Catat baik-baik Kejari Kota Bekasi! Wartawan Itu Dilindungi Undang-Undang

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Februari 2023 14:16 WIB
Kota Bekasi, MI - Lembaga Sosial Masyarakat Sosial Kontrol Publik (LSM SKoP) mengecam keras pelarangan wartawan menunggu di area gedung Kantor Kejaksaan Negeri Kota Bekasi. Menurut Polin, selaku Wakil Ketua Umum LSM SKoP sikap Kejari Kota Bekasi yang hanya mementingkan birokrasi tanpa memperhatikan aspek lain. Apapun alasannya, tegas Polin, pihak Kejaksaan tidak boleh seenaknya melarang wartawan atau seseorang mampir dan menunggu di fasilitas negara yang dibangun menggunakan uang rakyat tersebut. “Apalagi melarang wartawan, itu tidak boleh, itu namanya menghalang-halangi tugas wartawan yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Kejari Kota Bekasi seharusnya memahami itu. Cara kerja wartawan bisa dimana saja, kapan saja harus siap, dan bahkan situasi darurat pun mereka sangat dibutuhkan,” ujar Polin kepada Monitor Indonesia, Minggu (5/2). Jika Kejari Kota Bekasi, lanjut Polin, beralasan demi ketertiban dan keamanan, serta menjaga penilaian dari pihak luar, berarti kejaksaan sudah menghakimi (menjustifikasi) profesi wartawan sebagai profesi pembuat kegaduhan dan perusak ketertiban. “Anggapan itu harus diluruskan. Mereka yang ketakutan dikontrol sehingga tidak bisa leluasa berbuat seenaknya, atau merasa tidak nyaman dengan segala kekurangan disana, atau bagaimana,” tanyanya. Kemudian tambah Polin, Kejari Kota Bekasi beralasan upaya meningkatkan pelayanan menuju wilayah bebas korupsi (WBK) yang sewaktu waktu ada pihak atau dari KemenpanRB sedang melakukan penilaian, karena yang melakukan penilaian WBK adalah pihak luar atau mystery shopper. "Memangnya tim penilai itu bodoh hanya melihat visual tanpa meneliti dan check and richeck. Jangan berharap mendapat penilaian WBK kalau ditubuh birokrasi itu belum bersih-bersih," tegasnya. Buktinya, kata dia, baru-baru ini setelah perkara OTT Rahmat Effendi mantan Wali Kota Bekasi diperiksa KPK. Kejari Kota Bekasi tersebut ketahuan menerima dana yang diduga dana gratifikasi dari oknum pejabat Pemkot Bekasi, dan kemudian harus dikembalikan ke rekening penampungan perkara KPK. "Lalu bagaimana mungkin dengan melarang wartawan standby (menunggu) disana lantas mendapat WBK,” tanyanya. Selain itu, Polin juga heran dengan pengakuan Kasubbag Pembinaan Kejari Kota Bekasi, Reno Hariyadi yang menyebut dirinya bukan jaksa tetapi bagian Tata Usaha (TU). "Bagaimana dia membina SDM Jaksa yang merupakan bagian dari tugas pokok KasubbagBin. Apa mungkin dia lebih hebat dari Jaksa Jaksa di Kejari itu,” tanya Polin lagi. Kasubbag Pembinaan itu menyadari belum tersedianya press room, sebagai KasubbagBIN yang bertanggung-jawab membina personil, SDM dan merawat gedung, serta menjaga ketertiban dan keamanan. Maka dari itu, tegas Polin, tidak pantas bertindak kasar kepada wartawan, karena dia belum mampu memfasilitasi wartawan sesuai grade institusi itu. “Minta maaf itu sah-sah saja, tapi ingat, wartawan dilindungi UU, dan sanksi bagi orang yang mencoba menghalang-halangi tugas wartawan dapat diganjar pidana. Kejari Kota Bekasi seharusnya tau itu,” ungkap Polin. Untuk itu, Polin kembali menegaskan, bahwa cara kerja wartawan harus dipahami, dimana, kapan saja harus siap, bahkan situasi darurat pun selalu siap menyampaikan informasi kepada publik. “Tugas wartawan itu mulia untuk mencerdaskan bangsa, tanpa terkecuali terhadap pejabat, karena berdasarkan informasi yang disebarluaskan wartawan, pemerintah dapat mengambil kebijakan, tindakan apa yang harus dilakukan,” tukasnya. Terakhir, Polin berpesan agar tindakan seperti yang dilakukan Kejari Kota Bekasi ini jangan sampai terulang lagi. "Tanpa terkecuali, di instansi, lembaga mana pun jangan sampai mencotoh preseden buruk itu," tandasnya. (M. Aritonang) #Kejari Kota Bekasi