Kejati DKI Jakarta Mulai Usut Dugaan Korupsi Bansos dan Waduk Mangkrak

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 7 Februari 2023 21:45 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dikabarkan mulai melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi dilingkup Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta yakni proyek-proyek waduk oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta yang diduga mangkrak dan bantuan sosial (Bansos) yang baru-baru ini menghebohkan publik. Informasi yang diperoleh Monitor Indonesia pada Senin (6/2) bahwa kasus tersebut tidak luput dari pantauan Kejati DKI Jakarta. "Yang Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta akan ditindak lanjuti dulu, yang bansos lagi berjalan," kata sumber itu. Diketahui, anggaran pemprov DKI Jakarta yang bongsor setiap tahun menjadi daya tarik tersendiri baik pagi para pemburu proyek maupun aparat ASN untuk membangun karir setinggi-tingginya. Anggaran yang sangat besar tersebut kisaran Rp 80 triliunan yang setiap tahun tidak luput dari sorotan pegiat anti korupsi. Bahkan, tidak jarang mencuat berita-berita tindakan dugaan korupsi disoroti disetiap unit kerja atau SKPD DKI Jakarta ini dan tidak jarang pula tiba-tiba ada pemberitaan oknum-oknum tertentu sudah dicokok aparat hukum, baik kalangan kontraktor, pejabat maupun anggota legislatif. Tanah Munjul Seperti halnya kasus pembebasan lahan di Munjul yang memakan korban dari perusahaan dan pejabat terkait dari Dinas Pertamanan Pemakaman dan Kehutanan DKI Jakarta. Belakangan yang jarang terekspos adalah kalangan kontraktor pekerja konstruksi ataupun pengadaan barang. Padahal di sektor ini tidak kalah banyaknya kasus-kasus yang mencuat. Modus yang rapi mulai dari proses perencanaan yang sudah menggiring pengusaha, lalu ditingkat pelelangan yang dominan oleh pihak UPPBJ/ULP menentukan pemenang tender. Lalu terakhir ditingkat pelaksanaan. Semua tingkatan dugaan permainan oknum-oknum ini tiap musim selalu terekspos oleh media dan pegiat LSM anti korupsi. Namun taring hukum puncaknya ada ketika kasus UPS yang dilaporkan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok semasa Gubernur DKI Jakarta yang gerah melihat korupsi besar-besaran disektor pendidikan. Itupun korbannya tidak seberapa, Pejabat-pejabat itu masih lincah menyelamatkan diri. Bahkan kini mereka sudah semakin kinclong bertengger dijajaran elit pejabat teras DKI Jakarta. Namun demikian, Ketua Harian Gerakan Manifestasi Rakyat (GAMITRA) Alberto Amoravia tidak pesimis dengan profil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta dengan jajarannya. "Saya optimistis Pak Reda Manthovani sebagai Kajati DKI Jakarta dengan para asisten, serta seluruh tim Adhyaksa di Kejati DKI Jakarta ini. Saya yakini sedang bekerja keras mengusut kasus korupsi ini," katanya kepada Monitor Indonesia, Senin (6/2). Bakal Ada Kejutan Alberto juga menyatakan keyakinannya atas laporannya tentang dugaan tidak pidana korupsi yang sarat dilingkungan Dinas SDA DKI Jakarta pimpinan Yusmada Faizal tersebut. "Silahkan saja Pak Yusmada bungkam selama-lamanya. Tak mau buka komunikasi dengan LSM dan Pers, itu hak dia. Tapi Kejaksaan sebagai garda terdepan penegak hukum, kami andalkan dan kami desak untuk tetap bekerja sesuai kewenangannya. Dan pada waktunya kami yakini akan ada kejutan dari Kejati DKI Jakarta mentersangkakan penjahat penjahat anggaran uang rakyat itu," tegas Alberto. Waduk