BBM di Indonesia Mahal? Dugaan Bagi-bagi Fee Mencuat, Malaysia Cuma Rp 7.800/Liter Bisa Untung Rp 280 T


Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin intensif mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018–2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa dalam perkembangan terbaru, penyidik telah memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman (TAW), sebagai bagian dari proses penyelidikan.
"Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa TAW selaku Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)," ujar Harli dalam keterangannya, dikutip Selasa (4/3/2025).
Taufik diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Selain itu, penyidik Kejagung juga memeriksa dua saksi lainnya, yaitu ANW, Manager Treasury PT Pertamina Patra Niaga, dan AA, Manager Quality Management System PT Pertamina (Persero).
Sementara itu, kasus Pertamina Subholding masih menjadi perbincangan hangat di media sosial X. Netizen turut membandingkan harga Pertamax di Malaysia dan Indonesia, yang dinilai jauh berbeda.
Akun @BebySoSweet membagikan cuitan yang menunjukkan harga Pertamax di Malaysia sekitar Rp7.800 per liter, tetap menguntungkan bagi negara tersebut meskipun lebih murah.
Menurut unggahan akun @BebySoSweet, harga dengan Rp 7.800 itu masih memberikan keuntungan bagi negara Malaysia sebesar Rp 280 triliun.
Kondisi berbeda pada penjualan Pertamax di Indonesia. Untuk satu liternya, Pertamax di Indonesia dijual dengan harga Rp 12.900.
Berdasarkan kasus yang tengah ditangani Kejaksaan Agung tersebut, harga jual yang mahal ini justru membuat negara mengalami kerugian senilai Rp 968 triliun pada periode 2018-2023.
"Malaysia, harga Pertamax Rp 7.800 per liter, negara untung Rp 280 triliun. Indonesia, harga Pertamax Rp 12.900 per liter, negara rugi Rp 968,5 triliun. KEREN KAN!" tulis akun @BebySoSweet.
Dugaan Bagi-Bagi Fee dalam Pengadaan BBM
Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang beredar luas di media sosial mengungkap dugaan adanya komisi (fee) dalam proses pengadaan BBM.
Menurutnya, hal ini seharusnya sudah diketahui melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ahok pun menyarankan agar pengadaan impor BBM dilakukan secara transparan dengan membuka peluang bagi pihak mana pun yang ingin memasok BBM ke Indonesia. Dengan begitu, harga yang ditetapkan tidak melebihi harga kilang Pertamina.
"Kilang Pertamina menjual produknya kepada Patra Niaga, ada harga. Tidak ada pakai tender, ya sudah umumkan juga kepada seluruh dunia siapa yang mau taruh BBM agar harganya tidak melebihi harga kilang Pertamina, termasuk LPG segala macam, langsung kami beli. Siapa yang duluan stok kami akan beli, siapa yang paling murah, kita akan langsung bikin kontes siapa yang paling murah, langsung tidak pakai tender, langsung di-live pakai YouTube kalau perlu pengadaannya," tuturnya.
Ahok juga menegaskan hal ini bisa saja dilakukan oleh pihak Pertamina. Namun saran yang ia beberkan tersebut seakan tidak pernah digubris.
"Kenapa (cara tersebut) enggak mau dilakukan? Saya curiga ada sesuatu dong, berarti ada dugaan komisi atau fee (di balik impor BBM). Saya terakhir dengar bisa sampai dua dolar, empat dolar (komisinya). Bayangkan kalau 800 ribu barel dengan dua dolar saja, (mereka) sudah paling berkuasa di republik ini misalnya 1,6 juta dolar per hari," bebernya.
Diketahui, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama periode 2018-2023, mereka terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.
Adapun para tersangka itu yakni: Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed Stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Lebih lanjut, AP selaku VP Feed Stock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Selainitu, dua tersangka baru yang diumumkan pada Rabu (26/2/2025) malam yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Tim penyidik telah menahan para tersangka untuk 20 (dua puluh) hari ke depan. Selain itu, tim penyidik juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat.
Di antaranya penggeledahan di dua kediaman pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid yakni yang terletak di Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan dan Jalan Jenggala 2, Jakarta Selatan.
Penyidik juga melakukan penggeledahan di PT Orbit Terminal Merak (OTM) di Cilegon, Banten, milik tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) dan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ). Muhammad Kerry merupakan anak dari Riza Khalid.
Tak hanya itu saja, Kejagung juga menggeledah Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Tanjung Gerem milik Pertamina di Cilegon, Banten, dan menyita 10 kontainer berisi dokumen.
Penggeledahan yang dilakukan pada Jumat (28/2/2025) itu merupakan bagian dari penyelidikan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Selain itu, Kejagung juga menggeledah dua rumah pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid di Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Panglima Polim dan Jalan Jenggala 2.
Penyidik juga melakukan penggeledahan di PT Orbit Terminal Merak (OTM) di Cilegon, Banten, milik tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) dan tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ). Muhammad Kerry merupakan anak dari Riza Khalid.
Mengenal Taufik Aditiyawarman, Pejabat yang Baru Diperiksa Kejagung
Taufik Aditiyawarman adalah seorang profesional yang sudah cukup lama merintis karir di Pertamina.
