Teruntuk KPK! Kalau Mau Tangkap Harun Masiku, Tangkap Saja, Dekat Pemilu Kok Kencang Lagi?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Juni 2024 21:53 WIB
Pegiat antikorupsi mengenakan topeng Harun Masiku dalam unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024)
Pegiat antikorupsi mengenakan topeng Harun Masiku dalam unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024)

Jakarta, MI - Di mana Harun Masiku bersembunyi? Dan siapa yang menyembunyikannya? Pertanyaan yang hampir semua dibenak masyarakat.

Pada 9 Januari 2020 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menetapkan empat orang tersangka, termasuk Harun Masiku sebagai pemberi suap dalam kasus korupsi di KPU. Keberadaan Harun tidak diketahui.

Pada tanggal 13 Januari 2020, Ditjen Imigrasi Kemenkumham menyampaikan Harun keluar dari Indonesia ke Singapura pada 6 Januari 2020. Dia telah masuk DPO yang ditindaklanjuti dengan permohonan bantuan ke Interpol untuk memulangkan Harun dari luar negeri.

Kemudian, tanggal 16 Januari 2020, Menkumham Yasonna Laoly menyatakan Harun masih berada di luar negeri sejak 6 Januari 2020. 22 Januari 2020, Ditjen Imigrasi Kemenkumham menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada tanggal 7 Januari 2020.

Tanggal 28 Januari 2020, Dirjen Imigrasi, Ronny F Sompie diberhentikan buntut kejanggalan informasi keberadaan Harun Masiku. Ada yang menyebut dia berada di luar negeri yakni Malaysia dan Kamboja.

Pada Agustus 2023, Kepala Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, Inspektur Jenderal Krisna Murti, menyebut Harun masih berada di Indonesia merujuk pada data lintas negara yang ditemukan.

Meski sempat pergi ke Singapura pada tanggal 16 Januari 2020 atau dua pekan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, tapi dia disebut kembali ke Indonesia keesokan harinya.

Krisna juga mengatakan politikus PDI Perjuangan tersebut belum berganti kewarganegaraan atau identitas setelah menjadi buronan Interpol.

Harun Masiku disebut berpindah-pindah lokasi persembunyiannya. Beberapa tempat yang diduga pernah ditempati Harun Masiku adalah apartemen di Makassar; sebuah rumah di Depok, Jawa Barat; dan perumahan mewah di Tangerang, Banten.

Apa yang terbaru kasus ini di KPK?
Lembaga anti rasuah yang sempat dinahkodai Firli Bahuri ini memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjerat mantan calon anggota legislatif PDIP itu pada Senin (10/6/2024).

Pemeriksaan ini untuk mengonfirmasi temuan terbaru penyidik soal keberadaan Harun.

Sebelumnya, tim penyidik sudah mengorek informasi tersebut kepada sejumlah saksi seperti pengacara Simeon Petrus pada Rabu (29/5/2024) hingga mahasiswa atas nama Hugo Ganda dan Melita De Grave di akhir Mei lalu.

Mereka diminta keterangan seputar pihak-pihak yang diduga menyembunyikan dan melindungi Harun Masiku dan adanya upaya untuk menghambat pencarian. "Informasi yang didalami lebih jauh hampir sama semua, terkait informasi yang KPK terima mengenai keberadaan Harun Masiku yang diduga ada pihak yang mengamankan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama empat jam, Hasto mengaku bertatap muka dengan penyidik hanya selama sekitar 1,5 jam tapi belum masuk ke pokok perkara.

Dia malah menyebut keberatannya soal penyitaan tas dan ponselnya oleh penyidik karena dianggap tidak berdasar pada KUHAP.

Selain itu Hasto merasa keberatan lantaran tak didampingi pengacara saat proses pemeriksaan.

Oleh sebab itu, dia meminta agar pemeriksaan Senin (10/6/2024) ditunda dan dijadwalkan ulang sembari menjamin dirinya akan hadir memenuhi panggilan penyidik pada jadwal yang ditetapkan nanti.

"Saya di dalam ruangan yang sangat dingin hampir sekitar empat jam dan bersama penyidik face to face paling lama 1,5 jam sisanya ditinggal kedinginan. Kemudian ada handphone yang disita, dan saya menyatakan keberatan atas penyitaan tersebut," kata anak buah Megawati Soekarnoputri itu.

