Vonis Bebas Sang Anak Wakil Rakyat - Runtuhnya Wibawa Hukum

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Juli 2024 3 jam yang lalu
Fakta-fakta bebasnya Ronald Tannur telah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan masyarakat Indonesia. Putra dari mantan anggota DPR RI, Edward Tannur, ini telah divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, atas kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti yang terjadi pada tahun 2023 (Foto: Dok MI/Diolah dari berbagai sumber)
Fakta-fakta bebasnya Ronald Tannur telah menjadi perbincangan hangat di media sosial dan masyarakat Indonesia. Putra dari mantan anggota DPR RI, Edward Tannur, ini telah divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, atas kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti yang terjadi pada tahun 2023 (Foto: Dok MI/Diolah dari berbagai sumber)

Jakarta, MI - Penjatuhan putusan atau vonis oleh majelis hakim merupakan tahap akhir dari proses pemeriksaan perkara pidana di pengadilan. Salah satu jenis putusan yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa adalah vonis bebas (vrijspraak). 

Penjatuhan vonis bebas dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

Dasar hukum vonis bebas Ketentuan mengenai vonis bebas tertuang di dalam Pasal 191 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi, “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.” 

Dalam penjelasannya, “perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan" yang dimaksud adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. 

Mengacu pada ketentuan ini, majelis hakim dapat menjatuhkan vonis bebas jika: Tidak ada kesalahan terdakwa (mens rea), Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah atau alat-alat bukti tidak memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan (actus reus), Hakim tidak memiliki keyakinan atas kesalahan terdakwa (negatief wettelijk stelsel).

Salah satu contoh kasus yang terdakwanya divonis bebas adalah kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti yang menyeret, Gregorius Ronald Tannur anak dari mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Edward Tannur.

"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau kedua, Pasal 351 ayat (3) KUHP, atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik di Surabaya pada Rabu (24/7/2024).

Erintuah bersama hakim anggota Heru Hanindyo dan Mangapul menilai Ronald Tannur masih berusaha memberikan pertolongan terhadap korban ketika masa kritis. Ronald disebut sempat membawa korban ke rumah sakit untuk memperoleh pertolongan medis.

Putusan ini menyebabkan publik tak terima Hakim Erintuah Damanik memberikan vonis bebas, padahal alat bukti CCTV hingga hasil visum jenazah Dini Sera Afrianti terbukti ada tanda-tanda kekerasan.

Bahkan, Kepala Pusat Peneranan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan jika apa yang diputuskan oleh Hakim Erintuah Damanik dinilai penuh dengan kejanggalan.

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar

"Saya kira penuh kejanggalan dan sangat tidak berdasar, bahwa Jaksa Penuntut Umum sesungguhnya sudah melakukan upaya maksimal terkait pembuktianya dan dalam fakta persidangan sudah terungkap bahwa seharusnya terdakwa tidak di vonis bebas," kata Harli Siregar dikutip Monitorindonesia.com dalam sebuah wawancara, Jum'at (26/7/2024).

Harli Siregar mengungkapkan jika berdasarkan pertimbangan hakim yang menyatakan tidak ada saksi yang melihat secara langsung dan meninggalnya korban pengaruh dari minuman alkohol.

"Nah ini kah berbanding terbalik dari apa yang disajikan bahwa meninggalkan korban karena ada faktor luka, dan dari CCTV korban dilindas kendaraan, dan kendaraan itu jadi barang bukti," jelasnya.

Menurut Harli Siregar jika berdasarkan bukti-bukti yang ada sebenarnya sudah cukup jelas jika terdakwa ini tidak mungkin bisa di vonis bebas, hanya saja Hakim mengabaikan bukti yang ada untuk memutuskan vonis Ronald Tannur.

"Jika hakim jernih menilai, korban dan pelaku ini kan ada hubungan. katakanlah pacaran, korban dan korban juga berada di ruang yang sama, ada cekcok, kekerasan, di CCTV juga ada, tapi Hakim tidak mengambil itu, artinya ini ada kejanggalan," katanya.

Saat ini pihaknya mengaku masih menunggu salinan putusan dari vonis tersebut untuk mempertimbangkan untuk mengajukan Kasasi. Soal nasib terdakwa apakah akan segera bebas selama mengajukan kasasi, kata Harli Siregar karena dalam putusan hakim segera di bebaskan maka, terdakwa akan di bebaskan sesuai perintah putusan, dan tidak bisa dilakukan penahanan kembali.

