Profesionalisme Direksi ASDP dan Jeratan Hukum

Marzuki Alie, Ketua DPR RI 2009-2014

Marzuki Alie, Ketua DPR RI 2009-2014

Diperbarui 1 Desember 2025 06:20 WIB
Ketua DPR RI periode 2009-2014, Marzuki Alie
Ketua DPR RI periode 2009-2014, Marzuki Alie

Untuk kesekian kali kita semua dihentakan oleh satu “akrobat hukum” yang menisbikan profesionalisme direksi Perusahaan. Direksi ASDP dituntut meski akhirnya mendapatkan rehabilitasi.

Nampak ketiadaan rasa bersalah, KPK bersikukuh merasa benar atas apa yang telah dilakukan. Setelah dilakukan Rehabilitasi terhadap Direksi ASDP Ibu Ira Puspadewi dkk, oleh Presiden Prabowo Subianto bersama DPR, Pimpinan KPK melalui Juru Bicara Budi Prasetyo menyatakan sikap tetap pada pendirian mereka. KPK yakin bahwa fakta hukum di persidangan tetaplah fakta hukum bahwa Ibu Ira Puspadewi dkk telah melakukan perbuatan melawan hukum, walau mereka diberikan rehabilitasi.

Sikap seperti ini menurut saya, telah menapikan keputusan Presiden yang mendapatkan masukan dari masyarakat dan DPR, setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dalam memberikan rehabilitasi bagi Ibu Ira Puspadewi dkk.

Meskipun rehabilitasi merupakan keputusan politik, hak istimewa Presiden, namun pertimbangan utamanya adalah memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, kepentingan yang lebih besar. Saya sendiri secara aktif melakukan penggalangan tandatangan agar Presiden turun tangan memberikan atensi atas kasus bu Ira Puspadewi dkk.

Menurut Jubir KPK, ada 12 perbuatan melawan hukum dilakukan Direksi ASDP dan merupakan fakta hukum. Tetapi ingat, harusnya KPK juga jujur untuk mengakui ada 2 fakta hukum lainnya yaitu pertama, tidak ada niat jahat (mens rea). Kedua, tidak menerima apapun dari transaksi tersebut.

Keduanya penting disampaikan ke ruang publik, agar masyarakat tidak salah memberikan penilaian.

Pertanyaannya, apakah 12 fakta hukum yang diindikasikan oleh KPK melawan hukum, pantas dipidana, atau tidak, karena yang tertera dalam tuntutan Jaksa dan keputusan Hakim bahwa para terdakwa tidak ada niat jahat (mens rea)? Selain itu terdakwa tidak ada menerima sesuatu atas transaksi tersebut, dan hanya dinyatakan lalai yang merugikan keuangan negara dan menguntungkan korporasi/Owner PT. JN. Semua itu didasarkan atas pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU Tipikor; penulis berpandangan pasal karet yang menjerat siapapun walau tidak ada sedikitpun keuntungan pribadi.

Pengalaman sebagai Direksi BUMN dengan berbagai kasus dan pernah mengalami kriminalisasi juga dari APH, dan pengalaman dalam mengakuisisi beragam perusahan, yakin benar bahwa judgement akuisisi oleh Direksi ASDP, diambil berdasarkan data yang sudah dianalisis. Keyakinan dan Pengalaman Direksi ASDP memang tidak mudah dipahami orang lain di luar sistem PT. ASDP, apalagi penyidik KPK yang hanya melihat hitam putih dengan kacamata kuda. Seorang pebisnis harus memiliki intuisi.

Akurasi intuisi tersebut berdasarkan pengalaman yang tidak singkat dan sudah teruji. Harusnya dengan fakta hukum pada saat penyelidikan tidak ada niat jahat dan tidak ada menerima apapun dari akuisisi tersebut, atas perbuatan yang dilakukan oleh Direksi ASDP, tidak layak lagi dinaikkan ke penyidikan.

