Ahli Wanti-wanti Tumpang Tindih dan Rebutan Kewenangan di RKUHAP

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Maret 2025 13:58 WIB
KUHP dan KUHAP (Foto: Dok MI/Net/Ist)
KUHP dan KUHAP (Foto: Dok MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra, menyoroti tumpang tindih kewenangan dalam Revisi Kitab Undnag-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi sorotan pakar. Integritas sistem peradilan pidana di Indonesia dinilai dapat terganggu.

Azmi menjelaskan di dalam RKUHAP belum ada keserasian dan keseimbangan wewenang antar aparat penegak hukum. Ia menilai harus ada sedikit pembaruan dalam RKUHAP. 

Menurut dia, KUHAP baru mengandung banyak perbaikan. Namun, hal-hal esensial yang harus disikapi dan diperhatikan ialah terkait prosedur dan batasan koordinasi penyidik dan jaksa penuntut umum. 

"Karena selama ini yang terjadi hanya koordinasi formal. Misalnya, pada kasus salah satu pimpinan KPK,  sudah ditetapkan tersangka oleh kepolisian, namun kasusnya tertahan d kejaksaan dan tidak pernah digelar persidangan." kata Azmi, Sabtu (22/3/2025).
 
Menurut Azmi sistem peradilan pidana yang hendak dituju diletakkan atas prinsip diferensiasi fungsional. Sebab, sebenarnya maksud undang-undang adalah gabungan fungsi untuk menegakkan fungsi, menjalankan, dan memutuskan hukum pidana.

"Jadi dalam RKUHAP harus ada keseimbangan, jangan sampai terjadi rebut merebut dan tumpang tindih kewenangan akibat tidak klik dan tidak terpadunya RKUHAP sebagai satu kesatuan Sistem Peradilan Pidana," ujarnya.

Guru Besar Universitas Djuanda Henny Nuraeny menyoroti dalam RKUHAP terdapat kedudukan yang tidak sejajar antar lembaga penegak hukum dan mengarah pada dominasi aparat penegak hukum tertentu. Reformasi perubahan KUHAP dalam perjalanannya memunculkan kritik dari berbagai pihak terutama dalam proses penyidikan. 

"Adanya perbedaan penafsiran seolah-olah aparat penegak hukum dalam RKUHAP kedudukannya tidak sejajar, tidak balance, tidak sebanding. Padahal, seyogyanya aparat penegak hukum itu harus selaras, serasi, dan berimbang kalau menurut hukum. Jadi, tidak boleh kalau satu mengatakan satu lebih dan satu di bawah," kata Henny.

Topik:

RKUHAP KUHAP KUHP