Polwan Bakar Suami di Mojokerto, Azmi Syahputra Dorong Pidana Pembunuhan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Juni 2024 20:05 WIB
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra (Foto: Dok MI)
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kasus Polwan Briptu FN yang tega membakar suaminya Briptu Rian Dwi Wicaksono (RDW) telah menjadi sorotan. Kabarnya, Polwan tersebut lolos dari jeratan pasal pembunuhan.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menegaskan bahwa kasus Polwan bakar suami anggota Polisi itu bukan semata kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) namun dapat pula diterapkan tindak pidana pembunuhan, dalami fakta dan motif.

Menurut Azmi sapaannya, tindakan kekerasan dalam rumah tangga hingga menyebabkan korban meninggal dunia termasuk kualifikasi penganiayaan yang berakibat mati, memang masuk dalam kualifikasi tindak pidana khusus KDRT. 

Tentu hal ini dilakukan dengan kesengajaan (opzet) untuk menganiaya korban untuk itu perlu ditelaah motif pelaku melakukan hal tersebut.

"Dalam kasus mengakibatkan matinya korban anggota Kepolisian dan pelakunya juga anggota polwan di asrama Polisi Mojokerto ini, semestinya penyidik tidak hanya menerapkan Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT atas tindak pidana KDRT yang mengakibatkan matinya korban, melainkan dapat pula dikenakan dengan ancaman pidana Pembunuhan dalam KUHP," kata Azmi begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin (10/6/2024).

Tinggal nanti diperlihatkan, mana yang lebih tepat memenuhi unsur Pasal 338 KUHP atau Pasal 340 KUHP, dengan kesesuaian fakta dan bukti berdasarkan hasil penyidikan polisi, apakah corak perbuatan pelaku masuk dalam kategori pembunuhan berencana atau pembunuhan biasa. 

Unsur delik ini, lanjut Sekjen Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) itu, akan melihat rangkaian tindakan kekerasan fisik yang menyebabkan hilangnya nyawa korban itu dilakukan seketika berupa emosi sesaat.

"Atau memang ada rencana lebih dulu termasuk alat sarana yang persiapan yang sanskinya berbeda dari pembunuhan biasa maksimal 15 tahun dan pembunuhan berencana dapat dikenakan hukum mati bagi pelaku," tandas Azmi.

Secara terpisah, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti juga mendorong agar setiap satuan Polres memiliki fasilitas konsultasi psikolog sebagai bentuk pembinaan mental personel.

“Kami juga berharap di Polres-polres disediakan konsultasi psikologi agar anggota yang membutuhkan dapat segera berkonsultasi. Hal ini penting guna perawatan jiwa anggota,” tutur Poengky saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Senin (10/6/2024).

Sebab, Poengky menyebut bahwa Polisi tetaplah manusia biasa yang tetap memiliki perhatian terhadap kondisi psikis dan mentalnya. Agar dapat menjalankan tugas dengan baik.

“Polisi juga manusia, bukan Superman atau Superwoman, yang membutuhkan perhatian dan perawatan bagi jiwa mereka agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik,” beber dia.

Sebelumnya, Briptu FN, Polisi Wanita (Polwan) yang diduga membakar suaminya Briptu Rian Dwi Wicaksono (RDW) disebut mengalami trauma yang mendalam atas kejadian tersebut. Dia bahkan disebut sempat meminta maaf pada sang suami saat masih hidup.

Trauma yang dialami oleh Briptu FN ini disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kombes Pol Dirmanto. Ia menyatakan, saat ini Briptu FN yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tengah mengalami trauma mendalam.

"Yang bersangkutan saat ini Briptu FN yang selaku tersangka yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka masih trauma mendalam terkait dengan peristiwa itu," katanya, Minggu (9/6/2024).

Dia menambahkan, saat peristiwa itu terjadi, tersangka lah yang disebutnya menolong korban dan membawanya ke rumah sakit dibantu oleh para tetangga. Sesampainya di rumah sakit itu lah, tersangka semat meminta maaf pada sang suami atas perilakunya ini.

"Jadi FN ini juga mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menolong yang bersangkutan membawa ke rumah sakit dibantu oleh beberapa tetangga. Sampai rumah sakit, FN juga minta maaf kepada sang suami atas perilaku ini," kata Dirmanto.

Meski berstatus sebagai tersangka, Briptu FN saat ini tengah mendapatkan trauma healing dari Polda Jatim akibat trauma yang dialaminya.

"Sekarang sedang ditangani dan sedang difasilitasi untuk trauma healing Polda Jawa Timur. Kemudian juga kita melibatkan psikiatri untuk menangani kasus ini. Ini kita prihatin betul terhadap kejadian ini," tukasnya.