Tapi inilah penegakan hukum di Indonesia, Jaksa selalu pada pendapatnya, “nanti kita uji di pengadilan”. Jaksa yang menyidik kasus ini tidak merasakan sakitnya dijadikan tersangka, dituduh korupsi, nama baik serta merta menjadi hancur. Banyak kasus, keluarga/kehidupan mereka hancur, karena tuduhan yang semena-mena yang dilakukan APH.

Menarik untuk mendiskusikan 12 tuduhan KPK tersebut sebagai media edukasi agar kasus serupa tak terulang kembali di masa yang akan datang, sebagai berikut :

1. Mengubah RKAP secara tiba-tiba dari “pembangunan kapal menjadi akuisisi perusahaan”.

RKAP disusun dengan berbagai asumsi baik micro maupun macro, disahkan oleh Pemegang Saham dalam forum RUPS merupakan acuan bagi direksi untuk menjalankan perusahaan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila dalam kondisi tertentu asumsi-asumsi tersebut sudah tidak sesuai lagi, maka kapanpun RKAP bisa saja dilakukan perubahan / revisi oleh Direksi.

Ada 2 mekanisme yang biasa ditempuh oleh Direksi, yaitu 1) Mengusulkan rencana perubahan tersebut kepada Dewan Komisaris, untuk kemudian mengajukan surat tertulis kepada Pemegang Saham, yang ditandatatangani oleh Direktur Utama bersama Komisaris Utama. 2) Dipertanggungjawabkan oleh Direksi bersama Komisaris dalam Forum RUPS Acquit et de charge atas Kinerja Perusahaan pada tahun tersebut.

Perubahan RKAP tersebut bukan tindak pidana sepanjang bukan dimaksudkan untuk kepentingan Pribadi/menguntungkan pribadi atau didasarkan pada niat jahat/mens rea. Apalagi merubah keputusan Direksi, yang merupakan kewenangan Direksi.

2. Melakukan akuisi tanpa studi kelayakan yang layak.

Direksi tidak akan melakukan aksi korporasi tanpa melakukan kajian lengkap terkait aspek teknis, market dan finance serta manajemen. Kalau yang dimaksudkan oleh KPK berupa studi kelayakan yang layak itu harus disiapkan oleh konsultan dan dalam bentuk buku studi kelayakan yang lengkap, tergantung judgement Direksi, seberapa kompleks aspek bisnis yang harus dikaji.

Melakukan akuisi perusahaan dengan tipikal bisnis yang sama antara PT. JN dengan ASDP, dimana secara logika dan kasat mata cukup kajian sederhana. Direksi dengan pengalamannya tidak merasa perlu untuk membuat studi kelayakan yang lengkap seperti yang diinginkan oleh KPK, seperti melakukan investasi dengan kompleksitas variable yang banyak mempengaruhi kelayakan.

Judment direksi untuk memakai studi yang lengkap atau tidak, sekali lagi ini bukanlah tindak pidana. Jamak bagi bisnis dalam rangka memperluas pangsa pasar melakukan akuisisi perusahaan sejenis yang dipandang “sakit/tidak sehat”. Alasannya pertama memperoleh perusahaan dengan harga murah. Kedua, setelah diakuisisi perusahaan dapat dibenahi dan memberikan synergi sehingga dalam jangka panjang memberikan benefit yang besar secara konsolidasi.

Saya punya pengalaman saat PT. Semen Baturaja (PT.SB) dinyatakan tidak layak lagi dilanjutkan karena Krisis multi dimensi tahun 1998/1999. PT. SB saat itu sudah menjadi pesakitan dan dalam pengelolaan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), karena proyek pengembangan yang sedang dilaksanakan terpaksa berhenti dengan melemahnya KURS rupiah terhadap USD sampai 700%.

