APBN Januari-Februari 2025: Penerimaan Pajak Anjlok, Defisit Kembali Terjadi

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 15 Maret 2025 15:00 WIB
Anis Byarwati (Dok. MI)
Anis Byarwati (Dok. MI)

Jakarta, MI - Setelah dinanti cukup lama, Kementerian Keuangan akhirnya mengumumkan kinerja APBN hingga Februari 2025. 

Biasanya, laporan kinerja APBN bulanan dirilis tidak lama setelah satu periode berakhir. Namun, kali ini ada keterlambatan lebih dari satu bulan dalam penyampaian APBN Januari 2025.

"Kondisi tersebut tentu menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat. Apa yang sebenarnya terjadi dengan APBN Januari 2025?" kata Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, Sabtu (15/3/2025).

Menurut Anis, keterlambatan ini akhirnya terjawab. Data menunjukkan bahwa APBN Januari-Februari 2025 mengalami kontraksi, baik dari sisi penerimaan maupun belanja negara.

"Sejak awal, Kementerian Keuangan harus mengantisipasi pelebaran defisit APBN 2025 akibat tren penurunan penerimaan pajak dan tingginya belanja negara. Jangan sampai kondisi ini menambah beban APBN ke depan," ujarnya.

Dalam laporannya, Anis menyampaikan bahwa penerimaan perpajakan Januari 2025 terdiri atas:

Penerimaan Pajak: Rp88,89 triliun atau 4,06% dari target, turun 41,86% secara tahunan (yoy).

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai: Rp26,29 triliun atau 8,72% dari target, naik 14,75%.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): Rp42,13 triliun atau 8,2% dari target, turun 3,03% (yoy).

Penerimaan Hibah: Rp9,8 miliar.

Sementara dari sisi belanja, hingga Januari 2025, belanja pemerintah pusat mencapai Rp86,04 triliun atau turun 10,75% (yoy). Rinciannya:

Belanja Kementerian/Lembaga (K/L): Rp24,38 triliun, turun 45,5%.

Belanja Non-K/L: Rp61,66 triliun, meningkat 19,43%.

Transfer ke Daerah (TKD): Rp94,73 triliun.

Anis menyoroti bahwa belanja yang lebih besar dari pendapatan membuat APBN Januari 2025 mengalami defisit.

 "Defisit anggaran tercatat Rp23,5 triliun atau 0,10% dari PDB. Ini berbanding terbalik dengan Januari 2024, saat APBN masih surplus Rp35,1 triliun atau 0,16% dari PDB," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa defisit ini menjadi yang pertama sejak 2022, setelah tiga tahun berturut-turut APBN mengalami surplus pada awal tahun.

Pembiayaan Anggaran Melonjak, Pemerintah Diminta Waspada

Anis juga mengungkapkan bahwa defisit ini menyebabkan pembiayaan anggaran Januari 2025 melonjak. "Pembiayaan tercatat Rp154 triliun, naik 43,5% dibanding Januari 2024 yang sebesar Rp107,3 triliun," jelasnya.

Keseimbangan primer APBN Januari 2025 juga mengalami penurunan drastis. "Angkanya hanya Rp10,61 triliun, turun 83,7% dibanding Januari 2024 yang mencapai Rp65,25 triliun," tambahnya.

Menutup pernyataannya, Anis mengingatkan bahwa meskipun kinerja APBN Januari 2025 masih dalam koridor yang ditetapkan, tekanan terhadap anggaran di awal tahun harus diwaspadai. 

"Beberapa kebijakan seperti Coretax dan PPN diduga memengaruhi kinerja APBN. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan dan kementerian terkait harus lebih berhati-hati dalam merumuskan kebijakan agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian," pungkasnya.***

 

 

 

 

Topik:

Pajak DPR Ekonomi