"Karena itu dalam perintah putusan maka harus dilaksanakan segera (bebas), kalo tidak bisa terjadi pelanggaran ham. Kecuali dalam pengajuan kasasi untuk ditahan ya nanti kita tahan," tukasnya.

Keluarga korban telah memutuskan untuk melaporkan keputusan ini ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Hakim Mahkamah Agung (Bawas MA). 

Gregorius Ronald Tannur
Hakim yang memvonis bebas Ronald, Erintuah Damanik, Heru Hanindio dan Mangapu

Putusan tersebut dianggap melukai rasa keadilan publik dan meruntuhkan keadaban hukum, terutama ketika hukum tampak tajam ke bawah namun tumpul ke atas. 

Hal ini menunjukkan betapa runtuhnya kewibawaan hukum di mata publik, kata Staff khusus dewan pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo.

Begitu disapa Monitorindonesia.com, Jum'at (26/7/2024), Benny menilai bahwa putusan itu mencerminkan bagaimana hukum sering kali dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal.

"Baik itu kekuatan politik maupun kekuatan kapital. Ketika hukum tidak lagi independen dan terpengaruh oleh kepentingan kekuasaan, maka keadilan yang sejati menjadi sulit untuk ditegakkan," begitu kata Benny.

Menurut dia, keadilan hanya akan ada ketika hakim memiliki integritas dan suara hati yang tulus untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan, tanpa terpengaruh oleh tekanan eksternal. 

"Kita sering menyaksikan bagaimana rasa keadilan dilukai ketika keputusan hukum cenderung berpihak pada mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan," bebernya.

Putusan tak adil
Putusan yang tidak adil ini menunjukkan bagaimana nurani para penegak hukum telah tumpul, sehingga mereka tidak lagi mampu mempertimbangkan kebaikan dan kebenaran dalam setiap putusannya. 

Ketika keadilan dijungkirbalikkan hanya demi kepentingan kekuasaan, maka hukum kehilangan jati dirinya sebagai penegak kebenaran. Publik tidak boleh tinggal diam dan membiarkan ketidakadilan ini terus berlanjut. Publik harus bersuara dan melakukan perlawanan agar hukum dapat berlaku adil bagi semua. 

"Prinsip kesetaraan seharusnya menjadi dasar dari setiap keputusan hukum, memastikan bahwa setiap orang memiliki kepastian hukum yang sama, tanpa dipengaruhi oleh kekuatan tersembunyi," lanjut Benny.

Hakim seharusnya memiliki integritas dan nurani yang kuat dalam memutuskan setiap kasus. Mereka harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan, tidak peduli siapa yang berada di hadapan mereka. 

Jika ketidakadilan ini dibiarkan, tegas dia, maka kultur kematian hukum akan terjadi. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap hukum karena hukum hanya mementingkan kekuasaan semata dan mereka yang memiliki posisi power. 

"Setiap orang memiliki pengetahuan dan kekuasaan dalam dirinya. Oleh karena itu, setiap individu harus menyadari pentingnya memperkuat posisi tawar untuk membela mereka yang kecil dan lemah," katanya lebih lanjut.

Pakar komunikasi Antonius Benny Susetyo.
Staff khusus dewan pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo (Foto: Dok MI)

"Hal ini hanya bisa terwujud ketika kita mulai bersuara dan melawan segala bentuk kelaliman dan penyalahgunaan hukum. Suara-suara publik yang kritis sangat diperlukan untuk mengembalikan keadaban hukum".

Keadilan hanya bisa ditegakkan ketika masyarakat secara kolektif berjuang melawan ketidakadilan. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hukum tidak disalahgunakan oleh mereka yang berkuasa. 

"Kita harus berani mengkritisi keputusan hukum yang tidak adil dan menuntut agar hukum ditegakkan dengan benar. Ketika publik bersatu dan bersuara, kekuatan tersembunyi yang mengendalikan hukum akan mulai melemah," jelas Benny.

Independensi peradilan merupakan salah satu pilar utama dalam sistem hukum yang adil. Namun, ketika hakim terpengaruh oleh tekanan politik dan kapital, independensi tersebut menjadi dipertanyakan. 

Independensi peradilan terancam!
Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana independensi peradilan dapat terancam. Hakim seharusnya memutuskan berdasarkan bukti dan fakta yang ada di persidangan, bukan berdasarkan tekanan dari pihak eksternal. 

