800 Lebih Meninggal Akibat Banjir, Menhut Raja Juli Tak Tahu Malu!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Desember 2025 17 jam yang lalu
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni (Foto: Dok MI/Ist/Net)
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni (Foto: Dok MI/Ist/Net)

Jakarta, MI - Jika tidak paham soal kehutanan, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni sebaiknya mundur saja dari jabatannya. Dan jika tidak sanggup lagi mengatasi banjir, dia juga seharusnya mempunyai rasa malu sehingga mundur saja dari jabatannya.

Contohi saja dua menteri di Filipina mengundurkan diri karena tak mampu mengatasi bencana banjir. Maka, seharusnya, budaya malu pejabat Filipina itu ditiru para menteri di Indonesia, termasuk Raja Juli.

Seperti itu kira-kira kritikan yang dilontarkan Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin dan anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Rahmat Saleh dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2025) kemarin.

Bahwa Usman mengatakan semestinya izin pelepasan kawasan hutan di Pulau Sumatera dihentikan total. "Pak Menteri lihat nggak bencana Sumatera, seharusnya izin semua disetop."

"Pak Menteri harus jelaskan berapa tahun harus penanaman ulang dan seperti apa sebenarnya Ibu Ketua, pohon yang diameter dua meter bisa tumbuh kembali sehingga inilah tanggung jawab Pak Menteri. Pak Menteri tidak boleh lempar ke yang terdahulu," kata Usman dalam rapat itu.

Maka dari itu dia menyarankan Raja Juli untuk mundur dari posisi sebagai Menteri Kehutanan. Legislator PKB ini menilai Raja Juli tak paham soal kehutanan.

"Kalau Pak Menteri punya hati nurani apa yang disampaikan kan Wakil Ketua, Pak Ahmad Yohan, yang tadi Pak Menteri katakan melalui ayat hadis akhirnya terjadi," jelas Usman.

"Sehingga mohon izin teman-teman Komisi IV, saya keras karena saya paling hatinya kasih sehingga saya saran Pak Menteri, kalau Pak Menteri nggak mampu, mundur aja. Pak Menteri nggak paham tentang kehutanan," timpalnya.

Pun, dia menyinggung kabar Kemenhut mengeluarkan izin di Tapanuli Selatan untuk pelepasan kawasan hutan. Usman lantas mempertanyakan kapan daerah yang gundul di Sumatera ditanami pohon-pohon lagi.

"Kenapa saya katakan gitu? saya contoh di Tapanuli Selatan bulan Oktober Pak Menteri keluarkan izin, Bupati sudah katakan syukur-syukur izin ditutup. Ternyata Oktober, 30 November izinnya keluar sehingga apa yang disampaikan oleh Pak Menteri tidak sejalan semua Pak," jelas Usman.

"Jadi seolah-olahnya kita nih ya bisa diakal-akalin semua Ini ruangan yang terhormat. Saya minta Pak Menteri sekali lagi tolong fokus tiga provinsi ini kapan bisa tanam kembali pohon untuk bisa hidup yang gundul itu," imbuh Usman.

Tak tahu malu?

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKS, Rahmat Saleh dalam rapat tersebut menceritakan mundurnya dua menteri di Filipina karena tak mampu mengatasi bencana banjir. Seharusnya, budaya malu pejabat Filipina itu ditiru para menteri di Indonesia.

"Pada 18 November, kabinetnya Ferdinand Marcos Jr di Filipina, mereka itu banjir penyebabnya. Akan tetapi gentleman dua menterinya itu mengundurkan diri. Karena merasa, menganggap tidak mampu mengatasi ini (banjir)," kata Rahmat dalam rapat.

Jiika memang seorang menteri sudah tidak sanggup, kata dia, maka mundur menjadi pilihan yang mulia. Bahkan dia menyebut jika Kemenhut, hingga hari ini, masih saja menganggap penyebab utama banjir Aceh-Sumatera bukan karena deforestasi atau pembalakan hutan.

Dia lantas menyampaikan data periode 2016-2025 yang menunjukkan, hampir 1,4 juta hektare lahan di Aceh, Sumut, dan Sumbar mengalami deforestasi. Hutan digunduli untuk 631 aktivitas perusahaan izin tambang, HGU sawit, geothermal dan lain-lain.

"Ini angka yang besar. Oleh karena itu, kalau kita berbicara tadi mungkin di akhir ini kemudian kita menganggap deforestasi bukan salah satu penyebab, saya kira itu adalah sesuatu yang salah untuk kita sampaikan kepada masyarakat," kata Rahmat.

"Kita berharap tentu jangan sampai di tengah kondisi-kondisi yang hampir seluruh masyarakat berduka, kemudian kita pejabat mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang menyakiti hati masyarakat," imbuh Rahmat.

800 orang lebih meninggal

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperbarui jumlah korban terdampak banjir bandang hingga tanah longsor di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara. 

Data terbaru Kamis (4/12/2025) sore menyebut lebih daripada 800 orang dilaporkan meninggal dunia. "Saya laporkan bahwa hingga sore ini untuk jumlah korban meninggal dunia bertambah menjadi 836 jiwa," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam konferensi pers, Kamis (4/12/2025).

Sementara itu, jumlah korban hilang 518 orang lalu jumlah korban terluka 2.700 orang. Jika dirincikan per provinsi, sebanyak 325 orang meninggal di Aceh dan dilaporkan 170 orang masih hilang. “Kemudian jumlah korban jiwa di Sumut saat ini menjadi 311 orang dan korban meninggal di Sumbar sebanyak 200 orang,” jelas Abdul.

Total rumah rusak akibat bencana di 3 provinsi ini sebanyak 10.500. BNPB juga melaporkan 536 fasilitas umum rusak, 25 fasilitas kesehatan rusak, 326 fasilitas pendidikan rusak. “Kemudian 185 rumah ibadah dan 295 jembatan rusak,” tandas Abdul.

Topik:

Raja Juli Banjir Bandang Banjir Sumatera Banjir Aceh Komisi IV DPR RI