Gagal Ginjal Akut: Cari Aman Lewat Lempar Kesalahan hingga Pindah Posisi?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Januari 2024 14:37 WIB
Keluarga korban kasus gagal ginjal akut mengenakan kaos bertuliskan "Kukira Obat Ternyata Racun" (Foto: MI/Net/Istimewa)
Keluarga korban kasus gagal ginjal akut mengenakan kaos bertuliskan "Kukira Obat Ternyata Racun" (Foto: MI/Net/Istimewa)

Jakarta, MI - Penny K Lukito telah mengakhiri masa jabatannya sebagai Kepala BPOM 2016 - 2023. Setelah itu Penny K Lukito dilantik sebagai Perencana Ahli Utama di lingkungan BPOM oleh Menteri Kesehatan, Budi G. Sadikin, Senin (6/11/2023) lalu. 

BPOM di bawah kepemimpinan Penny K Lukito telah menorehkan banyak perubahan dan kemajuan, terutama dimasa-masa pandemi COVD-19. Selain itu, saat Penny K Lukito menjabat sebagai Kepala BPOM menangani kasus gagal ginjal akut yang menewaskan ratusan anak-anak Indonesia. 

Saat itu Penny K Lukito menegaskan bahwa pihaknya akan bertanggung jawab atas beredarnya obat sirup anak yang diduga mengandung zat yang menjadi penyebab penyakit gagal ginjal akut. Ia menjamin pihaknya tidak akan kecolongan dan memastikan obat sirup yang beredar aman. Obat sirop itu mengandung ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Meski begitu, Penny Lukito sempat menyinggung Kemendag terkait masuknya etilen glikol ke Indonesia. Ia menuding masuknya senyawa pelarut yang diyakini memicu gagal ginjal akut itu tidak melalui Surat Keterangan Impor (SKI) dari BPOM, tetapi dari kementerian perdagangan.

Penny berkilah kalau BPOM tidak bisa mengawasi masuknya senyawa pelarut tersebut karena SKI berada di Kementerian Perdagangan. Berbeda dengan bahan baku obat pharmaceutical grade. Sikap Penny K Lukito ini dinilai melempar tanggung jawabnya. Tak hanya itu, Penny K Lukito saat itu menyalahkan industri farmasi, pasaknya beredarnya obat sirop yang memicu kasus gagal ginjal akut, menurut dia, merupakan tanggung jawab dari produsen.

Hal ini juga sama dengan sikap Plt Kepala BPOM sekarang yakni Lucia Rizka Andalusia yang menyatakan bahwa, penyebab utama kasus gagal ginjal itu disebabkan para pelaku industri farmasi itu tidak mematuhi standar persyaratan yang telah ditetapkan.

"Kita juga mengimbau kepada seluruh industri untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Karena berdasarkan pengawasan itu ada ketidakpatuhan dari industri untuk memenuhi standar persyaratan," kata Lucia kepada di Kemenko PMK, Jakarta dikutip pada Minggu (14/1) kemarin.

Pun Lucia menyatakan BPOM memperketat pengawasan terhadap produk obat dan makanan. Namun, ia menyebut cakupan wilayah dan produk yang harus diawasi oleh BPOM sangat banyak. "Kalau ada yang dengan sengaja melakukan hal tersebut (tidak patuh) itu di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengantisipasi hal tersebut dan itu sudah diselesaikan oleh pihak yang berwenang," bebernya.

Lucia juga membantah adanya keterlibatan pegawai BPOM dalam kasus gagal ginjal akut yang saat ini diusut Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri. "Enggak ada," singkatnya.

Menurutnya, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan, pihak yang melakukan tindak pidana ialah mereka yang dengan sengaja memproduksi obat tidak sesuai ketentuan. 

Lucia berpendapat kasus ini sudah diselesaikan pemerintah. "Tidak ada tindak pidana (BPOM) terkait hal tersebut. Tindak pidana sesuai UU kesehatan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi obat yang tidak memenuhi ketentuan. Itulah yang kita kenakan tindak pidana dan sudah diselesaikan oleh pemerintah," tandasnya.

