Kasus Pencucian Uang Rp 300 T di Kemenkeu Selesai dengan Konferensi Pers?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 Maret 2023 20:35 WIB
Jakarta, MI - Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) beberapa hari ini memang menghebohkan publik pasca terungkapnya harta kekayaan tak wajar di Dirjen Pajak dan Bea Cukai. Dugaan tindak pidana pencucian uang ini disinyalir temuan Menko Polhukam Mahfud MD yakni transaksi gelap sekitar Rp 300 triliun yang didapat dari laporan PPATK. Mahfud MD pun telah mengklarifikasi angka tersebut merupakan nilai pencucian uang bukan tindak pidana korupsi di lingkungan Kemenkeu khususnya pada Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Namun demikian, terdapat perbedaan pendapat antara Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait transaksi janggal itu. Pasalnya, total transaksi gelap periode 2009-2023 yang diungkap Mahfud Md itu melibatkan lebih dari 460 pegawai. Namun, Sri Mulyani mengatakan, jauh lebih banyak dari itu, meski ia enggan menyamakan dengan data transaksi mencurigakan yang Mahfud sampaikan senilai Rp 300 triliun. Sri Mulyani juga mempertanyakan angka tersebut dan metode penghitungannya. Sebab data yang dimiliki Kemenkeu berkoordinasi dengan PPATK sepanjang 2007-2023, dari total 74 ribu pegawai sebanyak 964 pegawai teridentifikasi oleh irjen memiliki transaksi mencurigakan itu. Meski terdapat perbedaan pendapat, setelah pertemuan dengan Mahfud pada Sabtu (11/3) kemarin, Sri Mulyani menegaskan pihaknya akan konsisten menggencarkan aksi bersih-bersih, supaya pegawai yang tak berintegritas bisa ditindak sesuai peraturan perundang-undangan. Terlepas besaran data Rp 300 triliun yang masih belum jelas hingga kini. "Jadi spirit kerja sama antara Pak Mahfud dengan kita akan terus kita lakukan secara erat karena kepentingan kita sama, kepentingan untuk membangun Indonesia, membangun Kemenkeu dan Ditjen Pajak dan Bea Cukai, membersihkan dari mereka yang kotor dan koruptif," kata Sri Mulyani. Terkait hal ini, masyarakat dan bahkan praktisi hukum tak henti-hentinya memantau pemberitaan kasus ini. Lantas bertanya-tanya pula apakah dengan konferensi pers itu kasus ini bisa selesai begitu saja. Sebab pemberitaan tak seheboh awal mencuatnya kasus Rafael Alun Tri Sambodo sebagai imbas dari kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya Mario Dandy Satriyo terhadap David anak petinggi GP ansor yang kini belum sadar total. "Kok sepertinya beritanya mulai mereda ya, tak seperti awal kasus Alun dan pejabat Kemenkeu lainnya. Apa iya dengan konferensi pers kasus selesai? Saya baru lihat di berita PPATK bilang temuan transaksi gelap itu bukan tipikor maupun penyelewengan. Ini seperti lagu "Kau yang Mulai, Kau yang Mengakhiri," kata pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria saat berbincang dengan Monitor Indonesia, Selasa (14/3). [caption id="attachment_497544" align="alignnone" width="680"] Kriminolog Universitas Indonesia, Kurnia Zakaria (Foto: Doc MI)[/caption] Kemudian lanjut dia, gestur tubuh dari pada Mahfud MD yang juga sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu saat konferensi pers kemarin tampak berbeda seperti biasanya. "Mahfud MD juga didatangi Sri Mulyani gestur tubuhnya aneh, masa ada action makan permen. Aneh Mahfud MD diduga dilobi Sri Mulyani, PPATK juga dinego, KPK nggak respons. Berita mereda diduga juga dialihkan pada tersangka kasus penipuan robot trading di Surabaya," ungkapnya. Sementara itu, bedasarkan sumber Monitor Indonesia bahwa terdapat dugaan hubungan antara Mahfud MD dan Sri Mulyani saat ini kurang harmonis pasca adanya temuan transaksi gelap itu. "Mahfud MD keder juga sama Sri Mulyani yang memintanya agar tidak terlalu mengurus sampai kedalam-dalam Kemenkeu ini. Mereka Kurang harmonis," kata sumber terpercaya itu kepada Monitor Indonesia, Senin (13/3). Tidak Cukup dengan Konferensi Pers Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai kasus ini tidak cukup pada konferensi pers saja. Pasalnya temuan transaksi gelap itu terdapat dugaan-dugaan terkait dengan pencucian uang yang meski nantinya ditemukan hanya sebagian saja. "Tidak cukup hanya konferensi pers saja, nanti hanya diketemukan hanya 10 % ya misalnya, itukan hanya 30 triliun besar loh itu. Jadi harus tetap ditindak lanjut didalami pencucian uangnya oleh PPATK dan Bareskrim, Kejaksaan maupun dengan KPK. Jadi tetap harus dijalani yang Rp 300 triliun," kata Koodinator MAKI, Boyamin Saiman kepada Monitor Indonesia, Selasa (14/3). [caption id="attachment_446469" align="alignnone" width="702"] Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman (Foto: Doc MI)[/caption] Maka dari itu, Boy sapaan akrabnya meminta aparat penegak hukum (APH) itu tidak ragu mengusut tuntas kasus ini. "Jangan ragu untuk menetapkan pencucian uang, itu penyimpangannya segala macam pembuktian terbalik. Karena apapun dia punya jabatan di Kemenkeu, oknum ini," pungkasnya. (Wan) #Gurita Korupsi Kemenkeu #Pencucian Uang Rp 300 T di Kemenkeu