Mangkrak Tim Monitor Indonesia telah menurunkan reportase soal pembangunan 4 Waduk yakni Waduk Cilangkap, Waduk Munjul, Waduk Kampung Dukuh 1 dan Waduk Mabes Hankam, semuanya berada di wilayah Jakarta Timur yang menelan anggaran ratusan miliar. Proyek pembangunan Waduk Kampung Dukuh 1 dan Waduk Mabes Hankam oleh PT Varas Ratubadis Prambanan terus mengebut sekalipun kontraknya sudah berakhir 15 Desember 2022 lalu. Sesuai SPMK (Surat Perintah Mulai Kerja) yang ditanda tangani oleh Ahmad Saipul selaku Kepala Bidang Geologi Konservasi Air Baku dan Penyedia Air Bersih di DKI Jakarta dan Togu Hendrik Saragi sebagai Direktur PT Varas Ratu Bandis dengan Nomor 6110/.1.774.126 Ter tanggal 18 juli 2022 masa pelaksanaan 151 hari kalender dengan pagu anggaran senilai Rp 41 miliar. Pantauan Monitor Indonesia, Senin (23/1) lalu proyek tersebut tak kunjung selesai. Diperkirakan progresnya masih berkisar 70 %. Menurut Alberto, antara kontraktor pekerja waduk Mabes Hankam Wanatirta dan Kampung Dukuh 1 terindikasi kuat adanya unsur KKN sejak perencanaan, penunjukan pelaksana lewat e-catalog hingga pelaksanaannya. “Kami duga keras ini proyek sarat KKN makanya kami laporkan ke penegak hukum Kejati DKI Jakarta,” kata Alberto, Rabu (25/1). Laporan ke Kajati DKI Jakarta Proyek pembangunan Waduk Cilangkap dan Munjul, pihaknya juga sudah melaporkanya ke pihak Kejati DKI Jakarta yang masih dalam dugaan yang sama. “Laporan kami sudah diterima, kami menaruh harapan besar ditangan Kajati, Pak Reda dan jajarannya agar membongkar misteri pembangunan strategis penangkal banjir ini,” kata Alberto. “Kami uraikan dalam laporan kami bahwa proyek ini sarat kepentingan oknum-oknum yang memanfaatkan program strategis penanggulangan banjir Ibukota ini sebagai kesempatan terselubung,” sambungnya. Menurut Alberto, proyek ini seolah-olah mepunyai aturan tersendiri melalui e-catalog. Lalu dalam pelaksanaanya pun jelas tidak profesional karena faktanya terlambat bahkan bisa dikatakan terbengkalai. “Kami juga desak pihak Kejati DKI Jakarta untuk mengusut. Apakah sesuai aturan dan ketentuan yang dituangkan dalam SPMK tersebut soal denda keterlambatan 1/1000 x Nilai Kontrak. Bila ini benar diterapkan maka perusahaan kena denda sampai saat ini sudah 40 hari,” ungkapnya. “Berarti 40 x 1/1000x Rp 40 Milyar = Rp 1,6 milyar. Begitu juga seharusnya perusahaan ini di kenakan sanksi administratif atas waprestasi dari perusahaan yang seharusnya di black list,” sambungnya. Pihaknya juga telah memonitor dilapangan yang mana masih terus dikerjakan kontraktor PT Arvirotech Konstruksi Indonesia. “Kami gak paham kekebalan hukum Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta ini seperti apa hingga tak pernah menggubris masyarakat. Semua analisa kami telah kami tuangkan dalam laporan singkat kami ke Kejaksaan Tinggi. Kami sangat percaya dengan pak Kajati mampu dan segera mengusut ini agar semuanya transparan,” jelasnya. Sementara itu, Dominggos dari Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia mengatakan bahwa PT Varas Ratubadis Prambanan dan pejabat terkait di Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta. “Ini terkesan kebal hukum,” tegas dia kepada Monitor indonesia di kantornya wisma Bonang Jl. Penataran Nomor 23 Menteng Jakarta Pusat . Menurut Dominggos pekerjaan PT VRP itu asal asalan. Kata dia, galian dari pembuangan lumpur Waduk Kampung Dukuh 1 itu menjadi bahan Urugan proyek lahan Pertamanan Pemakaman dengan