Ketok Palu Hakim PN Jakpus Ganggu Konsentrasi
Ilustrasi Palu Hakim

Publik perlu mendorong transparansi dalam proses peradilan dan memastikan bahwa setiap keputusan hukum didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan yang sejati.

Pengawasan terhadap kinerja hakim oleh lembaga-lembaga seperti Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Hakim Mahkamah Agung menjadi sangat penting. 

Lembaga-lembaga ini harus memastikan bahwa setiap hakim menjalankan tugasnya dengan integritas dan tanpa tekanan dari pihak mana pun. Kepercayaan publik terhadap hukum adalah fondasi dari sistem hukum yang adil dan berkeadilan. 

"Ketika kepercayaan tersebut hilang, masyarakat akan merasa tidak ada lagi jaminan keadilan dalam setiap proses hukum. Oleh karena itu, mengembalikan kepercayaan publik terhadap hukum harus menjadi prioritas utama," cetus Benny.

Langkah pertama dalam mengembalikan kepercayaan publik adalah dengan memastikan bahwa setiap kasus hukum ditangani secara adil dan transparan. 

Setiap proses peradilan harus terbuka untuk diawasi oleh publik, dan setiap keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan. Hakim yang terbukti melanggar prinsip-prinsip keadilan harus diberikan sanksi yang tegas, sehingga memberikan efek jera bagi yang lain. 

Keadilan tidak boleh menjadi hak istimewa bagi segelintir orang yang memiliki kekuasaan atau kekayaan. Keadilan harus dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang status sosial atau kekuatan ekonomi. 

Untuk itu, perlu ada reformasi dalam sistem hukum kita, agar hukum dapat ditegakkan dengan adil dan tidak memihak. Reformasi ini bisa dimulai dengan memperkuat pendidikan hukum yang berbasis pada nilai-nilai keadilan dan integritas. 

Calon-calon hakim harus dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya keadilan yang sejati, dan dilatih untuk selalu berpihak pada kebenaran. 

Selain itu, mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim harus diperkuat, untuk memastikan bahwa setiap hakim menjalankan tugasnya dengan baik. Ketidakadilan struktural dalam sistem hukum sering kali menjadi penyebab utama ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat. 

Runtuhnya wibawa hukum
Sistem hukum yang cenderung memihak pada mereka yang memiliki kekuasaan dan kekayaan menciptakan ketimpangan dalam akses keadilan. 

Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengakhiri ketidakadilan struktural ini. Salah satu cara untuk mengakhiri ketidakadilan struktural adalah dengan memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama terhadap bantuan hukum. 

"Bantuan hukum yang memadai dapat membantu mereka yang tidak mampu untuk tetap mendapatkan keadilan. Pemerintah dan organisasi masyarakat sipil harus bekerja sama untuk menyediakan layanan bantuan hukum yang berkualitas dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat. Keadaban hukum harus dikembalikan agar hukum dapat berfungsi sebagai penegak keadilan yang sejati," jelas Benny.

Putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur oleh Hakim PN Surabaya adalah cerminan dari runtuhnya kewibawaan hukum di mata publik. Publik harus bersuara dan melawan segala bentuk ketidakadilan, untuk memastikan bahwa hukum berlaku adil bagi semua. 

"Hakim harus memiliki integritas dan nurani yang kuat, serta bebas dari tekanan politik dan kapital. Dengan begitu, keadilan yang sejati dapat ditegakkan, dan kepercayaan publik terhadap hukum dapat dipulihkan," tukas Benny.

Hasil visum jenazah Dini diabaikan Hakim?
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Putu Arya Wibisana menyayangkan hakim tidak memakai hasil visum dan autopsi jenazah korban sebagai pertimbangan vonis.

Dalam putusannya, kata Putu, ada dua pertimbangan majelis hakim memutuskan vonis bebas tersebut.
 
"Pertama, dalam pertimbangan majelis hakim di PN Surabaya itu menyatakan tidak ada saksi yang menyatakan satu pun penyebab kematian dari korban Dini," ujar Putu kepada wartawan, Kamis (25/7/2024).

Kedua, itu penyebab kematiannya, dari pertimbangan yang diambil oleh majelis hakim adalah "bahwa korban itu meninggal akibat dari alkohol yang berada di dalam lambung korban".

Menurut Putu selama persidangan, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membeberkan sejumlah alat bukti yang menguatkan terdakwa bersalah melakukan penganiayaan terhadap korban hingga meninggal dunia.
 
