Kasus E-KTP, KPK Cegah Eks Anggota DPR Miryam Haryani ke Luar Negeri

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 13 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Eks anggota DPR Miryam S Haryani. [Foto: Repro Antara]
Eks anggota DPR Miryam S Haryani. [Foto: Repro Antara]

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencegahan ke luar negeri, kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi terhadap eks anggota DPR Miryam S Haryani (MSH). Pencegahan tersebut, terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Pencegahan terhadap Miryam berlaku sejak 30 Juli 2024. Pencegahan tersebut sebagaimana tertuang, dalam surat keputusan pimpinan KPK Nomor 983 Tahun 2024.

“Berlaku 6 bulan ke depan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Selasa (13/8/2024).

Miryam diketahui, sudah menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik KPK terkait kasus e-KTP, Selasa (13/8/2024). 

Berdasarkan pantauan, Miryam terlihat keluar meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta sekitar pukul 16.50 WIB. Awak media yang meliput mencoba menanyakan terkait materi pemeriksaan kali ini.

Hanya saja, Miryam hanya bungkam kepada awak media. Dia memilih langsung berupaya meninggalkan lokasi.

Sebelumnya, Tessa menyampaikan pemeriksaan Miryam untuk mendalami pengetahuannya soal pengadaan e-KTP. Miryam dinilai memiliki informasi, yang dibutuhkan penyidik untuk mengusut kasus tersebut.

“Hari ini yang bersangkutan diperiksa dan didalami terkait pengetahuan yang bersangkutan seputar pengadaan e-KTP,” ujarnya.

Sebagai informasi, KPK memproses hukum sejumlah pihak terkait kasus korupsi proyek e-KTP pada Agustus 2019. Mereka antara lain, mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara yang juga ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, serta Dirut PT Shandipala Arthaputra Paulus Tanos.

Proses hukum terhadap mereka, merupakan pengembangan dari perkara yang sama, yang telah menjerat tujuh orang yang sudah dinyatakan bersalah atas korupsi proyek tersebut.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Miryam. Majelis hakim menyatakan Miryam terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan kasus korupsi e-KTP.

Miryam terbukti melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Vonis terhadap Miryam ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntutnya dihukum 8 tahun penjara.