BPOM Tak Ingin Disalahkan Terkait Gagal Ginjal Akut, Pengamat: Mau Lari dari Tanggung Jawab?
Jakarta, MI - Pengamat kebijakan publik, Fernando Emas menyoroti sikap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak ingin disalahkan dan menyalahkan industri farmasi terkait dengan kasus gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak-anak Indonesia.
Fernando Emas begitu disapa Monitorindonesia.com, Senin (15/1) menyatakan bahwa BPOM tidak bisa lari dari tanggung jawab begitu saja, sebab dia selaku pengawas obat-obatan dan makanan.
"Jadi terkait obat-obat yang beredar itukan berdasarkan pengawasan dari BPOM, jadi ketika ada korban akibat gagal ginjal akut, diduga karena obat sirop, maka ini bagian dari kegagalan BPOM itu sendiri menjalankan tugas dan fungsinya. Jadi tidak seenaknya menyalahkan perusahaan farmasi itu," tegas Fernando.
Dari mantan Kepala BPOM Penny K Lukito hingga Plt Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia tidak ingin lembaganya disalahkan. Bagi Fernando, hal ini bentuk melempar kesalahan saja.
"Apa gunanya BPOM kalau begitu kan, kalau tidak bisa melakukan pengawasan terhadap obat-obatan, terkait peredarannya juga di pasar sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua orang, baik itu dewasa maupun anak-anak, sehingga kalaupun ada statemen atau pernyataan yang coba melempar kesalahan perusahaan farmasi saya kira ini bentuk dari ketidakbertanggungjawabnya seorang pimpinan BPOM dalam mejalankan tugas dan fungsinya," bebernya.
Untuk apa digaji negara, tegas Fernando, kalau tidak bisa mengawasi peredaran obat-obat itu? Lebih baik dibubarkan saja! "Ngapain digaji negara, ngapain punya banyak pegawai toh mereka tidak bisa melakukan pengawasan obat-obatan atau makanan yang beredar gitu. Sebaiknya bubarkan sajalah kalau begitu BPOM-nya," lanjut Fernando.
Fernando pun juga tidak sepakat BPOM mengatakan bukan hanya tanggung jawabnya, tapi melemparkan juga kepada industri. Sebab BPOM adalah lembaga yang tugas utamanya melakukan pengawasan obat dan makanan. "Kalau saya di situ (BPOM), nggak mungkin anak buah saya yang rusak. Pasti jenderalnya yang mesti tanggung jawab,” tandasnya.
Di lain sisi, Fernando juga meminta kepada pihak Bareskrim Polri agar tidak segan-segan memeriksa mantan Kepala PBOM, Penny K Lukito. Pasalnya saat kasus ini muncul, Penny K Lukito masih sebagai orang nomor satu di lembaga tersebut.
"Saya harap tidak ada intervensi terhadap Polri, apalagi informasinya bahwa Penny K Lukito ini keluarga daripada salah satu anggota dewan pertimbangan presiden (Wantipres)."
"Tidak ada alasanlah itu, mau dia siapapun itu, dekat dengan siapapun atau mempunyak keluarga berpengaruh, ya hukum tetap ditegakkan yang berdasarakan asa persamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) UUD 1945," imbuhnya.
Diketahui bahwa berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, jumlah korban gangguan ginjal akut ini 312 orang. Dari total itu, 218 anak meninggal dan 94 anak sembuh atau menjalani rawat jalan. (wan)
Berita Sebelumnya
Korupsi APD Kemenkes Rp 3 Triliun, KPK Sita 6 Rumah, 2 Unit Apartemen dan Robot Pembasmi Covid-19
3 Juli 2024 18:58 WIB
Telusuri Aliran Dana Korupsi APD, KPK Periksa Dirut PT Energy Kita Indonesia Satrio Wibowo hingga Dirut PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik
1 Juni 2024 02:19 WIB
Apresiasi Kinerja Kemenkes Bangun 2 Pabrik Plasma, Komisi IX: Waktu Covid-19 Kita Seperti Tukang Obat
22 Mei 2024 11:47 WIB
Seperti Apa Kelanjutan Kasus Gagal Ginjal Akut? dan Sejauh Mana Keterlibatan BPOM?
9 Mei 2024 09:57 WIB