Konsultan Amerika Boston Consulting Group (BCG) yang ditunjuk oleh Kementerian BUMN, untuk melakukan kajian lengkap dan memberi rekomendasi terhadap semua BUMN yang terdampak krisis saat itu, merekomendasikan PT.SB untuk ditutup dan digabung dengan PT. Semen Gresik melalui Cemex Indonesia. Kami yang berada di dalam perusahaan, sangat memahami kondisi internal PT.SB dan lingkungan makronya. Tanpa harus membuat pembanding studi kelayakan yang lengkap, kami selaku staf bersama Direksi berani menyatakan bahwa hasil kajian BCG tidak valid dan menyesatkan.

Oleh karenanya kami melakukan perlawanan kepada Kementerian BUMN. Akhirnya kami bisa dihadapkan kepada Konsultan BCG oleh Deputi Kementerian BUMN saat itu, Bp. Setyanto P. Santoso.

Ternyata asumsi yang ditetapkan oleh BCG untuk melakukan kajian sangat tidak masuk akal. Setelah debat panjang tentang asumsi yang dibuat oleh BCG, akhirnya keputusan Kementerian BUMN untuk menjual PT. Semen Baturaja kepada Cemex Indonesia dibatalkan. Alhamdulillah ada hikmah dibalik semua itu, saya ditantang dan diangkat menjadi Direksi. 

Dalam 1 (satu) tahun masalah PT. SB kami selesaikan tanpa bantuan Pemerintah untuk keluar dari BPPN. Artinya bagi manajemen internal perusahaan, yang sudah sangat memahami napas dan denyut nadi perusahaan, tanpa harus membuat kajian yang lengkap bisa berargumentasi dengan konsultan yang memiliki reputasi dunia, karena mereka hanya melihat data hitam di atas putih.

Apakah perlawanan yang kami lakukan termasuk pidana? Tadinya valuasi PT. SB negatif, setelah kami selesaikan masalahnya, hasil valuasi berubah menjadi positif Rp1,2 Triliun. Ini sejarah bukan omong kosong dan tercatat di dokumen PT. SB. 

3. Mengabaikan berbagai resiko tinggi dalam aksi korporasi.

Direksi BUMN adalah leader yang diamanahkan oleh Pemerintah untuk membawa BUMN mampu menjadi salah satu agen pembangunan dan menciptakan laba memberikan dividen bagi Pemerintah.

Pengamatan saya Dirut ASDP, Ibu Ira Puspadewi adalah tipe pemimpin yang berani mengambil resiko (risk taker). Faktanya beliau dipercaya perusahaan asing sampai 17 tahun. Seorang Dahlan Iskan, saat itu Menteri BUMN, yang juga piawai dalam dunia bisnis memanggil Ibu Ira Puspadewi kembali ke Indonesia, mengabdi untuk bangsa sendiri, dipastikan dengan pertimbangan profesionalisme.

Harusnya APH mempertimbangkan, “sepanjang policy yang diambil oleh manajemen berdasarkan pertimbangan professional, bukan keuntungan pribadi”, tidak pantas untuk dipidanakan”.

Kalau yang diingingkan KPK agar Direksi BUMN harus safety player, menikmati zona nyaman, dijamin BUMN kita akan berjalan seperti siput. Ini yang membuat BUMN kita tidak akan pernah maju. Ada yang berani, tapi berani untuk korupsi. Kita harus mencari Direksi BUMN yang amanah, kompeten dan risk taker. High risk high impact, BUMN kita akan maju menjadi motor penggerak ekonomi.

4. Mematok harga akuisisi bersama pemilik PT. JN

Saya tidak ngerti maksudnya, artinya Direksi harus menetapkan sendiri harga, lalu owner PT.JN tidak terima, memang akuisisi bisa terjadi? Ini statemen yang tidak pas. Parahnya kalau APH tidak punya pengalaman di korporasi, semua tindakan diukur dengan kerapihan dokumen, ikuti semua SOP padahal kondisi berbeda dan harus ada keputusan yang cepat. Ini sekedar saran, sebaiknya pimpinan KPK itu diisi lengkap mereka yang kompeten dan pengalaman dalam berbagai profesi. Sayangnya itu tidak dipahami oleh mereka yang memilihnya.