anggaran senilai Rp 2,1 miliar lebih yang berada persis disebelah waduk ini. “Sesuai item-item yang tertera dalam SPMK tersebut bahwa galian lumpur waduk harus dibuang sekitar 5 Km dari lokasi, namun kondisi itu malah sebaliknya dipakai untuk proyek taman disebelahnya,” urainya. Bungkam Kepala Dinas Sumber Daya Air Prov DKI Jakarta Yusmada Faizal yang dikonfirmasi berulangkali baik lewat telpon maupun wawancara tertulis di WhatsAppsnya tidak juga bergeming. Begitupun Togu Hendrik Saragi saluran hpnya diduga sudah memblokir kontak wartawan. Begitu juga pihak kontraktornya atas nama Dedi mengambil sikap kompak sama dengan Yusmada yang bungkam alias diam seribu bahasa. Begitu juga pihak Komisi D DPRD DKI khususnya yang membidangi pembangunan sebagai mitra kerja Dinas SDA yang dimintai tanggapannya lebih memilih diam. Baik Ketua Komisi D Ida Mahmuda, Sekretaris Komisi D Syarif begitu juga beberapa anggota Komisi D lintas Partai yang dikonfirmasi media ini tak satupun yang memberikan keterangan. Aroma KKN Untuk diketahui Proyek strategis penanggulangan Banjir Ibukota ini didanai dari pemerintah pusat lewat dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dan APBD DKI Jakarta. Namun disayangkan Kepala Dinas Sumber Daya Air Prov DKI Jakarta Yusmada Faizal melaksanakan pekerjaan besar ini tidak seperti anggaran pemerintah umumnya yang dilelangkan terbuka. Bau aroma KKN sangat terasa dalam pekerjaan ini. Karena selain prosesnya yang tertutup. Kedua-duanya pun dikerjakan satu perusahaan. Namun hasilnya tidak memuaskan. Faktanya hingga tutup buku anggaran tahun 2022 proyek ini tidak selesai bahkan masih jauh dari kepantasan. Sementara itu, Kajati DKI Jakarta, Reda Manthovani telah mendelegasikan kepada Asintel Kejati DKI Jakarta, Setiawan Budi Cahyo. Namun karena dengan kesibukannya hari ini, maka dijadwalkan hari Senin depan. “Senin depan ya Pak, lagi ada giat ini” kata Budi. Dugaan Korupsi Bansos Kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Pemprov DKI Jakarta berawal dari media sosial dan akhirnya anggota DPRD DKI Jakarta berencana memanggil otoritas terkait beras yang disorot itu. Isu ini dicuitkan oleh akun Twitter Rudi Valinka, yakni @kurawa. Tak tanggung-tanggung, dia menyebut ada dugaan korupsi bansos senilai Rp 2,85 triliun. “Semua berawal dari info whistle blower yang mengabarkan adanya penimbunan beras bansos milik perumda Pasar Jaya tahun anggaran 2020 yang masih tersimpan di gudang sewaan di Pulogadung,” cuit akun @kurawa. Kasus temuan bansos yang membusuk tidak disalurkan kepada warga Jakarta sepanjang tahun 2020 itu juga mendapat reaksi warga DKI Jakarta. Bahkan, warga masih setia menunggu kelanjutan kasus ini. Pihak penegak hukum utamanya KPK pun diminta segera mengungkap pelaku yang harus mempertanggung jawabkan. Amir (47) warga Cilangkap, Jakarta Timur, mengaku prihatin dengan berita besar ini. Dia mengakui betapa getirnya kehidupan keluarganya saat pandemi bergejolak di ibukota. Pria beranak 3 ini masih mengingat peringatan keras Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menegaskan akan menindak tegaspelaku korupsi bansos. “Kita ingat betul itu peringatan pak Presiden agar semua pihak bahu-membahu meringankan beban masyarakat. Jangan sekali-kali korupsi bansos. Apalagi dalam kondisi darurat kesehatan dunia seperti Covid-19 ini,” jelas Amir kepada Monitor Indonesia, Sabtu (21/1). Begitu juga rekannya Reza (50) tetangga Azis yang riungan di