Sukamta: Serangan Israel ke Iran Bukan Soal Nuklir, Tapi Manuver Politik Netanyahu

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 26 Juni 2025 15:09 WIB
Anggota Komisi I DPR Sukamta (Foto. Rizal)
Anggota Komisi I DPR Sukamta (Foto. Rizal)

Jakarta, MI -  Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, menilai serangan Israel terhadap Iran bukan semata soal ancaman nuklir, melainkan lebih karena alasan politik dalam negeri Israel dan upaya penyelamatan muka Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di panggung internasional.

"Dari kacamata saya, ini bukan soal senjata nuklir semata. Ini soal survival politik Netanyahu. Soal penyelamatan muka di tengah tekanan dalam negeri dan kehilangan dukungan diplomasi internasional akibat genosida di Gaza," kata Sukamta dalam disuksi di DPR,  Kamis (26/6/2025).

Ia menyebut bahwa situasi antara Amerika, Iran, dan Israel sebenarnya tengah berada dalam fase yang bisa dikatakan "win-win" di tengah kondisi yang buruk. Menurutnya, Amerika dan Israel telah berhasil menghambat proses pengayaan uranium Iran, sementara Iran meskipun diserang tetap mampu menjaga martabatnya.

"Dalam waktu yang sangat singkat, Iran kemungkinan besar tidak lagi punya kemampuan membuat bom atom. Itu sesuai target Amerika," ujar Sukamta.

"Tapi di sisi lain, Iran pun menunjukkan kekuatannya dengan meluncurkan rudal balistik spektakuler yang belum pernah terlihat sebelumnya. Ini membuat mereka tampil sebagai pahlawan bagi negara-negara yang menentang tindakan Israel di Gaza."

Popularitas para pemimpin Iran pun, kata Sukamta, melonjak signifikan di dalam negeri. Karena itu, ia berharap semua pihak menahan diri, terutama Amerika, Israel, dan Iran.

"Ini momen yang sangat bagus untuk tidak melakukan tindakan provokatif lebih lanjut," ujarnya.

Namun, Sukamta mengingatkan bahwa sejarah menunjukkan Israel kerap melanggar gencatan senjata dan melakukan provokasi militer. Ia menilai persoalan nuklir Iran sendiri sebetulnya absurd jika dilihat dari konteks perjanjian internasional.

"Iran itu menandatangani Traktat Non-Proliferasi Nuklir. Artinya mereka tidak sedang, dan mestinya tidak akan membuat senjata atom. Inspeksi terhadap fasilitas nuklir mereka juga terus berjalan selama ini. Jadi nothing to hide," jelasnya.

Ia menyindir Amerika Serikat yang sejak 2012 berulang kali mengklaim Iran hampir memiliki bom atom, tanpa bukti konkret. Bahkan, Sukamta menyebut narasi seperti itu digunakan lagi pada 2018 dan 2025.

"Ini bukan hal baru. Amerika pernah pakai narasi serupa untuk menyerang Irak dan Libya, dengan dalih senjata pemusnah massal. Tapi buktinya mana? Irak dan Libya hari ini hancur dan terbelah," tegasnya.

Sukamta menambahkan, kali ini justru lebih aneh karena Israel melakukan serangan langsung tanpa menggunakan tangan negara lain.

"Padahal Iran jauh lebih kuat dibanding Irak dan Libya waktu itu. Kenapa mereka nekat? Saya kira ini karena Netanyahu sedang terpojok di dalam negeri," kata dia.

Ia menyebut blokade Israel terhadap Gaza sudah sampai tahap mematikan, termasuk embargo obat dan pangan yang bisa mengarah pada pemusnahan massal penduduk sipil. Ditambah lagi, insiden penembakan terhadap warga Gaza yang mengantre makanan dengan peluru tajam hampir setiap hari, membuat Israel kian terisolasi secara moral.

"Kalau tidak ada noise dari isu lain, dunia pasti sudah menyorot Gaza tajam. Tapi sekarang mata dunia tertuju ke langit karena rudal Iran, bukan ke bumi Gaza tempat manusia dibantai," tukasnya.

Di tengah tekanan itu, Netanyahu juga tengah menghadapi kasus korupsi, desakan dari keluarga sandera, hingga tekanan oposisi politik. Sukamta menilai provokasi ke Iran adalah strategi Netanyahu untuk mengalihkan sorotan dunia dan meraih dukungan kembali dari negara Barat.

"Dulu citra Israel dibangun selama 78 tahun seolah korban. Tapi kini mereka melakukan apa yang dulu dilakukan Nazi kepada mereka," ujar Sukamta. "Wajah asli Israel kini terbuka. Bahkan politisi Amerika dan Eropa yang selama ini selalu mendukung Israel kini mulai mendapat tekanan publik."

Ia menyoroti pula pertemuan Presiden Prancis dengan Presiden Indonesia sebelum rencana konferensi PBB terkait kemerdekaan Palestina. "Prancis dan Inggris bahkan sudah menjanjikan pengakuan terhadap Palestina merdeka. Ini tamparan diplomatik untuk Israel," tambahnya.

Menurut Sukamta, Israel memprovokasi agar negara-negara Barat kembali berpihak kepadanya dan tidak berdamai dengan Iran. "Kalau Iran dan Amerika berdamai, Israel akan terisolasi. Maka diprovokasilah serangan agar Barat kembali ke barisan mereka," katanya.

Namun, Sukamta mencatat bahwa respons negara-negara Barat justru tidak sekeras dulu. "Eropa Barat dan bahkan Rusia serta Cina lebih memilih wait and see. Mereka tampaknya sadar ini bukan soal nuklir semata, tapi soal kepentingan politik Netanyahu."

Di akhir pernyataannya, Sukamta menyinggung soal pengaruh lobi zionis di Amerika yang sangat kuat. Ia menduga tekanan dari lobi itulah yang memicu keterlibatan Amerika dalam serangan ke fasilitas nuklir Iran.

"Ada dugaan bahwa asap dari pengeboman itu bukan radioaktif, bukan bom atom, tapi dari kendaraan anti-rudal yang ada di situs itu. Saya kira ini sekadar pelunasan kewajiban politik, bukan benar-benar soal keamanan dunia," ucapnya.

Ia pun berharap situasi ini tidak mengeskalasi menjadi konflik global.

"Mudah-mudahan ini kontestasi yang lokal dan sementara. Jangan sampai mengguncang perekonomian dunia," tutup Sukamta.

Topik:

Perang Iran-Israel Ancaman Nuklir DPR Sukamta