Negosiasi itu kewenangan Direksi untuk mendapatkan harga kesepakatan. Sangat wajar jika PTASDP menawar sedikit diatas nilai wajar agar terjadi transaksi akuisisi. Alasan kuatnya Adalah bahwa PT ASDP akan mendapatkan synergi jangka panjang. Hal ini terbukti dengan kemampuan mencetak laba ditahun-tahun berikutnya. Hasil negosiasi itulah yang nanti dijadikan dasar untuk meminta persetujuan, atau bahan untuk meyakinkan stake holder bahwa harga tersebut sudah dinegosiasikan. Tapi itu bukan keputusan final dan finalnya apabila direksi bisa meyakinkan semua stake holder.

5. Mengintervensi valuasi agar sesuai harga yang sudah dikunci

Meyakinkan itu bukan intervensi, intervensi artinya menggunakan POWER. KJPP selaku valuator punya standard penilaian yang tidak bisa diintervensi. Bisa diintervensi artinya tidak professional.

Tidak mudah bagi Direksi yang berada di tengah, untuk menjalankan misi perusahaan kecuali perusahaan milik sendiri. 1) Bernegosiasi dengan partner untuk mendapatkan kondisi terbaik. 2) Meyakinkan stake holders, bahwa harga kesepakatan tersebut sudah maksimal dan sudah menguntungkan perusahaan.

Kalau tidak pernah menjadi Direksi BUMN, ataupun sempat menjadi Direksi tapi safety player, menikmati zona nyaman, wajar saja berpikir negatif, bahwa itu ada kong kalikong. “Pikiran jahat, hanya untuk mereka yang jahat. Artinya anda harus jahat kepada penjahat, jangan kepada yang baik”.

6. Memberikan data tidak akurat kepada Konsultan termasuk soal kapal yang mangkrak

Kewajiban konsultan untuk mencari data dari semua sumber yang relevan, bukan hanya dari Direksi. Anda sesat pikir terhadap profesi konsultan. Konsultan itu independen, Direksi bisa menyampaikan masukan/data sesuai apa yang dilihat/diketahui direksi, hanya sebagai salah satu sumber informasi.

Berbeda dengan Akuntan Publik yang mengaudit BUMN, dimana opini akuntan dibatasi oleh data yang tersedia, dan tidak ada kewajiban untuk memastikan apakah data yang tersedia tersebut dapat dipercaya atau tidak, sepanjang bukti pembukuan sudah memenuhi SOP Perusahaan dan meyakinkan Auditor. Lalu dimana salahnya Direksi?

Terkait kapal yang mangkrak, harus jelas kriteria mangkrak, kapal yang sedang docking, itu bukan mangkrak, tapi aktifitas pemeliharaan rutin yang wajib dilakukan sesuai masa pakai kapal dari waktu docking sebelumnya. Semua dilakukan guna menjamin keselamatan terutama ditengah tragedy tenggelamnya kapal beberapa waktu yang lalu.

7. Mengabaikan utang, kondisi kapal, dan kewajiban pajak PT. JN

Dalam mengakuisisi perusahaan, dipastikan semua hak dan kewajiban PT. JN sudah dihitung dan divaluasi. PT ASDP melalui konsultan pasti sudah melakukan corporate valuation termasuk beban utangnya dan disajikan dengan berbagai scenario. Biasanya ada kesepakatan terpisah bilamana ada piutang dan hutang yang tidak tertera dalam laporan keuangan yang diterima dari owner PT. JN.

