Bocorkan Kecurangan, Operator Alat Berat Pengendali Banjir Mulai Diteror Oknum PNS Dinas SDA DKI Jakarta

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Januari 2023 16:29 WIB
Jakarta, MI - Operator alat berat pengendali banjir kabarnya mulai diteror oleh oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) Sumber Daya Air DKI Jakarta. Hal itu menyusul reportase wartawan Monitor Indonesia yang mengungkap tabir distribusi BBM yang selalu berkurang dari takaran kebutuhan sehari harinya dari 100 liter/hari untuk 6 jam kerja. Kemudian soal keluhan para operator alat berat milik UPT Dinas Sumber Daya Air Prov DKI Jakarta menyangkut gaji yang berbeda jauh dengan gaji operator alat berat milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Kepala UPT Alkal Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Yoserizal pun terkesan menghindar ketika Monitor Indonesia mencoba menghubunginya di Pinang Ranti Jakarta Timur, sekitar pukul 13.00 WIB. Satuan Pengamanan (Satpam) yang berjaga dipintu masuk dengan ramahnya bertanya "Hendak ketemu siapa pak?," Lantas petugas keamanan itu menuju ruangan kepala UPT setelah Monitor Indonesia menjelaskan hendak konfirmasi dengan Kepala UPT Alkal Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Yoserizal. Beberapa saat kemudian petugas keamanan itu keluar dari ruangan Kepala UPT Alkal Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Yoserizal. "Maaf pak ternyata bapak tidak ada didalam. Gak tau tadi keluar kali," ujarnya Atas hal itu, dia menyarankan Monitor Indonesia agar datang lagi dilain waktu. Kadis SDA DKI Jakarta, Yusmada yang dikonfirmasi lewat wathsAppnya pun juga tidak merespons sama sekali. Sementara itu, dikalangan operator alat berat berkembang kabar bahwa, pejabat dari UPT Alkal sedang mencari-cari sumber informasi wartawan Monitor Indonesia. Salah satu operator alat berat yang enggan disebutkan namanya menceritakan, baru-baru ini memang ada seseorang PNS dari Alkal diperintahkan untuk mencari tahu siapa operator yang membocorkan ini ke wartawan Monitor Indonesia. "Kami takut terjadi apa apa pak..mungkin juga kami akan dipecat gara gara berita bapak itu," katanya. Untuk itu, para operator ini meminta perlindungan dari Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. "Kami mohon diperhatikan Pak Gubernur. Kami tidak minta sesuatu yang berlebihan, kami hanya minta perhatian yang layak dan kenyamanan," katanya penuh harap. Sebelumnya, diberitakan media Monitor Indonesia yang sempat diekspos pada beberapa waktu lalu dengan judul berita "Ungkapan Hati Operator Alat Berat Pencegah Banjir Ibu Kota Ditengah Kemewahan Pejabat Dinas SDA DKI Jakarta". Terik matahari begitu menyengat kulit di salah saru pinggir Kali di kawasan Cipayung Jakarta Timur pada Kamis (12/1) kemarin. Maklum waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB, dimana setiap pekerja baru selesai makan siang kemudian dilanjutkan dengan ngopi sebelum memulai aktivitas selanjutnya. Di hamparan lumpur yang baru diangkat dari Kali, tampak seorang operator backhoe duduk termenung. Operator alat berat itu namanya Jamal umur 54 tahun. Wartawan Monitor Indonesia sengaja menyamarkan nama Jamal dengan alasan kenyamanan agar dia tidak dipecat dari pekerjaanya oleh Unit Alkal, Dinas Tata Air (SDA) Pemprov DKI Jakarta. Jamal yang asli Betawi itu, saat disambangi Monitor Indonesia sedang sendiri. Dia memesan kopi seharga Rp 3 ribu dari pedagang keliling dan duduk diatas Backhoe. Di depannya tampak mie instan yang diseduh dengan air panas dan siap untuk dilahap. Jamal mengatakan, sudah 14 tahun bekerja sebagai operator hexavator di Unit Alkal Dinas Tata Air Jakarta. Sehari dia minimal harus mengangkat lumpur dan membersihkan Kali selama 6 jam. Ia mulai bekerja dari jam 8 pagi hingga pukul 16 sore. Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta dan para pejabat Pemprov DKI yang memiliki kekayaan yang puluhan miliar rupiah, Jamal mengaku tak terlalu silau. Dia hanya ingin setidaknya gajinya cukup untuk memenuhi kebituhan makan keluarganya. Sebagaimana diketahui, Kadis Sumber Daya Air Pemprov DKI Jakarta saat ini Yusmada Faizal memiliki kekayaan lebih dari Rp 16 Miliar lebih, sesuai laporan LHPKN ke KPK baru-baru ini. Kembali ke Jamal, dirinya yang bekerja di sejumlah titik untuk mengeruk Kali hanya dapat gaji kotor Rp 5,3 juta per bulan. Belum lagi dipotong pajak dan lain-lain tentu jumlah yang diterima akan semakin kecil. Belum lagi, gaji sering terlambat dibayarkan unit UPT Alkal yang menjadi naungan dimana lebih dari 200 operator hexavator bekerja mengeruk lumpur di sejumlah kali. (Tim)