Berkaca Pada Skandal Pajak Ramayana, Jokowi Disarankan Copot Sri Mulyani

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Maret 2023 12:36 WIB
Jakarta, MI - Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (Prodem), Iwan Sumule menyarankan Jokowi segera mencopot Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dan Dirjen Pajak. Pasalnya kata dia, bukan pertama kali skandal pajak di lingkungan Kemenkeu terjadi. Dia juga mengingatkan, Menkeu Sri Mulyani Indrawati diduga pernah terlibat skandal pajak Ramayana dan Halliburton. Selain itu, skandal pajak diduga juga pernah melibatkan ipar Jokowi, Arif Budi Sulistyo. “Belajar dari pengalaman itu, kalau Jokowi tidak segera bersih-bersih, seperti mencopot Menkeu SMI dan Dirjen Pajak, keluarga Presiden Jokowi akan selalu dikait-kaitkan, termasuk presiden sendiri,” kata Iwan kepada wartawan, Sabtu (11/3). Sebab itu, Jokowi juga disarankan memastikan siapa yang akan didukungnya menjadi Presiden RI pada 2024, agar dapat menjamin keamanan dan keselamatan Jokowi dan keluarga. Sebelumnya, Iwan Sumule membongkar sejumlah catatan merah Menkeu SMI sejak era SBY yang membuatnya akhirnya mengundurkan diri dari posisinya sebagai Menkeu di kabinet SBY. “Jejak Merah” Menkeu SMI diberapa skandal pajak: Kasus pajak Ramayana, negara dirugikan Rp399 M. Mengurangi pembayaran pajak Haliburton, milik mantan Wapres AS, Dick Cheney, Rp21,7 M. Ada juga skandal Century. Menkeu SMI tak bersih, mesti dibersihkan,” kata Iwan dalam tweetnya di @KetumProDEMnew, dikutip pada Sabtu (11/3). Hal senada juga disuarakan oleh Mantan Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VII (1998), Fuad Bawazier. Ia mengemukakan kasus penganiayaan yang melibatkan Mario Dandy Satrio anak dari Rafael Alun Trisambodo menjadi pembuka skandal besar di Kemenkeu yang akhirnya mendesak agak Menkeu Sri Mulyani mundur dari jabatannya. “Bermula dari kasus Mario Dandy, yang akhirnya jadi pintu pandora skandal besar di Ditjen Pajak pada umumnya. Kini merambat sampai ke Menteri Keuangan yang dituntut mundur,” ujar Fuad. Gagal dan Harus Minta Maaf Sementara itu, Pengamat Sosial & Politik, Rocky Gerung mengatakan bahwa skandal yang terjadi di Kemenkeu merupakan salah satu skandal besar di Indonesia. Sri Mulyani  dinilai gagal dan harus meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena gagal menjalankan pemerintahan yang bersih. “Ini kan skandal besar dalam republik ini. Jadi kegagalan itu mestinya jadi imperatif etik, bukan saja teguran moral, tetapi bunuh diri moral, artinya berhenti dari situ. Minta maaf kepada rakyat bahwa dia gagal menyelenggarakan pemerintahan yang bersih,” ujar Rocky dalam video di channel youTube Rocky Gerung Official. Skandal Pajak Ramayana Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta  menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan terhadap kasus pajak Paulus Tumewu, pemegang saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk, pada tahun 2007. Setelah tiga tahun dihentikannya penanganan kasus itu, Panitia Kerja Perpajakan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada akhir April lalu mempertanyakan penghentian penuntutan kasus pajak tersebut. Kasus ini dinilai banyak kalangan satu dari sekian banyak serangan politikus Senayan terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pada tanggal 31 Agustus 2005 Direktorat Jenderal Pajak dan kepolisian menangkap lima pemain valuta asing di Batam, termasuk Paulus. Paulus dinilai tidak melaporkan hasil kekayaan valasnya dalam surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT) pribadinya. Paulus ditahan karena diduga dengan sengaja tidak mengisi SPT dengan benar sehingga negara dirugikan, pada tanggal 17 September Kemudian pada November 2005-Oktober 2006, Paulus mengaku bersalah serta membayar kekurangan pajak sebesar Rp 