Sementara itu, Ronny Talapessy selaku pengacara Hasto, mengklaim kliennya tidak terkait dengan kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku. Ia berkata, semua putusan persidangan dari pengadilan tingkat pertama hingga kasasi tidak menyebut Hasto terlibat kasus suap tersebut.

"Dalam putusan pengadilan menyampaikan tidak ada kaitan dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto antara para tersangka dengan Hasto, ini perlu digaris bawahi," katanya di Gedung KPK Jakarta.

Kuasa hukum lainnya, A. Parta M. Zen menambahkan, saksi-saksi dan alat bukti telah diperiksa di persidangan dalam perkara tiga terdakwa lain. Antara lain Saiful Bahri, Wahyu Setiawan, dan Agustinus Tio.

Ketiganya disebut tidak ada keterlibatan dengan Hasto. Oleh karenanya dia mengeklaim sikap Hasto yang memenuhi panggilan KPK adalah menjadi bukti ketaatan pada hukum.

Dalam satu Minggu ketangkap?
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Alexander Marwata mengklaim bahwa pihaknya sudah mengetahui keberadaan buronan tersangka kasus dugaan suap, Harun Masiku.

"Saya pikir sudah, penyidik [tahu posisi Harun Masiku]. Mudah-mudahan saja dalam satu minggu ketangkap. Mudah-mudahan," kata Alex usai rapat di Komisi III DPR, Selasa (11/6/2024) sekaligus membantah tudingan pemeriksaan terhadap Hasto Kristiyanto bernuansa politis. 

Menurut Alex, pimpinan KPK tak pernah menerima intervensi dari pihak luar untuk mengusut kasus tersebut yang telah berjalan sejak empat tahun terakhir.

"Enggak ada yang menghubungi satu pun pimpinan di antara empat, dan saya sudah tanya apakah ada perintah dari siapa pun pihak di luar? 'enggak ada Pak Alex'," tegas Alex.

Soal pemeriksaan terhadap Hasto, lanjut Apex, hanya bagian dari prosedur biasa karena penyidik sempat mendengar posisi keberadaan Harun Masiku di Jakarta.  Atas hal itu, pihaknya mencoba meminta keterangan terhadap pihak-pihak yang bersangkutan.

"Kebetulan mungkin, karena kan yang bersangkutan posisinya sedang tidak ketahuan, ada informasi. Misalnya, sudah terkecoh di Jakarta, kan gitu kan, sehingga apa muncul lagi, pemeriksaan saksi-saksi lagi," katanya.

Gimik semata! Kalau mau tangkap, tangkap saja!
Sejumlah pegiat antikorupsi ragu KPK serius menangkap Harun Masiku yang sudah empat tahun masuk dalam daftar pencarian orang.

Mantan penyidik KPK, Praswad Nugraha, misalnya. Dia mengatakan pemeriksaan terhadap Hasto yang diklaim ditujukan untuk mencari keberadaan Harun sebagai sandiwara atau gimik semata.

Sebab jika KPK betul-betul serius ingin menangkap buronan itu bisa langsung dilakukan dengan cepat dengan perangkat yang dimiliki.

"Sekarang kita seperti dipertontonkan gimik-gimik, tontonan pemeriksaan, ada mahasiswa diperiksa, Hasto hari ini diperiksa. Saya pikir kalau mau ditangkap, tangkap saja. Jangan seolah-olah menunjukkan upaya keseriusan tapi lagi-lagi hasilnya nihil," ungkap Praswad dikutip pada Selasa (11/6/2024).

"Ini kan kasus yang terang benderang, kalau Harun Masiku kabur lalu kenapa Hasto tidak diperiksa saat dia kabur? Kenapa harus hari ini? Jadi pertanyaannya KPK serius atau tidak serius? Bukan bisa atau tidak bisa," tambahnya.

Praswad bilang, sedari awal kepemimpinan Firly Bahuri hingga sekarang tidak terlihat keseriusan KPK menangkap Harun. Itu berdasarkan pengalamannya masuk dalam tim pengejaran Harun pada Januari tahun 2020 silam. Kala itu, katanya, proses penerbitan DPO untuk Harun dipersulit dan tidak didukung penuh oleh Firli.

