Pimpinan DPD Ungkap Kekecewaannya Terhadap DPR RI

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 27 Januari 2022 13:16 WIB
Monitorindonesia.com - Pimpinan DPD RI mengungkapkan kekecewannya karena banyaknya aspirasi daerah yang diabaikan oleh DPR RI, seperti usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Kepulauan dan RUU tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sudah bertahun-tahun diusulkan DPD, tidak mendapat perhatian. "Bahkan, kedua RUU itu dikeluarkan dari Prolegnas 2021. Padahal, dua RUU ini menjadi kebutuhan masyarakat daerah," sebut salah satu pimpinan DPD RI Sultan B Najamudin saat menjadi narasumber dalam Gelora Talk bertajuk 'Penguatan Lembaga DPD RI, Perlukah?', Rabu (26/1/2022). Sementara, lanjut Sultan, banyak Undang-Undang (UU) yang sudah diketok DPR RI tanpa memperhatikan aspirasi DPD, sehingga rentan gugatan karena unsur politisnya dan pembahasannya dilakukan dalam waktu singkat seperti UU Cipta Kerja (Ciptaker) dan UU Ibu Kota Negara (IKN). "Ya kalau temen-temen DPR mau teruskan, teruskan saja. Tapi lihat saja, nanti ini rawan sekali di chalange oleh kelompok civil society, termasuk kemarin soal IKN. Kita berikan catatan kritis, kita setuju, bukan tidak setuju. Tapi, dengan begitu gampangnya DPR ketok palu RUU Cipta Keja, IKN dan saya kira hampir semua RUU dilakukan terburu-buru," ujar pimpinan DPD yang mantan Wakil Gubernur Bengkulu ini lagi. Seharusnya, menurut Senator asal Bengkulu ini, DPR RI mendengarkan aspirasi daerah seperti yang diwakili DPD. Sebab, suara rakyat yang memilih 136 Anggota DPD setara dengan 70 juta suara, sehingga keterwakilannya sangat kuat karena juga dipilih langsung oleh rakyat. "Gagasan besar Partai Gelora untuk penguatan kelembagaan DPD, memancing kita untuk memunculkan UU sendiri, UU DPD RI. Kalau di UU MD3 itu payung kita sekarang, kita tidak bisa keluar dari sana," katanya. Namun, lanjut Sultan Najamudin, DPD akan mengambil langkah out the box, pilihan langkah ektra, bukan ekstra parlemen seperti misalnya tidak terlibat kalau ada RUU lagi. "(Langkah akstra) biar kita tidak ada beban, dan bisa punya legal standing. Kalau sekarang kan, tidak bisa karena terlibat sejak awal," pungkasnya. (Ery)