Parkir Liar Sulit Diberantas! Kemana Pendapatannya Diduga Mengalir?

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 18 Mei 2024 13:51 WIB
Petugas Satpol PP DKI Jakarta dan Dishub mengamankan salah satu juru parkir (Foto: Dok MI/Ant)
Petugas Satpol PP DKI Jakarta dan Dishub mengamankan salah satu juru parkir (Foto: Dok MI/Ant)

Jakarta, MI - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan operasi penertiban seperti penangkapan jukir liar yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dan beberapa wilayah lain beberapa hari belakangan ini sebetulnya tidak efektif sama sekali untuk membenahi persoalan parkir liar yang telah bertahun-tahun dibiarkan tumbuh subur.

Ia menyebut akar masalah dari parkir liar adalah tidak tersedianya tempat parkir yang memadai dan lemahnya penegakan hukum.

Merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 5 tahun 2012 tentang Perparkiran, disebutkan bahwa setiap bangunan umum dan/atau yang diperuntukan untuk kegiatan dan/atau usaha wajib dilengkapi fasilitas parkir sesuai kebutuhan Satuan Ruang Parkir (SRP).

Namun apabila penyedia fasilitas parkir tidak memungkinkan menyediakan sendiri, maka dapat diupayakan secara kolektif atau bersama-sama dengan bangunan lain yang berdekatan.

Penyediaan fasilitas parkir itu pun harus memenuhi persyaratan seperti Rencana Tata Ruang WIlayah (RTRW), keselamatan dan kelancaran lalu lintas, keamanan dan keselamatan pengguna parkir, kelestarian lingkungan, kemudahan bagi pengguna jasa parkir, aksesibilitas penyandang disabilitas, serta memenuhi SRP minimal.

Akan tetapi, kata Nirwono Yoga, peraturan tersebut kerap tak dipatuhi oleh badan usaha atau pemerintah daerah.

"Jadi setiap badan usaha dan pemerintah daerah itu harus menyediakan tempat parkir, itu harus. Karena mereka mengundang orang datang ke situ," ujar Nirwono Yoga kepada wartawan, Jumat (17/5/2024).

"Sayangnya kewajiban itu tidak dipenuhi, bahkan gedung pemda bisa dilihat parkir mobil tumpah di jalanan jadi parkir liar semua," tambahnya.

Dalam banyak kasus, katanya, jamak ditemui pemilik usaha seperti kafe atau restoran tidak memiliki lahan parkir yang memadai. Kalaupun punya lahan parkir, tak dikelola dengan benar. Di sinilah celah munculnya parkir liar dan ironisnya tak ada penegakan hukum.

"Parkir liar itu pada akhirnya bukan dilihat sebagai pelanggaran tapi peluang mendapatkan uang. Ruang-ruang yang tidak semestinya menjadi lokasi parkir dikuasai individu tertentu atau ormas."

"Banyak parkir liar dikuasai dengan backingan aparat berwajib dan ormas, kenapa? Karena parkir liar menghasilkan keuntungan luar biasa."

Sementara itu, Wakil Ketua Forum Warga Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan, menyebut bisnis parkir liar di badan jalan di Jakarta bisa menghasilkan uang ratusan miliar rupiah dalam setahun.

Tigor menaksirnya dari rata-rata nominal pembayaran parkir liar yakni Rp10.000 dan dihitung berdasarkan waktu parkir efektif selama delapan jam per hari. Kemudian jumlah itu dikalkulasikan dengan total Satuan Ruang Parkir (SRP) liar yang ada di Jakarta sekitar 16.000 tempat.

"Jika sehari kita hitung titik parkir hanya delapan jam efektif parkir dan satu jam rata-rata membayar Rp10.000, maka pendapatan parkir liar di Jakarta Rp10.000 x 8 x 16.000 adalah Rp1,28 miliar sehari. Sebulan Rp38,4 miliar dan setahun menjadi Rp460 miliar," ucap Tigor.

