari PT PINS atas pinjaman melalui bridge financing tahun 2018. 

BPK menyatakan PT PINS belum memperoleh pembayaran dari customer atas penjualan e-voucher dan handset pada program new sales broadband tahun 2019 dengan sisa piutang sebesar Rp295,60 miliar.

Untuk diketahui bahwa PT PINS ini terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa senilai Rp 236 miliar yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat.

Elisa Danardono, Senior Sales Spesialis PT Telkom Telstra, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut pada September 2023 lalu.

Peran Elisa adalah sebagai perantara antara Divisi Enterprise Service PT Telkom dan PT Quartee Technologies. Dia juga diduga terlibat dalam merancang pengadaan barang yang bersifat fiktif dan menerima keuntungan sebesar Rp 1 miliar.

Selain PT PINS, PT Interdata Teknologi Sukses, PT Telkom Telstra, dan PT Infomedia Nusantara juga diduga terlibat.

Dalam kasus tersebut, Kejari Jakarta Barat juga telah melakukan penggeledahan di kantor PT Quartee Technologies dan PT Haka Luxury Indonesia di Kompleks Taman Semanan Indah, Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat.

Penggeledahan itu dilakukan pada 27 Juli 2023 sebagai bagian dari penyidikan terkait dugaan korupsi di anak usaha perusahaan pelat merah itu.