7,99 miliar dan sanksi denda Rp 31,97 miliar. Ia lalu meminta kasus penuntutan pajaknya dihentikan. Pada tanggal 16 Oktober 2006, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengirim surat kepada Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh agar menghentikan penyidikan kasus kekurangan bayar pajak penghasilan Paulus pada 2004, karena yang bersangkutan sudah membayar kekurangan dan dendanya. Ditanggal 19 Oktober, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyetujui penghentian penyidikan itu. Kemudian, pada Januari 2007 Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan. Kasus penggelapan pajak Paulus tutup buku. Dua tahun berjalan, pada April 2010 Panitia Kerja Perpajakan Komisi Hukum DPR baru mempertanyakan penghentian penuntutan terhadap kasus pajak Paulus. Di hadapan Panitia Kerja (Panja) Mafia Hukum Sektor Penerimaan Negara di DPR, Selasa (20/4) APPI mengungkapkan kasus pajak macet yang melibatkan Paulus Tumewu, pemilik Ramayana Grup yang juga adik ipar Edy Tanzil. Kasus ini bermula dari kekurangan bayar untuk pajak penghasilan tahun 2004 atas nama Paulus. Dalam kasus ini Sasmito menyebut-nyebut nama Menteri Keuangan Sri Mulyani yang pernah memberikan disposisi menyelesaikan kasus pajak secara damai "Menteri Keuangan memberikan disposisi melalui penasihat Menkeu Bidang Reformasi Pajak Marsilam Simanjuntak. Dilanjutkan ke Kejaksaan Agung saat dipimpin Abdur Rahman Saleh. Saat itu agar diselesaikan secara damai. Terkait juga Gubernur Gorontalo saat itu (Fadel Muhammad)," beber Sasmito saat itu. Ia mengatakan, bahwa penyidikan kasus tersebut sebenarnya sudah P-21 (lengkap). Ketentuan menyatakan yang bersangkutan harus didenda 4 kali Rp7,994 miliar. Namun ternyata, Paulus Tumewu tidak membayar 4 kali, melainkan hanya Rp 7,994 miliar. Menurutnya, kasus pajak tersebut boleh dinyatakan selesai bila yang bersangkutan membayar pokok pajak ditambah dendanya sesuai ketentuan. Namun yang terjadi, Paulus hanya membayar pokoknya dan kasusnya selesai. Pada 19 Oktober 2006 terdapat surat dari Jaksa Agung kepada Menteri Keuangan. Isinya menanggapi surat Menkeu SR-173/MK./03/06 tertanggal 1/ Oktober 2006 terkait penghentian penyidikan wajib pajak atas nama Paulus Tumewu. Penasihat APPI Ichsanudin Noorsy menambahkan, Jaksa Agung setuju menghentikan penyidikan kasus pajak Paulus Tumewu atas perintah menteri keuangan. Jaksa Agung waktu itu menetapkan beberapa syarat. Di antaranya, apabila penyelesaian sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar telah dilunasi dan kemudian dilaporkan ke Kejaksaan untuk proses berikutnya. Pada 31 Oktober 2006 surat yang disampaikan ke JB Kristiadi atas nama Menteri Keuangan yang menyatakan Paulus telah melunasi seluruh kewajibannya. Paulus hanya membayar pada 28 November 2005, pokok pajaknya saja senilai Rp7,994 miliar. Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Yani memaparkan, dalam kasus itu, potensi kerugian negara di atas Rp300 miliar. Tersangka sudah ditahan dan kasus sudah P-21, namun karena keterlibatan para elite, maka Kejagung mengeluarkan SP3," jelas Ahmad Yani. Kasus itu sebenarnya sudah dilaporkan ke KPK di 2007, tapi tak ada kelanjutan. Ahmad Yani menyebut nama-nama yang diuraikan APPI seperti Marsilam dan Sri Mulyani diduga kuat terlibat. Sasmito Hadinagoro berharap DPR betul-betul mengusut big fish (ikan besar) dibalik mafia pajak. "Sehubungan perintah Bapak SBY juga kepada satgas mafia hukum, agar satgas bisa mengungkap atau menangkap big fish, kami pun mengungkapnya. Juga terkait kongkalikong di bidang perpajakan ini," tandasnya. Menurut Sasmito, tindakannya membongkar kasus tersebut karena penerimaan pajak menopang lebih dari 60% APBN Indonesia. "Di APBN 2010 lebih dari Rp600 triliun diharapkan masuk dari pajak," ujarnya. (Nuramin) (Sumber: Berbagai Sumber)