"Kami sebagai tim Jaksa Penuntut Umum di sini tentunya sudah secara optimal menyampaikan secara lugas di persidangan itu bahwa dalam hasil alat bukti atau surat Visum et Repertum (VER) itu ada juga luka di hatinya itu akibat dari benda tumpul," jelasnya.

JPU juga membeberkan bukti lindasan dari ban mobil kendaraan milik Ronald Tannur yang ada di tubuh Dini. "Nah, itu merupakan suatu bukti bahwa di situ ada fakta yang harus dipertimbangkan juga oleh majelis hakim," katanya.
 
Terkait dengan putusan vonis tersebut, Kejari Surabaya akan melakukan upaya kasasi dalam jangka waktu 14 hari setelah putusan dibacakan.
 
"Namun tetap kami menghormati apa pun itu keputusan pengadilan. Kami mempunyai upaya hukum lebih lanjut yaitu salah satunya tadi adalah kasasi," ungkapnya.
 
Adapun kasus yang menjerat Ronald Tannur terjadi pada Oktober 2023 dan menjadi sorotan publik. PKB bahkan sampai menonaktifkan anggota Komisi IV DPR dari F-PKB, Edward Tannur, atas kasus ini. Edward merupakan ayah Ronald.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyoroti hakim yang tidak memakai hasil visum dan autopsi sebagai pertimbangan vonis.

“Ada visum et repertum yang menjelaskan bahwa ada luka yang dialami oleh korban. Nah, seharusnya ini hal yang dipertimbangkan oleh majelis hakim secara holistik memandang ini sebagai satu pembuktian yang utuh,” kata Harli.

Merujuk dakwaan, Ronald Tannur didakwa dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama diterapkan secara alternatif 3 lapis. Mulai dari pembunuhan hingga penganiayaan.
 
Dalam dakwaan pertama, disebutkan bahwa autopsi dilakukan oleh dr Renny Sumino Sp.F.M., M.H. sesuai dengan Visum et Repertum No. KF. 23.0465  dengan kesimpulan sebagai berkut:

Pemeriksaan luar:
-Pelebaran pembuluh darah pada selaput lender kelopak mata dan selaput keras bola mata.
-Bintik perdarahan pada selaput lender kelopak mata dan selaput keras bola mata.
-Kebiruan pada ujung jari-jari dan kuku tangan kanan dan kiri.
-Pucat pada ujung jari-jari dan kuku kaki kanan dan kiri.

"Kelainan di atas lazim ditemukan pada mati lemas," bunyi dakwaan sebagaimana dilihat Monitorindonesia.com.

-Luka lecet pada dada, perut, lengan atas kiri, tungkai atas kanan dan kiri, tungkai bawah kiri akibat kekerasan tumpul.
-Luka memar pada kepala, telinga kiri, leher, dada, perut, punggung, anggota gerak atas kanan, lengan atas kiri dan tungkai atas kiri akibat kekerasan tumpul.

Pemeriksaan dalam:
-Pelebaran pembuluh darah pada otak, usus halus, usus besar akibat mati lemas.
-Resapan darah pada kulit bagian dalam kepala. Resapan darah pada kulit bagian dalam leher. Resapan darah pada otot dada. Resapan darah pada tulang iga kedua, ketiga, keempat dan kelima kanan.
-Luka memar pada bagian bawah paru kanan dan hati akibat kekerasan tumpul.
-Luka robek pada hati akibat kekerasan tumpul.
-Perdarahan pada rongga perut kurang lebih 1200 ml.

Pemeriksaan tambahan:
-Ditemukan alkohol pada lambung dan darah.
-Pelebaran pembuluh darah pada otak besar, hati, ginjal kanan dan ginjal kiri.
-Perdarahan pada tempat pertukaran udara paru kanan bawah dan paru kiri atas.

"Sebab kematian karena luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi perdarahan hebat," bunyi dakwaan.
 
Dalam dakwaan kedua, tercantum pula hasil pemeriksaan Dini Sera yang dilakukan oleh dr Renny Sumino Sp.F.M., M.H. dan sesuai dengan Visum et Repertum No. KF. 23.0465.
 
Pemeriksaan Luar
-Luka memar pada kepala, leher, dan tungkai atas kiri akibat kekerasan tumpul.

Sementara itu, dalam putusan hakim, Dini Sera dinilai hanya meninggal karena pengaruh alkohol.
 
