Terkait Kasus Suap Hakim Agung, Menko Polhukam Sebut Industri Hukum Gila-gilaan

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 27 September 2022 14:35 WIB
Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, menilai bahwa hukum di negara ini seperti sebuah industri. Hal itu disampaikan Mahfud, seiring penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). “Eh tiba-tiba muncul kasus Hakim Agung Sudrajad Dimyati dengan modus perampasan aset koperasi melalui pemailitan. Ini industri hukum gila-gilaan yang sudah sering saya peringatkan di berbagai kesempatan,” kata Mahfud, dikutip dari akun Instagram pribadinya @mohmahfudmd, Selasa (27/9). Mahfud mengatakan dalam penanganan kasus, Mahkamah Agung (MA) tidak bisa diintervensi pemerintah karena berbeda kelembagaan. Apalagi, kata Mahfud, Mahkamah Agung (MA) selama ini selalu berdalil bahwa hakim itu merdeka dan tak bisa dicampuri. Selain itu, Mahfud mengungkapkan, bahwa Presiden Joko Widodo sangat prihatin atas operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK yang melibatkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Menurutnya, pemerintah sudah berusaha menerobos berbagai blokade di lingkungan pemerintah untuk memberantas mafia hukum, tetapi sering gembos di pengadilan. "Pemerintah sudah bertindak tegas, termasuk mengamputasi bagian tubuhnya sendiri seperti menindak pelaku Asuransi Jiwasraya, Asabri, Garuda, Satelit Kemhan, Kementerian, dan lain-lain," ungkapnya. Mahfud menilai, Kejaksaan Agung selama ini sudah bekerja keras dan berhasil menunjukkan kinerja positifnya, begitu juga dengan KPK. Tetapi kerap kali usaha-usaha yang bagus itu gembos di MA. "Ada koruptor yang dikorting hukumannya dengan diskon besar,” ujarnya. Menko Polhukam itu juga mengatakan, Presiden telah meminta dirinya untuk mencari formula reformasi di bidang hukum peradilan, sesuai dengan instrumen konstitusi dan hukum yang tersedia. “Saya akan segera berkordinasi untuk merumuskan formula reformasi yang memungkinkan secara konstitusi dan tata hukum kita itu. Presiden sangat serius tentang ini,” pungkasnya. Diketahui, dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 10 orang tersangka. Tersangka penerima suap, yakni Sudrajad Dimyati selaku Hakim Agung di Mahkamah Agung, Elly Tri Pangestu selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung, Desy Yustria dan Muhajir Habibie selaku PNS Kepaniteraan Mahkamah Agung, Redi dan Albasri yang merupakan PNS di MA. Sementara itu, tersangka pemberi suap, yaitu Yosep Parera dan Eko Suparno sebagai pengacara, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto dari pihak swasta atau Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID. Adapun uang yang diserahkan pemberi, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) selaku pengacara, yaitu sebesar 202.000 dollar Singapura atau setara Rp2,2 miliar. Uang itu diserahkan Yosep dan Eko kepada Desy Yustria (DY) yang merupakan PNS pada kepaniteraan MA. DY kemudian membagi-bagikan uang itu dan mengambil untuk dirinya sendiri sebesar Rp250 juta. Sementara untuk Muhajir Habibie (MH) yang juga merupakan PNS pada kepaniteraan MA sebesar Rp 850 juta, kemudian untuk ETP (Elly Tri Pangestu) Rp100 juta serta SD (Sudrajad Dimyati) menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta melalui ETP. #KPK OTT Hakim Agung