Mafia Gas Elpiji di Rumpin, Mabes Polri Harus Ambil Tindakan Tegas

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 April 2024 23:34 WIB
Mobil pengangkut tabung gas (Foto: Dok MI)
Mobil pengangkut tabung gas (Foto: Dok MI)

Bogor, MI - Praktek pengoplosan gas elpiji 3 Kg subsidi ke tabung 12 Kg nonsubsidi di wilayah Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) sepertinya kebal hukum. Pasalnya, hingga saat ini praktek pengoplosan gas bersubsidi itu masih tetap berjalan tanpa tersentuh aparat penegak hukum. 

Temuan di lapangan, sangat banyak mobil yang mengangkut tabung gas 3 Kg dan ada juga yang mengangkut tabung gas 12 Kg dengan cara ditutupi terpal untuk mengelabui aparat setempat.

"Mobil ini milik J sebentar saya hubungi dulu," kata seorang sopir yang membawa tabung gas dengan nopol B 9944 NAO, saat dikonfirmasi pada Senin (1/4/2024) lalu.

Sementara J mengakui bahwa dirinya sebagai koordinator untuk semua tabung gas ilegal yang berjalan diwilayah Rumpin itu.

Hal ini pun membuat warga sekitar yang merasa resah, akibat banyak daripada tabung melon yang tidak sesuai takaran sehingga cepat habis. 

Salah seorang warga Rumpin, Rudi mengaku dirinya membeli gas melon kerap cepat habis sebelum waktunya. "Biasanya kalo beli gas melon bisa sampai 2 Minggu, tapi sekarang hanya seminggu lebih 3 hari sudah habis,” kata Rudi, pedagang makanan cepat saji itu kepada Monitorindonesia.com, Senin (1/4/2024) lalu.

Rudi pun mengaku, bahwa mobil yang mengangkut tabung gas selalu mondar mandir dijalan raya ini sambil menunjuk kejalan. Bahkan, bila ada rekan-rekan awak media dan lembaga tertentu yang datang ke lokasi langsung diarahkan kepada salah satu koordinator berinisial J diduga aparat yang membekingi usaha ilegal tersebut. 

Yang lebih mengherankan lagi, di lokasi tempat mondar-mandirnya mobil yang mengangkut tabung gas ilegal berjalan tepat didepan kantor kantor Polsek setempat.

Jika meruju pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dinyatakan bahwa "Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar".

Lalu, pada Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar. (Yuli Amran)