Pertanyaannya, apakah setelah mengakuisi PT. JN mengalami kesulitan keuangan untuk memenuhi kewajiban? Apakah ada hutang kepada Pihak Ketiga termasuk hutang pajak yang tidak diperhitungkan sebelumnya. Tidak baik membuat statemen seperti itu, seolah itu lepas dari kajian Konsultan dan Direksi, artinya KPK mengabaikan: 1) Valuasi yang dilakukan KJPP MBPRU bahwa faktanya ASDP membeli lebih murah 40% dari valuasi. Perlu dicatat bahwa nilai valuasi KJPP Rp2,09 triliun, sementara nilai akuisisi hanya Rp1,2 7 triliun. Artinya PT ASDP mengakuisisi dengan harga lebih rendah dan ada penghematan Rp820 miliar. 2) Mengabaikan kesaksian Pricewaterhouse Cooper (Konsultan Pajak), dan Deloitte (Konsultan Keuangan), yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, bahwa mereka bekerja secara professional tidak ada pengkondisian.

Saya yakin KPK mengerti/paham bahwa PwC dan Deloitte adalah Konsultan dengan reputasi internasional, dan bukan sekelas konsultan internal KPK atau saksi ahli yang dihadirkan KPK tanpa sertifikasi keahlian serta bisa menghakimi mereka yang terukur profesionalismenya secara internasional.

8. Memaksakan akuisisi meski keuangan ASDP tidak memungkin

Pernyataan ini apakah ada kajiannya? Direksi sudah pasti melakukan evaluasi secara lengkap dengan data factual. Cash Flow merupakan aliran darah bagi perusahaan sudah pasti Direksi membuat proyeksinya secara hati-hati, tidak boleh salah. Pertanyaan berikut, apakah PT.JN atau PT.ASDP mengalami kondisi “illiquid” atau kesulitan cash flow, nyatanya laba perusahaan meningkat tajam dari sebelum akuisisi dengan setelah akuisisi. Saya tidak punya data cash flow, tapi dari data public yang saya dapatkan Th 2021 sebelum akuisisi laba ASDP Rp326,3 M; kemudian tahun 2022 dilakukan akuisisi. Pada tahun 2023 laba perusahaan meningkat menjadi Rp637 miliar.

Secara prinsip laba adalah cash in-flow. Karakter bisnis ASDP adalah menjual tiket dengan tunai, tidak ada piutang bisnis penjualan tiket, tidak ada piutang macet, artinya kenaikan keuntungan ASDP, akan memperkuat cash flow perusahaan.

Andaikata 100% akuisisi tsb dibiayai oleh lembaga perbankan, maka 5 th sudah terlalu lama bagi ASDPuntuk melunasi kewajiban perbankan. Ini hitungan mencongak waktu kami masih SD dulu, artinya secara logika, bisnis ini sangat bagus.

9. Mengesampingkan masukan BPKP tentang harga kapal yang dianggap mahal

Saya tidak membaca rekomendasi BPKP, tapi mengakuisisi perusahaan bukan membeli kapal. Mengakuisisi perusahaan, artinya membeli assets, prospek perusahaan setelah mengakuisisi, termasuk manajemen, pelanggan dan semua perizinan, termasuk izin penyebrangan yang dimilki oleh PT.JN.

Apabila diasumsikan “pendapat KPK pada butir 8 di atas adalah benar”, dimana keuangan ASDP tidak mungkin melakukan aquisisi/investasi, maka pertimbangan berikut yang mendukung Direksi merubah RKAP membangun kapal dengan akuisisi perusahaan, pada butir 1 diatas menjadi valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

a. Apabila membangun kapal, maka selama pembangunan akan terjadi cash out-flow, artinya selama minimal setahun, ASDP hanya mengeluarkan uang. Apabila dana investasi tersebut dari kredit perbankan, maka selama pembangunan akan ada kewajiban bunga yang harus dibayar oleh ASDP, termasuk pokok apabila tidak ada grace periodnya.

