Dugaan Gratifikasi Kaesang: Jangan hanya Pakai UU KPK dong, Pakai juga UU 28/1999 tentang KKN!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 September 2024 14:31 WIB
Ahli Hukum Pidana UI, Chudry Sitompul (Foto: Dok MI)
Ahli Hukum Pidana UI, Chudry Sitompul (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan telah membatalkan permintaan klarifikasi terhadap Kaesang Pangarep terkait dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi.

Tetapi, menurut pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul KPK memiliki kewenangan meminta keterangan suami dari Erina Gudono terebut. 

Posisi Kaesang, ungkap Chudry, sebagai seorang anak presiden membuat KPK bisa memanggilnya.  

Dijelaskannya, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 soal Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menurut dia, presiden, istri dan anaknya masuk dalam kategori pihak yang tidak boleh menerima gratifikasi. 

“Jangan hanya pakai UU KPK dong, pakai juga UU 28 tahun 1999 tentang KKN,” kata Chudry kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (7/9/2024).

Dalam penjelasan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tindak pidana KKN tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar-penyelenggara negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha.

Dengan demikian, KPK sangat bisa memeriksa Kaesang Pangarep yang juga Ketum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.

“Jadi sangat bisa KPK minta klarifikasi dari Kaesang, bisa tidak dia membuktikan kalau fasilitas itu diupayakannya sendiri, tidak dari pemberian,” tandas Chudry.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan penerimaan gratifikasi.

Ghufron mengatakan bahwa pertimbangan penerimaan gratifikasi sifatnya adalah pelaporan dari penyelenggara negara seperti bupati dan gubernur.

Jika seorang penyelenggara negara menerima gratifikasi, yang bersangkutan wajib melaporkannya ke KPK untuk diperiksa dan ditentukan apakah gratifikasi tersebut dirampas atau diserahkan kembali pada penerima.

"Yang Anda tanyakan tadi yang bersangkutan (Kaesang) bukan penyelenggara negara sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan," ujar Ghufron, Kamis kemarin.

Ia menegaskan bahwa KPK tidak ada pembatalan mengenai klarifikasi atas dugaan gratifikasi menerima fasilitas jet pribadi yang melibatkan anak bungsu Presiden RI Joko Widodo itu.

"Jadi, kalau kemudian dikait-kaitkan dengan pihak-pihak yang lain, itu sekali lagi dalam prosedur KPK, di Undang-Undang KPK, sifatnya KPK itu pasif," kata Ghufron.

Jika kemudian itu terbukti gratifikasi di beberapa tahun mendatang, pihak tersebut sudah bebas dari Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Ketika ditanya mengenai penggunaan jet pribadi Wali Kota Medan Bobby Nasution, Ghufron kembali menegaskan bahwa KPK bersifat pasif, dan menerima laporan dari penyelenggaraan negara. 

"Misalnya, Anda bupati, Anda wali kota, itu Anda yang laporan kepada kami. Kami yang periksa, bukan kami yang mendatangi, ini gratif," kata dia. 

Kaesang bersama istrinya Erina Gudono mendapat banyak sorotan di media sosial belakangan ini, salah satunya mengenai dugaan keduanya menggunakan jet pribadi ketika melakukan perjalanan ke Amerika Serikat.

Topik:

KPK Gratifikasi Kaesang KKN