Janggal! Pakar Hukum Dorong Polri Buka Lagi Kasus Kebakaran Gedung Kejagung yang Ditangani Ferdy Sambo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Februari 2023 14:16 WIB
Jakarta, MI - Kasus kebakaran Gedung Kejagung atau Kejaksaan Agung RI menyeruak kembali pasca divonisnya terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo dengan pidana mati. Kebakaran itu tejadi pada tanggal 22 Agustus 2020 silam, yang mana pada saat itu ditangani oleh Ferdy Sambo. Kebakaran ini itu terjadi pasca penangkapan terpidana kasus korupsi hak tagih (cassie) Bank Bali, Djoko Tjandra yang dijemput oleh aparat kepolisian di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020) lalu. Djoko Tjandra tak sendirian, namun Jaksa Pinangki ikut ditangkap. Namun ia telah bebas pada tahun lalu. Lima tersangka dalam kasus ini salah satunya adalah buruh bangunan. Disebutkan bahwa bara api penyebab kebakaran berasal dari puntung rokok milik para tukang bangunan tersebut. Salah satu mantan narapidana kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Imam Sudrajat pun telah buka suara perihal kasus yang menjeratnya pada Agustus tahun 2020 lalu itu. Ia bahkan buka-bukaan soal kejanggalan asal api tersebut. Namun saat dijadikan tersangka, Imam tidak terlalu memusingkannya karena fokus pada sang anak yang akan dioperasi akibat mengalami hidrosefalus di RS Fatmawati. Imam juga tidak terpikir akan dijadikan tersangka, hingga status itu resmi disandangnya. Jelas Imam merasa sedih karena menemui banyak kejanggalan dalam kasusnya, apalagi karena satu hari menjelang sidang perdananya, Imam harus mendapati sang anak meninggal dunia. Berangkat dari hal ini, pakar hukum pidana dari Unversitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mendorong Kepolisian Republik Indonesai (Polri) agar membuka kembali kasus ini. "Ini menuntut kepekaan pebegak hukum terutama Kapolri (Jenderal  Pol Listyo Sigit Prabowo) untuk membuka kembali kasus kasus ini," ujar Abdul Fickar kepada Monitor Indonesia, Selasa (21/2). Bukan hanya Kapolri, tetapi tegas dia, Komis III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI juga turut mendorongnnya. Pasalnya, Komisi III merupakan salah satu dari sebelas Komisi DPR RI dengan lingkup tugas di bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan. Dalam hal ini juga termasuk mengawasi institusi Polri. "Demikian juga petan DPR untuk mendorongnya. Jika memang ada bukti bukti yang kuat, saya kira sebuah peristiwa pidana harus dituntaskan, tidak perduli siapa yang tersangkut," tegasnya. "Yang pasti yang salah, harus dihukum dan yang terlanjur dihukum jika ada buki-bukti baru, bisa dibuka kembali melalui peninjauan kembali (PK)," imbuhnya. Sebelumnya, Imam Sudrajat, mengaku bekerja sebagai tukang memasang wallpaper di salah satu ruangan di Lantai 6 Gedung Kejagung Ia menceritakan saat dirinya baru bekerja di hari pertama. Saat itu IS dalam tahap pembongkaran. Lalu sore harinya, kata dia, yakni sekitar pukul 17.00 WIB, semua pekerja pulang. “Saya tinggal dalam kondisi rapi, enggak ada sampah atau lainnya. Cuma jam 7 malam saya dikabari kalau ruangan yang saya kerjakan kebakaran,” kata Imam dalam unggahan video YouTube Akuratco, seperti dikutip Monitor Indonesia, pada Minggu (19/2). Diperiksa Hal itu yang membuat Imam beserta keempat rekannya dipanggil pihak keamanan gedung untuk diinterogasi. Setelah itu mereka digiring ke Polres Jakarta Selatan. Tak hanya itu saja, Imam dan rekan-rekannya juga diperiksa oleh tim Inafis dari Mabes Polri. “Pemeriksaan satu bulan bisa dua kali, di Polres, Polda dan Mabes,” ungkap Imam. “Di situ saya merasa bersalah dan sedih (karena anak meninggal dunia). Kalau curiga ya mau curiga ke siapa, saya bingung juga," sambungnya. Imam menagku bingung. "Kalau dibilang kaget apa gimana waktu ditetapkan tersangka perasaan biasa aja," ungkapnya. “Dalam hati cuma, ‘terserah kalian lah mau ngapain’, yang penting saya fokus anak saya aja udah gitu aja. Saya masa bodoh saja sama kasus ini,” sambungnya. Soal penyebab kebakaran dari puntung rokok pekerja, padahal ia dan keempat rekannya tidak berhubungan dengan api dan listrik selama bekerja. Bukan hanya itu, Imam juga merasa janggal dengan pernyataan Sambo soal CCTV yang hangus dan tidak bisa diputar. “Yang jadi pertanyaan saya, kenapa bukti hangus enggak ditampilkan di pengadilan?” tanya Imam. CCTV Hangus Perkara CCTV hangus bukan satu-satunya hal yang memancing rasa heran Imam. Misalnya lagi perkara puntung rokok yang menjadi bukti hingga botol tinner. “Saya orang buta hukum tapi yang namanya bukti harusnya dimunculkan di sidang. Ada bukti rokok tapi rokok baru semua. Bungkusnya baru, enggak ada cacat. Botol tinner yang ditampilin botolnya utuh, padahal botol plastik. Harusnya kebakar meleleh tapi kok ini masih utuh, mulus lagi,” lanjutnya. Meski begitu, Imam mengaku sudah ikhlas dengan kasus hukum yang membelitnya. Imam sempat menjalani hukuman penjara selama 6 bulan di Rutan Cipinang pasca divonis pada Agustus 2021 lalu. Imam kemudian mendapat asimilasi dan harus menjalani wajib lapor sampai Agustus 2022. Setelah itulah dia dinyatakan bebas murni dan kini kembali menjalani kehidupannya sebagai tukang pasang wallpaper sekaligus pendamping siswa difabel di daerah Parung. #Kasus Kebakaran Gedung Kejagung