pos jaga warga di RT 08/06 Cilangkap ini turut berkomentar. Ia tak habis pikir manusia-manusia yang tidak punya nurani, dengan tidak menyalurkan bansos di saat pandemi Covid-19 yang sangat mencekam itu. “Ini biadap namanya, siapapun pelakunya kami minta dihukum seberat beratnya, kalau perlu hukum mati saja itu,” cetus Reza. Penyalur Bansos Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta disebut menunjuk tiga rekanan untuk menyalurkan paket sembako senilai Rp 3,65 triliun. Salah satu rekanan itu adalah Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Jaya. BUMD DKI Jakarta itu mendapat kontrak tertinggi untuk menyalurkan bansos daripada dua rekanan lain yang ditunjuk. Kadis Sosial DKI Jakarta Premi mengakui pihaknya memang pernah bekerja sama dengan Pasar Jaya pada 2020. Menurut dia, kontrak dengan Pasar Jaya berakhir pada 31 Desember 2020. "Intinya memang kalau kami sih memang pernah berkontrak dengan Perumda Pasar Jaya," kata  Premi Lasari di Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023) lalu. "Saya pastikan, kami berkontrak habis 31 Desember 2020," sambung Premi. Tidak Tahu Saat disinggung soal timbunan beras bansos di tempat penyimpanan di Pulogadung, Premi mengaku tak tahu. Ia juga mengaku tak mengetahui apakah beras bansos itu disalurkan oleh Perumda Pasar Jaya atau tidak. "Kita tunggu saja ya itu barang (timbunan beras) siapa. Saya tidak tahu (apakah beras itu disalurkan atau tidak oleh Perumda Pasar Jaya)," lanjutnya. Premi menyebut penyaluran bansos tahun 2020 itu telah diawasi sejumlah pihak seperti Inspektorat DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kesempatan itu, Premi menyinggung bahwa dia telah memberi keterangan kepada KPK. Namun, Premi tak merinci kapan dia memberi keterangan kepada KPK atau apa keterangan yang diberikan. "Kan saya juga sudah pernah menjelaskannya di KPK," kata dia. Heru Budi Enggan Komentar Di lokasi yang sama, Heru Budi kembali buka suara soal kasus dugaan korupsi dana bansos tahun 2020 dari Pemprov DKI. Saat ditanya apakah Pemprov DKI akan membantu jika KPK memang menyelidiki kasus dugaan korupsi itu, Heru enggan berkomentar. "Ya, enggak bisa komentari," ujarnya. Heru menekankan bahwa dia tak mengetahui kasus tersebut. Sebab, katanya, program bansos dari Pemprov DKI itu terjadi jauh sebelum dia menjabat Pj Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Pemprov DKI masih dipimpin Gubernur Anies Baswedan. "Itu (program) tahun 2020, saya enggak tahu. Itu sudah lama, saya enggak masuk ke arah situ," ujar Heru. KPK Turun Tangan Selain Kejati DKI Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengusut kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tahun 2020 yang saat itu masih dinahkodai oleh Anies Baswedan. Dalam dokumen yang beredar, ada beberapa nama anggota DPRD DKI dan beberapa elemen masyarakat. “Bila masyarakat mengetahui dugaan korupsi, silakan kami membuka pintu seluas-luasnya, selebar-lebarnya melalui berbagai kanal yang ada di KPK untuk melaporkan kepada KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (12/1). Ditegaskan oleh Ali, bahwa pihaknya akan menindaklanjuti setiap laporan dugaan korupsi dari masyarakat. Laporan tersebut nantinya akan diverifikasi dan telaah. “Kami pasti menindaklanjuti, kami verifikasi, kami telaah terhadap peristiwa pidana korupsi misalnya, kami tindaklanjuti, kami lakukan pengayaan informasi lebih lanjut,” tandasnya. (Sabam Pakpahan) #Kejati DKI Jakarta