Kemudian saat operasi tim penyidik KPK membuntuti Harun terdeteksi di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan, tim KPK yang singgah di masjid kompleks PTIK malah ditangkap petugas provost pengamanan PTIK.

Bahkan belakangan tim penyidik kasus Harun Masiku akhirnya dinonaktifkan karena dianggap tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). "Jadi kami sudah melewati semua, teman-teman IM57+ termasuk ketua tim satgas yaitu Harun Al Rasyid berkali-kali menyampaikan bila perlu pagi itu kami diaktifkan kembali, sore bisa ditangkap [Harun Masiku]. Karena tim pengejaran waktu itu dinonaktifkan semua dan di-TWK-kan semua," bebernya.

Kalau hari ini ditanya apakah KPK serius? Dilihat saja dari peristiwa kemarin, yang menurut dia sampai saat ini belum ada itikad keseriusan. "Kalau mau tangkap, tangkap saja jangan dibiarkan terus-terusan jadi komoditas politik, begitu dekat pemilu kencang lagi, kalau tidak ada gonjang ganjing politik hilang kasusnya," jelasnya.

Itu mengapa dia tidak yakin pimpinan KPK periode sekarang bakal menangkap Harun Masiku. Padahal lembaga antirasuah tersebut, ungkapnya, punya kemampuan mumpuni memburu buronan. 

Ia berkaca pada kasus penangkapan mantan Bendahara Umum Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang terjerat kasus korupsi wisma atlet pada 2011. "Enggak ada kendala [menangkap buronan], selama ini sampai keluar negeri, terakhir Nazaruddin sampai ke Argentina. Berkali-kali ke Singapura atau Kuala Lumpur, Amerika Latin. Tinggal mau atau tidak?"

Pendapat yang sama juga diutarakan peneliti pusat kajian antikorupsi UGM, Zaenur Rohman. Baginya pemeriksaan Hasto di tengah situasi politik mulai bergeser di mana PDIP tidak lagi menjadi partai pendukung pemerintah, menjadi tanda tanya besar.

Sebab dari sisi teknis, menurutnya, kewenangan KPK mengejar tersangka tidak ada yang berubah meskipun ada perubahan di UU KPK. "Kenapa baru diperiksa lagi sekarang? Ada apa? Apakah ini murni terkait aspek penyidikan karena ada informasi baru, ataukah terkait dengan politik?" jelas Zaenur.

Zaenur melihat kasus Harun Masiku menjadi rumit karena proses penegakan hukumnya berkelindan dengan aspek politik dan aktor politik yang masih berkuasa.

Maka, katanya, jika sekarang KPK memeriksa Hasto publik berharap terus dilanjutkan dan tidak tanggung-tanggung mengungkap sampai tuntas siapa pihak yang melindungi Harun Masiku. "Jangan pemeriksaan hari ini untuk menekan atau bargaining politik," tandasnya.

Kasus apa yang menjerat Harun Masiku?
Harun Masiku merupakan politikus PDI Perjuangan. Dia terseret kasus suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

Perkara bermula ketika caleg PDIP Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal dunia. KPU memutuskan perolehan suara Nazaruddin, yang merupakan suara mayoritas di dapil tersebut, dialihkan ke caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia. Akan tetapi, Rapat Pleno PDIP menginginkan agar Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin.

PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung. Mereka bahkan menyurati KPU agar melantik Harun. Namun KPU berkukuh dengan keputusannya melantik Riezky. Suap yang diberikan kepada Wahyu diduga untuk mengubah keputusan KPU tersebut.

Wahyu Setiawan diduga meminta duit Rp900 juta untuk mengegolkan Harun Masiku, melalui mekanisme pergantian antarwaktu di KPU. Wahyu juga diduga menerima Rp200 juta dan Rp400 juta dalam bentuk dollar Singapura dari Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, melalui orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fridelina Sitorus.

Saeful dan Donny adalah kader PDIP. KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan atau OTT pada 8 Januari 2020. Ada delapan orang yang ditangkap dalam operasi senyap itu. Empat orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Harun Masiku dan Wahyu Setiawan.

Dua tersangka lainnya yaitu eks Anggota Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan kader PDIP Saeful Bahri.