b. Setelah kapal selesai, apakah ASDP bisa mendapat izin trayek masuk ke-wilayah perairan yang sudah dikuasai oleh PT.JN dan pelaku usaha lainnya? Informasi public yang saya dapatkan, semua perizinan sampai saat ini masih di-moratorium. Artinya kapal baru tersebut tidak akan menambah trayek lintasan, tidak menambah market area, terpaksa digunakan untuk trayek yang sudah ada. Dipastikan tidak optimal, dan bisa terjadi default, tidak mampu membayar kewajiban atas utang perbankan.

c. Andaikatapun mendapat izin trayek, perlu pre-marketing, untuk mengenalkan kapal baru PT.ASDP pada jalur baru tersebut, yang jelas perlu waktu untuk mendapatkan market share yang sudah dikuasai oleh pemain yang ada. Selama waktu tersebut diperlukan dukungan cash flow.

d. Dinyatakan oleh KPK bahwa keuangan ASDP tidak cukup mampu untuk akuisisi/investasi, tanpa cash in-flow sejak kredit dicairkan sampai kapal dioperasikan, saya yakin pembangunan kapal tersebut menjadi sangat tidak feasible dan memiliki resiko bisnis yang tinggi.

e. Dari data tersebut butir (a) sampai (d) di atas, tersebut, apabila saya sebagai Dirut ASDP, saya putuskan untuk tidak akan membangun kapal baru. Apakah kemudian Direksi diam dan hanya menjalankan bisnis yang ada? Itulah kita butuh Direksi yang berpikir visioner. Ada peluang akuisisi dan perusahaan tersebut secara bisnis settle dan cash flow aman, pasti saya putuskan akan akuisisi PT. JN. Direksi seperti ini yang kita harapkan untuk memimpin BUMN.

10. Membeli kapal tak layak operasi, tidak sesuai standar IMO, Sebagian tanpa asuransi

Berapa persen kapal yang tak layak operasi, tidak jelas. Ini hanya bentuk “generalisasi” situasi yang jelas tidak sama, tujuannya untuk memframing, bahwa Direksi lalai, dan bodoh pantas dipidana, walau tidak memperkaya diri.

Data public yang ada, dari 53 kapal, hanya 2 kapal dalam perbaikan, selebihnya beroperasi menghasilkan uang. Rekomendasi PT. Biro Klasifikasi Indonesia juga hanya 9 kapal yang tidak layak untuk diakuisisi, artinya ada 44 kapal yang masih layak. Tapi sekali lagi, ini bukan membeli kapal, tapi membeli perusahaan, artinya baik dan buruknya assets masuk dalam paket pembelian perusahaan.

Sebelum dilakukan akuisisi, dilaksanakan KSU (Kerjasama Usaha) antara PT.ASDP dan PT.JN 2019- 2020 kemudian diperpanjang 2021-2022, dalam KSU ini ASDP sudah mendapatkan keuntungan. Pada akhirnya PT.ASDP mengakuisisi PT. JN tentu dengan pertimbangan professional Direksi.

11. Salah membaca kondisi pasar penyeberangan yang sudah jenuh.

Indonesia negara kepulauan, kalau dibilang pasar ASDP sudah jenuh, artinya tidak paham Indonesia. Tidak paham juga tentang demografi, pertambahan penduduk pada suatu wilayah. Kebutuhan ruang kapal berkorelasi dengan pertambahan penduduk pada wilayah-wilayah tersebut. ASDP memiliki misi menyediakan kapal untuk penyebrangan perintis, dipastikan rugi bagi ASDP tapi secara makro sangat membantu tumbuhnya ekonomi dimana pulau-pulau tersebut difasilitasi oleh ASDP dengan kapal-kapal perintis.

