WIKA Belum Terima Pembayaran Rp5 Triliun dari Proyek Kereta Cepat Whoosh
Jakarta, MI - PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) masih menantikan kepastian pembayaran klaim senilai Rp5,01 triliun dari proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Klaim tersebut diajukan kepada PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) selaku pemilik proyek, dan hingga kini proses negosiasinya masih berjalan.
Dalam laporan keuangan konsolidasian per 30 September 2025, nilai klaim itu tercatat sebagai piutang penyelesaian kontrak (PDPK). WIKA menyebut, tagihan tersebut muncul akibat pembengkakan biaya (cost overrun) selama masa konstruksi proyek.
“Sampai dengan tanggal otorisasi laporan keuangan konsolidasian, klaim tersebut masih dalam proses negosiasi. Manajemen akan melanjutkan upaya klaim melalui arbitrase pihak ketiga,” tulis manajemen WIKA dalam laporan keuangannya.
Proyek KCJB digarap melalui kerja sama operasi (KSO) antara WIKA dan sejumlah perusahaan asal Tiongkok, yakni China Railway International (CRIC), China Railway Design (CRDC), China Railway Engineering Corporation (CREC), dan China Railway Signal & Communication (CRSC).
Tertundanya pembayaran klaim dari proyek tersebut semakin menekan kinerja keuangan WIKA. Sepanjang Januari-September 2025, perusahaan pelat merah itu membukukan rugi bersih sebesar Rp3,21 triliun, berbalik arah dari laba Rp741,43 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, menegaskan pentingnya peningkatan fundamental perusahaan serta dukungan pemangku kepentingan dalam proses penyehatan perseroan.
“Kami aktif membangun komunikasi intensif dengan stakeholders karena diperlukan dukungan dari seluruh pihak agar langkah penguatan dan penyehatan ini dapat berjalan dengan baik,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia terus mempercepat agenda restrukturisasi BUMN karya guna memperbaiki struktur keuangan.
COO Danantara Indonesia, Dony Oskaria, menyatakan bahwa konsolidasi dan opsi merger perusahaan konstruksi negara sedang disiapkan. “Kami ingin perusahaan karya kita menjadi sehat,” ucap Dony.
Selain itu, Danantara Asset Management juga menyiapkan sejumlah opsi strategis untuk penyelesaian utang proyek Whoosh, yang total investasinya mencapai sekitar US$7,2 miliar. Pembengkakan biaya mencapai US$1,2 miliar dari estimasi awal US$6 miliar, dengan Indonesia menanggung porsi 60% atau sekitar US$720 juta.
Dony menuturkan, negosiasi dengan China Development Bank (CDB) masih berjalan, mencakup pembahasan mengenai tenor, bunga, dan denominasi pinjaman. Ia memastikan operasional KCIC sudah positif. “Yang paling penting adalah KCIC sudah membukukan positif secara operasional,” imbuhnya.
Manajemen Danantara dijadwalkan bertolak ke China dalam waktu dekat untuk melanjutkan pembahasan restrukturisasi utang bersama pemerintah. “Percayakan bahwa hasilnya akan terbaik,” tegas Dony.
Sementara itu, Associate Director BUMN Research Group FEB UI, Toto Pranoto, menilai perpanjangan tenor pinjaman dapat menjadi opsi restrukturisasi. Ia juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan masuknya investor strategis baru guna mengurangi porsi kepemilikan konsorsium Indonesia di KCIC.
“Investor baru dapat mengambil sebagian dari 60% saham PSBI di KCIC sehingga beban utang dapat berkurang,” tutur Toto.
Topik:
kereta-cepat utang-whoosh wika