Jadi Pabrik Ekstasi, Rumah di Pedurungan Semarang Digerebek Polisi

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 2 Juni 2023 21:14 WIB
Semarang, MI - Sebuah rumah di Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah, digerebek polisi. Pasalnya, rumah tersebut selama ini menjadi home industry pembuatan ekstasi. Dari penggerebekan oleh petugas gabungan dari Bareskrim Polri dan Polda Jateng, dua orang pelaku ditangkap, dan barang bukti (BB) siap edar serta bahan baku pembuatan narkoba disita. Dugaan kuat bahwa pelaku merupakan jaringan peredaran narkoba internasional. "Sekarang sudah ditangkap, dan petugas sedang melakukan pengembangan ke jaringan lain," kata Wakapolda Jateng Brigjen Pol Abioso Seno Aji didampingi Dirresnarkoba Kombes Pol Lutfi Martadian, saat jumpa pers di TKP, Sabtu (2/6). Jumpa pers juga dihadiri Karo Ops Kombes Pol Basya Radyananda, Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar, dan pejabat Bea Cukai Kanwil Jateng-DIY Tri Utomo, bersama Bareskrim Polri secara daring. Perlu diketahui, pengungkapan kasus ini masih berkaitan dengan di Tangerang, Banten. "Pengungkapan ini bermula dari informasi yang diperoleh petugas Bea Cukai mengenai masuknya alat pencetak pil (dari luar negeri) dan bahan-bahan kimia yang dicurigai digunakan untuk produksi ekstasi," kata Abioso. Berdasarkan informasi tersebut, petugas Bea Cukai kemudian berkoordinasi dengan Bareskrim Polri, Polda Banten, dan Polda Jateng untuk melakukan control delivery. Hasilnya, pada Kamis (1/6) petugas melakukan penggerebekan terhadap alamat rumah di Tangerang, Provinsi Banten, serta Kota Semarang yang menjadi tujuan pengiriman barang-barang tersebut. Penggerebekan di Tangerang dilakukan oleh tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Banten pukul 17.30 WIB di sebuah rumah di Desa Wanakerta, Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten. Berselang dua jam, tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jateng menggerebek sebuah rumah di Jalan Kauman, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang Jawa Tengah. "Di dalam rumah yang dipergunakan sebagai tempat produksi narkotika jenis ekstasi ini, petugas mendapati adanya aktivitas produksi obat-obatan terlarang yang dilakukan oleh para pelaku," ujarnya. Di TKP Tangerang, dua orang pelaku berinisial TH (39) dan N (27) diamankan petugas berikut barang bukti mesin cetak ekstasi, serta bahan bakunya. Kedua laki-laki asal Bogor tersebut diamankan setelah kedapatan meracik dan memproduksi obat-obatan terlarang di TKP. Sedangkan di Kota Semarang, petugas mengamankan dua orang asal Tanjung Priok, Jakarta Utara berinisial MR (28) yang berperan sebagai koki (peracik bahan), dan ARD (24) yang berperan sebagai operator mesin cetak ekstasi. Dua pelaku di Tangerang mengaku disuruh seseorang berinisial B (kini DPO) untuk memproduksi ekstasi. Sementara dua pelaku yang ditangkap di Semarang mengaku membuat barang haram tersebut atas suruhan seseorang berinisial K (juga DPO). "Untuk pelaku di Tangerang dijanjikan upah Rp 500 ribu per orang, sedangkan yang di Semarang dijanjikan upah Rp 1 juta per orang sebagai uang makan," ucap Abioso. Menurutnya, saat ini petugas masih melakukan profiling terhadap orang yang menyuruh para pelaku. Adapun dari hasil penangkapan di dua TKP tersebut, petugas mengamankan lebih dari 35.000 pil ekstasi, 1.893 butir kapsul berisi serbuk prekusor pembuat ekstasi, dua mesin cetak ekstasi, dan berbagai bahan baku pembuat ekstasi dengan berat total 100 kilogram. "Berkat pengungkapan tersebut, kita telah berhasil menyelamatkan 460.778 jiwa masyarakat dari ancaman narkoba," tandasnya. Atas perbuatannya itu, para pelaku dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 jo Pasal 132 (1) subsider Pasal 113 ayat (2) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup atau maksimal hukuman mati. Usai kegiatan, Wakapolda mengimbau masyarakat untuk lebih peka dan waspada terhadap warga pendatang baru yang ada di lingkungannya. Dirinya turut mengingatkan untuk tidak segan melapor jika ada warga baru yang datang dan menginap 1 x 24 jam, namun tidak melapor ke RT setempat. "Ini sangat disayangkan karena para pelaku di Semarang ini sudah tinggal beberapa minggu di TKP, namun mereka tidak lapor ke RT. Jika ada hal semacam ini, maka seharusnya pihak RT yang pro aktif dengan mengecek warga baru tersebut. Siapa mereka, ada hubungan apa dengan pemilik rumah, dan apa keperluan mereka tinggal di rumah tersebut. Kita harus lebih peka," pungkasnya. (Estanto)