Pengawasan Obat Sirup Tak Becus! Senator Sumsel Minta Evaluasi dan Sanksi BPOM
![Adelio Pratama](https://monitorindonesia.com/storage/media/user/avatar/SL4jHdN9D0g7bLGXDlWMtJHvcfiIRRXOMdxoLPXe.jpg )
Adelio Pratama
Diperbarui
24 Oktober 2022 16:09 WIB
![Pengawasan Obat Sirup Tak Becus! Senator Sumsel Minta Evaluasi dan Sanksi BPOM](https://monitorindonesia.com/2022/10/WhatsApp-Image-2022-10-24-at-15.33.04.jpeg)
Jakarta, MI - Ditemukannya kandungan etilen glikol pada beberapa merk obat atau sirup untuk balita yang beredar di Indonesia, cukup membuat publik resah.
Pasalnya, kandungan etilon glikol pada obat tersebut diduga sebagai penyebab utama atas melonjaknya kasus gagal ginjal akut pada anak, dimana Sebagian besar penderitanya meninggal dunia.
Demikian disampaikan oleh anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Selatan, Jialyka Maharani yang mengaku turut resah atas fenomena yang terjadi saat ini.
Jialyka lantas, mempertanyakan bagaimana mekanisme atau sistem pengawasan obat yang dilaksanakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selama ini.
“Bagaimana mungkin kandungan berbahaya pada obat anak dapat beredar secara massif di masyarakat, bagaimana pengawasan BPOM selama ini?” tanya Jialyka dalam keterangannya, Senin (24/10).
Senator kelahiran 20 September 1997 tersebut juga meminta BPOM agar tidak semata-mata mengeluarkan izin pendaftaran, tetapi juga harus mengawasi pasca produk tersebut terdaftar.
Menurutnya, selama ini jika produk sudah terdaftar di BPOM, maka mindset yang terbangun dalam masyarakat adalah produk tersebut sudah pasti aman.
"Namun, melalui kejadian ini menyadarkan saya, bahwa mekanisme pengawasan obat dan mekanisme kerja BPOM harus segera direformasi,” tegas Jialyka.
Selain itu, senator termuda tersebut juga menegaskan jika terbukti ditemukan faktor kelalaian dalam pengawasan obat tersebut, maka pihak yang harus bertanggung jawab dan dikenakan sanksi adalah BPOM.
Lebih lanjut, Jialyka juga meminta Kementerian Kesehatan untuk segera melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dalam menghadapi fenomena ini.
"Tidak sedikit masyarakat yang panik berlebihan dalam menghadapi kejadian ini, hingga takut memberikan obat medis kepada anak mereka yang sedang sakit," tutupnya.
Diketahui, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan hingga Minggu (23/10), jumlah pasien dengan gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia mencapai 245 orang.
Mayoritas pasien merupakan usia anak dengan pasien paling banyak bayi di bawah lima tahun (balita).
Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menjelaskan terdapat tiga produk yang melebihi batas ambang cemaran. Adapun takaran ambang batas yang aman untuk tubuh masing-masing etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) adalah sebesar 0,5 mg/kg per berat badan per hari.
“Ada tiga produk yang telah dilakukan pengujian dan dinyatakan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman,” jelas Penny dalam konferensi pers, Minggu (23/10).
Menurut Penny, ketiga produk yang telah dilakukan pengujian dan dinyatakan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman adalah Unibebi Cough Syirup(Universal Pharmaceutical Industries), Unibebi Demam Drop (Universal Pharmaceutical Industries), dan Unibebi Demam Syrup (Universal Pharmaceutical Industries).
Penny menjelaskan, bahwa kadar cemaran di produk jadi bukan merupakan kewajiban pihaknya. Ketentuan ini pun sudah sesuai dengan standar pengawasan farmasi internasional.
Industri farmasi, kata Penny, seharusnya bisa melakukan sendiri, menganalisa dan meningkatkan kualitas kontrolnya, sebagai bentuk tanggung jawab hak edarnya.
“Selama ini memang pengawasan terhadap kadar pencemar di produk jadi tidak jadi ketentuan standar-standar pengawasan atau standar pembuatan obat. Tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut. Sehingga itu (pengawasan ke produk jadi) tidak dilakukan,” beber Penny.
Dengan maraknya gagal ginjal pada anak, tegas Penny, yang kemungkinan disebabkan karena mengkonsumsi berlebih obat sirup yang mengandung EG dan DEG ini, pihaknya akan meningkatkan pengawasannya.
“Kualitas kontrol akan ditingkatkan dan akan mengawasi juga pengawasan di post market pada produk tersebut dengan berbasis risiko. Ini akan jadi pendalaman kami pada perusahaan-perusahaan yang didapatkan produknya melebihi ambang batas atau tidak memenuhi persyaratan,” ungkapnya.
Pendalaman yang akan dilakukan BPOM berkaitan dengan pengawasan sumber bahan baku obat yang terkandung di dalamnya. “Kami sudah mulai melakukan langkah-langkah pembinaan, mendatangi, dan melihat lebih jauh bahan baku detailnya,” pungkasnya. (MI/Aan)
#BPOM
Berita Sebelumnya
Berita Terkait
Kesehatan
![Aneh! Penyebab Banyak Anak-anak Melakukan Cuci Darah Akibat Gagal Ginjal Kronis ke Rumah Sakit IDAI membenarkan adanya anak-anak harus menjalani hemodialisis karena cuci darah. Hasil survei IDAI ditemukan kondisi hematuria dan proteinuria pada urine anak-anak adanya darah dan protein dalam air kencing mereka. (Foto: Ilustrasi/Ist)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/gagal-ginjal-akut-2.webp)
Aneh! Penyebab Banyak Anak-anak Melakukan Cuci Darah Akibat Gagal Ginjal Kronis ke Rumah Sakit
24 Juli 2024 19:35 WIB
Nasional
![Hasil Uji BPOM Roti Aoka-Okko yang Diduga Mengandung Pengawet Berbahaya Ilustrasi [Foto: Ist]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/roti-aoka.webp)
Hasil Uji BPOM Roti Aoka-Okko yang Diduga Mengandung Pengawet Berbahaya
24 Juli 2024 08:54 WIB
Nasional
![DPD RI Minta Pemerintah dan TNI-Polri Segera Selesaikan Konflik Papua Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma (Foto: MI/Dhanis)](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/anggota-dpd-ri-filep.webp)
DPD RI Minta Pemerintah dan TNI-Polri Segera Selesaikan Konflik Papua
5 Juli 2024 13:30 WIB