Adanya kapal-kapal tersebut, ASDP ikut kontribusi kepada usaha pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat khususnya di wilayah 3 T. Direksi ASDP harus berpikir keras, bagaimana melakukan subsidi silang, agar pelayaran perintis yang merugi bisa ditutupi dengan keuntungan wilayah lain merupakan trayek gemuk. Akuisisi PT.JN adalah salah satu strategi untuk menambah keuntungan guna mempertahankan operasional pelayaran perintis, faktanya keuntungan ASDP meningkat.

Akuisisi artinya tidak menambah pasokan ruang kapal dari sisi suplai - supply side, tapi justrumendapat/ mengambil market share yang sudah exist.

12. Mempengaruhi konsultan untuk memberikan keterangan yang mendukung scenario tertentu

Mohon maaf, anda mungkin keliru menuduh konsultan sekelas PwC dan Deloitte, ikut scenario client mereka. Reputasi mereka akan hancur dan pendapatan konsultansi yang mereka dapatkan, terlalu rendah dibandingkan nama besar mereka di dunia international. Kalau begitu keliru besar Pemerintah dan dunia usaha yang mengakui Pwc dan Deloitte masuk dalam The BIG FOUR dalam industrinya yang memberikan jasa konsultansi berupa: Audit; Tax; Keuangan yaitu : 1. Deloitte; 2. Pricewaterhouse Cooper (PwC); 3. Ernst & Young (EY) dan 4. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG).

Pendapat saya terakhir, apakah pengalaman dan kenyamanan Ibu Ira Puspadewi yang sudah bekerja 17 tahun  bekerja di perusahaan raksasa Amerika - GAP. INC, kembali ke Indonesia atas permintaan Menteri BUMN untuk mengabdi kepada negara sendiri, tidak menjadi pertimbangan sama sekali bagi APH dalam menetapkan yang bersangkutan sebagai TSK.

Bisa saja keputusan bisnis tersebut salah, karena lingkungan social, politik dan birokrasi di Indonesia yang tidak sama seperti Amerika, apa yang dilakukan oleh Ibu Ira dkk tidak pantas untuk dipidanakan, mari kita renungkan, akan semakin banyak anak bangsa yang tidak mau kembali mengabdi untuk negeri tercinta ini. Kita paham semangat anti korupsi yang masih rendah membuat bisnis sulit tumbuh, ini pengalaman saya dalam mengelola perusahaan. 

Semoga dimasa depan tidak terjadi lagi seperti ini. Selain men-TSK kan direksi ASDP ibu Ira dkk, KPK juga telah mentersangkakan Owner PT.JN. Menurut pandangan saya, sepanjang deal bisnis ini tidak dikotori dengan suap, masing-masing Pihak punya hak untuk memperjuangkan kepentingan mereka masing-masing, itu adalah hal yang normal. Andaikata ada kerugian negara, itu tanggung jawab direksi BUMN dan tidak terkait dengan Owner PT.JN. mentersangkakan owner PT.JN bisa dikategorikan dzolim, kalau bisnis itu dilakukan secara professional, dan itu fakta persidangan.

Apabila saya sebagai Owner PT.JN, hak saya untuk melakukan lobby, meyakinkan calon investor bahwa mengakuisisi perusahaan saya akan menguntungkan. Keputusan untuk akuisisi atau tidak bukan wilayah saya, mentersangkakan saya yang melakukan deal bisnis secara professional, tanpa ada unsur suap sedikitpun adalah perbuatan yang dzolim, sesat dan menyakitkan bagi pencari keadilan.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk masuk wilayah hukum, tapi lebih kepada diskursus, pertimbangan profesionalisme saya untuk membangkitkan anak-anak muda, jangan takut mengambil resiko apabila dimanahkan dalam jabatan apapun di negeri ini sebagai abdi bangsa dan negara, sepanjang sudah diperhitungkan secara professional dan keyakinan berdasarkan pengalaman.

Wassalam, Merdeka!

Topik:

Marzuki Alie Ira Puspadewi Dirut ASDP KPK