Apa solusinya?
Nirwono Yoga menilai jika pemprov DKI Jakarta betul-betul serius ingin mengakhiri bisnis parkir liar maka tak boleh pilih kasih. Penertiban yang dilakukan sekarang harus juga menyasar jukir liar di semua badan usaha yang tidak menaati aturan Perda Perparkiran.

Kalau bersandar pada Perda nomor 5 tahun 2012, setiap orang dan/atau badan usaha yang terbukti melakukan pemborongan fasilitas parkir di ruang milik jalan tanpa mendapatkan izin dari gubernur dapat dikenakan denda administratif paling banyak Rp35 juta.

Sedangkan bagi badan usaha atau badan hukum yang menyelenggarakan parkir tidak memiliki izin dari gubernur dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis sebanyak tiga kali, penghentian sementara kegiatan, dan pencabutan izin; serta denda administratif paling banyak Rp50 juta.

"Kalau hanya minimarket tidak fair dong, semua tempat usaha harus ditertibkan. Karena semua melanggar dengan cara yang sama. Coba deh di mana yang enggak ada parkir liarnya? Tempat fotokopi aja bayar, itu kan pungli."

Dalam Perda Perparkiran, sambungnya, pemda sebetulnya sudah memberikan solusi bagi badan usaha yang kesulitan membuat tempat parkir akibat keterbatasan lahan.

Para badan usaha itu bisa patungan dengan badan usaha lain mendirikan parkir komunal secara vertikal yang bisa menampung puluhan kendaraan.

Nirwono percaya warga bakal patuh untuk memarkir kendaraan sesuai tempatnya dan membayar berdasarkan nominal retribusi resmi jika pemda menyediakan parkir yang memadai.

Hal itu terbukti ketika mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menerapkan parkir elektronik di beberapa kawasan Jakarta. "Waktu itu pengguna parkir wajib menggunakan kartu parkir yang dikeluarkan oleh Bank DKI Jakarta dan itu luar biasa pemasukannya karena menghentikan kebocoran di lapangan."

"Petugas parkir juga tertib di lapangan karena ada ketegasan dari pemda. Sekarang hilang, sudah enggak jalan lagi kan, petugasnya enggak ada lagi. Jadi intinya selama pemerintahnya bersih, tegas maka di lapangan bisa berjalan. Sayangnya tidak diterapkan kembali," timpalnya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memberikan peringatan hingga tindakan tegas jika ada yang menerima setoran dari juru parkir liar.

Pemprov DKI bisa apa?
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengaku telah mendapatkan laporan dari Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo terkait adanya salah satu oknum Ketua RT yang menerima setoran dari juru parkir liar.

"Ya saya mendapatkan laporan dari Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta seperti itu. Nanti melalui mekanisme di sana ada Pak Asisten Pembangunan [Aspem], mekanisme pak lurah dipanggil RT-nya atau ada RW juga, ya diberi peringatan dan tindak," kata Heru di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).

Heru menyebutkan, perlu dilakukan pendalaman kasus secara menyeluruh untuk mengetahui benar atau tidaknya terkait kasus tersebut. Jika ketahuan benar, maka oknum tersebut bisa diganti. "Ya tentunya di perda kan ada, kita menegakkan perda ada aturan semuanya. RT juga mengikuti aturan-aturan di perda, kalau tidak disiplin bisa diganti," kata Heru.

Langkah Pemrov DKI yang saat ini tengah melakukan penertiban jukir liar di minimarket menjadi momentum untuk membenahi perparkiran di Jakarta. Menurut Tigor, pengelolaan parkir bisa dimanfaatkan sebagai alat bantu memecahkan masalah transportasi dan pendapatan asli daerah (PAD). 

"Pengelolaan parkir di badan jalan dan di pasar-pasar bisa dijadikan tujuan pengendalian pemecahan masalah kemacetan Jakarta dan sumber pendapat bagi kas daerah Jakarta," kata Tigor. 

Kedua tujuan ini bisa dicapai bersamaan apabila pengelolaannya dilakukan secara baik dan bersih. Tigor menyampaikan, apabila parkir dikelola sebagai alat bantu memecahkan masalah kemacetan, hal ini sesuai dengan target Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang ingin mengatasi masalah kemacetan Jakarta. 