Sebelum didapuk sebagai Direktur Utama pada PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), pria kelahiran Ciamis, Jawa Barat, pada 23 Agustus 1967, ini pernah diangkat menjadi Direktur Operasi dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi, efektif sejak tanggal 23 Agustus 2019.
Jabatan lain yang pernah diembannya adalah sebagai Wakil Presiden Proyek PHE ONWJ 2013-2016, Vice President Surface Facilities Pertamina EP mulai tahun 2016, dan Direktur Pengembangan PEPC tahun 2019.
Taufik merupakan jebolan Teknik Mesin ITB Bandung pada 1992, selain memperoleh Sertifikat Pascasarjana dalam Mengelola Proyek, MBS University of Manchester United Kingdom.
Taufik juga mengantongi gelar Magister Manajemen Bisnis bidang Administrasi Keuangan dari Universitas Indonesia pada tahun 2002 dan memperoleh gelar Profesional Manajemen Proyek PMI pada tahun 2012 serta gelar Executive Development Program dari Wharton Business School, University of Pennsylvania, Philadelphia, AS pada tahun 2014.
DPR Desak Pertamina Beri Kompensasi ke Konsumen yang Dirugikan
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI-P, Mufti Aimah Nurul Anam, mendesak Pertamina memberikan kompensasi kepada masyarakat yang dirugikan akibat dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta KKKS periode 2018-2023.
Diduga, PT Pertamina Patra Niaga mencampur BBM jenis Pertalite dan menjualnya dengan harga Pertamax. Jika dugaan ini terbukti, Mufti menegaskan Pertamina harus bertanggung jawab.
“Maka kami usulkan semua konsumen yang terkait dengan hal ini, yang merasa dirugikan, untuk bagaimana mereka diberikan kompensasi, kalau itu memang benar-benar terjadi,” ujar Mufti, dalam keterangannya, Selasa (4/3/2025).
Hal ini diusulkannya usai jajaran anggota Komisi VI DPR dari PDI-P melakukan sidak pada Senin (3/3/2025) di SPBU Pertamina, Palmerah Utara, Jakarta, untuk mengecek kualitas dan ketersediaan BBM.
Dari sidak tersebut, ia menemukan adanya kekecewaan dan kekhawatiran masyarakat akibat kasus dugaan korupsi di Pertamina, yang disebut merugikan negara sekitar Rp 193,7 triliun.
“Ternyata betul, keresahan dirasakan oleh konsumen. Kepercayaan mereka terhadap Pertamina semakin menurun, yang ini tentu menjadi perhatian kita bersama untuk kita perbaiki,” ungkap Mufti.
Legislator dari Dapil Jawa Timur II itu berharap Pertamina bisa segera memperbaiki diri untuk mengembalikan kepercayaan publik.
“Kepercayaan publik sudah semakin berkurang terhadap Pertamina. Ini yang harus kita kembalikan bersama-sama, ini menjadi PR bagaimana kita diskusikan agar kemudian masyarakat bisa kembali percaya terhadap Pertamina,” ujarnya.
Dalam inspeksi tersebut, turut hadir Direktur Rekayasa dan Infrastruktur Darat PT Pertamina Patra Niaga, Eduward Adolof Kawi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis, Harsono Budi Santoso.
Mufti menilai ada banyak celah dalam tata kelola BBM yang berpotensi disalahgunakan.
“Ruangnya sangat banyak sekali, banyak celah untuk bagaimana melakukan pengoplosan. Baik mulai dari importasi dari luar ke dalam, kemudian di depo-depo tadi itu bisa dilakukan di mana pun. Kecuali di tempat SPBU sudah tidak punya ruang untuk mereka melakukan pengoplosan,” bebernya.
Selain Mufti Anam, anggota Fraksi PDI-P lainnya yang hadir dalam sidang itu adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto, Darmadi Durianto, Rieke Diah Pitaloka, Sadarestuwati, Ida Nurlaela Wiradinata, Budi Sulistyono, GM Totok Hedisantosa, dan I Gusti Ngurah Kesuma Kelakan.
Sementara itu, Adisatrya selaku Wakil Ketua Komisi VI DPR menyebut akan segera mengundang manajemen PT Pertamina Patra Niaga beserta sub-holdingnya dalam rapat.
Fraksi PDI-P berencana mendalami temuan hasil inspeksi tanpa mengganggu proses hukum yang tengah berlangsung di Kejaksaan Agung.
Adisatrya juga menyoroti usulan pembentukan Panitia Kerja (Panja) DPR untuk mengusut kasus korupsi di Pertamina. Menurutnya, banyak anggota Komisi VI DPR yang mendukung inisiatif tersebut.
“Sudah banyak permintaan dari anggota Komisi VI yang mendorong keberadaan Panja ini. Saya pun setuju, kita akan bahas lebih lanjut di Komisi VI dan keputusannya akan segera,” ungkap Adisatrya.
Ia juga berharap Pertamina bisa kembali meningkatkan kepercayaan masyarakat setelah adanya kasus korupsi ini. “Apalagi ini menghadapi Lebaran, mudah-mudahan tidak terganggu lah,” pungkas Adisatrya.
Topik:
kejaksaan-agung harga-bbm-indonesia kasus-oplos-pertamax harga-bbm-malaysia