“(Hakim menilai) Meninggalnya korban itu lebih dirasakan pada pengaruh alkohol, kami melihat bahwa hakim tidak melihat ini secara holistik, tapi hakim justru melihat sepotong-sepotong,” kata Harli.

Gregorius Ronald Tannur
Dini (kanan) dan Ronald (kiri) (Foto: Istimewa)

Harli mengatakan seharusnya hakim menilai seluruh alat bukti seperti hasil autopsi, rekaman CCTV, dan keterangan ahli. “Artinya apa? Ini adalah puzzle-puzzle yang harus dibangun oleh majelis sehingga harus dilihat pembuktian ini secara holistik,” jelas Harli.
 
Keluarga Dini kecewa
Tim kuasa hukum keluarga Dini Sera Afrianti, Dimas Yemahura Alfarauq merasa kecewa dengan putusan hakim yang mengabaikan hasil visum.

Gregorius Ronald Tannur
Keluarga Dini Sera Afrianti mengaku kaget dengan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di kasus pembunuhan. Padahal Ronald Tannur sebelumnya dituntut 12 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

"Tapi anehnya hasil visum seolah-olah ditiadakan oleh majelis hakim dan mengatakan hakim meyakini korban meninggal karena sakit lambung akibat minum alkohol. Sementara, setelah minum alkohol yang bersangkutan masih berada di lift dengan GRT lalu dipukul dengan botol tequilla. Lalu di basement dilakukan pelindasan dengan mobil pribadi GRT," kata Dimas, Kamis (25/7/2024).

Memalukan
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni juga menanggapi putusan hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti.

Menurut Sahroni, putusan PN Surabaya itu merupakan putusan yang memalukan. "Polisi sudah memberikan pasal-pasal apa yang disangkakan dan tiba-tiba kemarin diputuskan Pengadilan Negeri, divonis bebas. Ini memalukan," ujar Sahroni, Kamis (25/7/2024).

Sahroni juga mengaku heran atas putusan tersebut, karena jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Ronald agar dihukum 12 tahun penjara.

"Terang benderang bahwa tindak pidana yang jelas terjadi pada tahun 2023, dengan penganiayaan yang menyebabkan seorang perempuan meninggal dunia, ini kan fatal," kata Sahroni.

Karenanya Sahroni mengajak semua pihak untuk melakukan pengawasan pada putusan hakim tersebut. Menurut Sahroni, para hakim yang memutus harus diperiksa secara menyeluruh oleh pihak-pihak yang berwenang.

Wakil Ketua Komisi III,DPR RI Ahmad Sahroni
Ahmad sahroni (Foto: Dok MI)

"Ini hakimnya sakit. Mungkin dia enggak punya anak, seorang anak perempuan yang bisa merasakan bagaimana perempuan ini diperlakukan tidak selayaknya," tegasnya

Seperti diketahui terdakwa perkara pembunuhan Dini Sera Afriyanti, Gregorius Ronald Tannur dijatuhkan vonis bebas oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur pada Rabu, 24 Juli 2024.

Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan, Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan Dini Sera tewas.

“Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Hakim Erintuah.

Hakim menilai terdakwa masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban pada masa kritis.

Selain itu kata dia, terdakwa juga disebut sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. “Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum,” kata Erintuah.

Hakim Erintuah cs datangi PT Surabaya
Tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur (31), mendatangi Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, Jumat (26/7/2024). Adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindio dan Mangapul.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, Erintuah tiba di PT Surabaya sekitar pukul 10.05 WIB. Sekitar pukul 11.36 WIB, Erintuah terlihat keluar bersama Heru dari lantai dua gedung PT Surabaya.

Heru memilih untuk langsung ke masjid untuk menjalankan ibadah Salat Jumat, sedangkan Erintuah memilih pergi keluar meninggalkan PT Surabaya.

"Jangan saya, [tanya] humas, nanti saya tidak objektif dong," kata Erintuah di lokasi.

Saat ditanyai tentang putusan bebas kepada Ronald, Erintuah tak mau banyak berkomentar. "Bukti sudah ada pada pertimbangan itu semua, ya" katanya. 

Gregorius Ronald Tannur
Edaward Tannur (Foto: Istimewa)

Monitorindonesia.com, Jum'at (26/7/2024) petang telah meminta komentar kepada ayah Ronald, Edward Tannur, namun hingga berita ini diterbitkan, belum memberikan respons. (wan)