"Saya mendukung Heru Budi memecahkan kemacetan Jakarta dan memerintahkan Dishub menertibkan dan memperbaiki manajemen perparkiran Jakarta, agar bisa membantu memecahkan masalah kemacetan dan mendapat pendapatan yang baik juga besar dari manajemen parkir untuk PAD Jakarta," pungkas Tigor.

Ratusan miliar diduga mengalir ke ormas hingga oknum aparat
Tigor mengungkapkan, pendapatan dari parkir liar di Jakarta ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah per tahun. Angka itu didapat dari rata-rata tarif parkir liar Rp 10.000 dengan asumsi 16.000 satuan ruang parkir (SRP) atau titik parkir liar di Jakarta yang beroperasi selama sekitar 8 jam per hari. 

"Jika sehari kita hitung titik parkir hanya 8 jam efektif parkir dan satu jam rata-rata membayar Rp 10.000, maka pendapatannya parkir liar di Jakarta Rp 10.000 X 8 X 16.000 adalah Rp 1,28 miliar sehari, Rp 38,4 miliar sebulan, dan menjadi Rp 460 miliar setahun," jelas Tigor. 

Namun, jumlah pendapatan parkir liar di Jakarta bisa jauh lebih besar dari yang disebutkan di atas. Pasalnya, jumlah titik parkir liar di Jakarta saat ini bisa ada lebih dari 16.000 sehingga berpengaruh pada jumlah pendapatan. 

"Perhitungan satu SRP efektif 8 jam setiap hari di Jakarta adalah hitungan kecil. Banyak kawasan atau daerah bisnis atau hiburan pendapatan satu SRP bisa efektif lebih dari 12 jam sehari, jadi pendapatannya akan jadi jauh lebih besar lagi," beber Tigor.

Sementara itu, Kriminolog Universitasa Indonesia (UI), Kurnia Zakaria, sebetulnya juru pakir lair bagian dari aparat keamanan RT/RW setempat atau anggota ormas tertentu yang menguasai lahan.

"Tetapi mereka biasanya 'ada setoran' baik ke pihak kepolisian maupun Dishub dan Satpol PP per periode, per minggu bisa juga perb bulan. Inilah yang membuat isu tersebut terus berulang".

"Ada setoran juga ke pemilik lahan/ormas penguasa lahan maupun ke kas RT/RW," kata Kurnia mengawali perbincangannya dengan Monitorindonesia.com, Jum'at (17/5/2024).

Aparat bisa beraksi lagi karean video viral, bisa juga daripada jadi hujatan nettizen warga +62. Kata Kurnia, selama masih aman dibiarkan saja. 

"Parkir gratis di kantor pemerintahan mengapa kah harus diberi kupon atau karcis dan ada penunggunya, masalahnya tarifnya ditentukan bukan sukarela. Uang retribusi parkir adalah pendapatan pemda paling besar dibawah pajab bumi dan bangunan (PBB)," bebernya.

172 jukir ditindak
Adapun tim gabungan penertiban juru parkir liar yang dibentuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menindak 127 juru parkir liar di minimarket di Jakarta selama dua hari pada 15-16 Mei 2024.
 
"Total juru parkir liar yang di tindak penertiban juru parkir liar di wilayah Provinsi DKI Jakarta oleh Tim Gabungan Pemprov DKI Jakarta tanggal 15 Mei sampai 16 Mei 2024 sebanyak 127 juru parkir liar," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (17/5/2024).
 
Syafrin memaparkan, pada 15 Mei 2024 juru parkir liar yang ditindak sebanyak 55 orang, lalu pada 16 Mei 2024 sebanyak 72 orang. Penindakan dilakukan bersama tim gabungan yang terdiri atas personel Dishub DKI Jakarta , Satpol PP dan TNI/Polri.

Pada 15 Mei, tim menjaring sebanyak 55 juru parkir (jukir) liar di berbagai titik pusat perbelanjaan dan minimarket di wilayah Jakarta. Lalu, pada 16 Mei terjaring 72 jukir liar di 66 lokasi.

Topik:

Juru Parkir Parkir Liar Pemprov DKI