Lalai dalam Pengawasan Obat, DPR Serahkan Pemecatan Ketua BPOM ke Presiden Jokowi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Oktober 2022 13:15 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Irma Suryani Chaniago mengaku bersyukur karena penyebab kasus gagal ginjal akut telah diketahui. Untuk saat ini, pihaknya menunggu upaya yang dilakukan pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) dengan komitmen menuntaskan penyakit ini. "Saya bersyukur juga atas diketahuinya apa yang menjadi penyebab penyakit gagal ginjal akut tersebut, tinggal BPOM saja bagaimana melakukan gebrakan kedepannya dalam mengantisipasi hal itu," kata Irma saat dihubungi Monitor Indonesia, Senin, (24/10). Politikus partai Nasional Demokrat (NasDem) ini menegaskan bahwa sejauh ini Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi, sudah meminta kepada pihak BPOM agar menarik obat-obatan yang dicurigai terkontaminasi bahan yg menyebabkan kasus ini terjadi. "Langkah Pemerintah ini cukup bagus karena menekan kepada BPOM untuk menarik obat-obatan yang berbahaya yang mengakibatkan munculnya kasus gagal ginjal akut itu," tuturnya. Kendati demikian, menurut Irma, seharusnya BPOM melakukan pengawasan post marker agar jika diduga terjadi penggunaan bahan obat-obatan subtitusi yang tidak dilaporkan dapat segera ditindaklanjuti. "Kalau perlu sampai pada pemecatan kepala BPOM nya meskipun menjadi hak pribadi Presiden Jokowi," kata Irma menegaskan. Tentu, tambah Irma, bagi perusahaan obat atau farmasi yang melakukan ini harus diproses hukum karena menggunakan obat subtitusi jika betul itu terjadi. "Soal pemecatan itu kita serahkan pada presiden, karena BPOM dibawah Presiden langsung," tutupnya. Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menjelaskan terdapat tiga produk yang melebihi batas ambang cemaran. Adapun takaran ambang batas yang aman untuk tubuh masing-masing  etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) adalah sebesar 0,5 mg/kg per berat badan per hari. “Ada tiga produk yang telah dilakukan pengujian dan dinyatakan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman,” jelas Penny dalam konferensi pers, Minggu (23/10). Menurut Penny, ketiga produk yang telah dilakukan pengujian dan dinyatakan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman adalah Unibebi Cough Syirup(Universal Pharmaceutical Industries), Unibebi Demam Drop (Universal Pharmaceutical Industries), dan Unibebi Demam Syrup (Universal Pharmaceutical Industries). Penny menjelaskan, bahwa kadar cemaran di produk jadi bukan merupakan kewajiban pihaknya. Ketentuan ini pun sudah sesuai dengan standar pengawasan farmasi internasional. Industri farmasi, kata Penny, seharusnya bisa melakukan sendiri, menganalisa dan meningkatkan kualitas kontrolnya, sebagai bentuk tanggung jawab hak edarnya. “Selama ini memang pengawasan terhadap kadar pencemar di produk jadi tidak jadi ketentuan standar-standar pengawasan atau standar pembuatan obat. Tidak mensyaratkan adanya pengawasan produk jadi terhadap pencemar-pencemar tersebut. Sehingga itu (pengawasan ke produk jadi) tidak dilakukan,” beber Penny. Dengan maraknya gagal ginjal pada anak, tegas Penny, yang kemungkinan disebabkan karena mengkonsumsi berlebih obat sirup yang mengandung EG dan DEG ini, pihaknya akan meningkatkan pengawasannya. “Kualitas kontrol akan ditingkatkan dan akan mengawasi juga pengawasan di post market pada produk tersebut dengan berbasis risiko. Ini akan jadi pendalaman kami pada perusahaan-perusahaan yang didapatkan produknya melebihi ambang batas atau tidak memenuhi persyaratan,” ungkapnya. Pendalaman yang akan dilakukan BPOM berkaitan dengan pengawasan sumber bahan baku obat yang terkandung di dalamnya. “Kami sudah mulai melakukan langkah-langkah pembinaan, mendatangi, dan melihat lebih jauh bahan baku detailnya,” pungkasnya. [Adi] BPOM