Jika hanya dengan sikap demikian, maka untuk apa ada BPOM kalau akhirnya ketika ada kesalahan-kesalahan seperti itu melempar kesalahan? dan akibat dari makanan atau obat-obatan yang beredar kepada yang mengkosumsi, apa kegunaan BPOM kalau begitu, kata pengamat kebijakan publik Fernando Emas.

Belum lagi, soal Penny K Lukito yang sampai detik ini belum pernah diperiksa pihak Bareskrim Polri. Padahal menurut Bareskrim Polri ada dugaan keterlibatan pihak BPOM dalam kasus ini.   

"Penny K Lukito harus diperiksa, jangan ada perlakuan khusus. Karena hukum kita itu harus adil untuk semua berlaku untuk semua. Jadi ketika ada, siapapun dia, seperti Penny K Lukito yang sangat pentin unutk memberikan informasi kalaupun itu diperlukan pihak kepolisian," kata Fernando saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Selasa (16/1).

Semua sama dihadapan hukum, tegas Fernando, termasuk kepada pejabat negara kalau dianggap itu memang patut untuk dilakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan. 

"Ketelodoran atau mungkin main mata kalau memang dianggap sesuatu yang dianggap itu ada untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri dengan beredarnya obtt-obatan atau makanan yang merugikan konsumen. Saya rasa semua orang harus taat kepada hukum tidak ada pengecualian, tidak ada perlakuan khusus meskipun ada informasi bahwa Penny K Lukito memiliki hubungan dengan orang terdekat di Istana atau pejabat di istana tetap harus diproses," bebernya.

https://monitorindonesia.com/2023/07/Fernando-Emas-Pengamat-Politik.jpg

Maka tegas dia "polisi harus berani."

Terkait dengan dipindahposisikan Penny K Lukito di BPOM, menurut Fernando, hal itu diduga untuk mengamankannya saja. Tetapi sebenarnya tidak menjadi hambatan juga jika kemudian pihak kepolisian memeriksanya.

"Jadi saya duga untuk mengamankan sebenarnya itu, mengamankan seseorang ada tidak terlibat diproses secara hukum dipindahposisikan, tapi yang bersangkutan tetap mendapatkan posisi, tetap mendapat jabatan walupun posisi dan jabatannya tidak sama seperti semula," ungkap Fernando.

"Tapi inikan bentuk pengamanan, bentuk bagaimana mereka berupaya untuk membantu yang bersangkutan terhindar dari proses hukum. Harusnya sebagai negara hukum tidak adalah perlakukan-perlakuan seperti itu, siapapun dia," cetus Fernando.

Di lain sisi, jika tidak dilakukan pemeriksaan, hal ini juga akan membuat preseden buruk terhadap penegakkan hukum di Indonesia, yang akhirnya semua orang menganggap bahwa ada peluang-peluang untuk bisa mempermaikan hukum. 

"Jadinya selama ada keuasaan, selama ada uang. Ini kan menjadi tidak baik untuk kepentingan negara kita terkait penegakkan hukum itu sendiri termasuk isntitusi penegak hukum dan sebenarnya pelecehan juga, seharusnya mereka sadari ini," demikian Fernando Emas.

Sebagai informasi bahwa saat ini Bareskrim Polri telah meningkatkan kasus GGAPA yang diduga melibatkan BPOM ke tahap penyidikan. Penyidik menemukan unsur pidana dalam kasus yang membuat ratusan anak meninggal dunia itu. "Sudah naik penyidikan, tapi belum ada penetapan tersangka," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Nunung Saifuddin, Rabu (20/12).

Nunung menyebut kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak BPOM hingga perusahaan produsen obat sirop penyebab gagal ginjal. Ia juga memastikan penyidik bersikap profesional dan tidak akan diintervensi oleh siapapun.

Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan 5 perusahaan sebagai tersangka korporasi, yakni PT Afi Pharma, PT Tirta Buana Kemindo, PT Fari Jaya, CV Anugrah Perdana Gemilang dan CV Samudra Chemical.

Selain itu, Polri juga telah menetapkan dua orang petinggi CV Samudra Chemical sebagai tersangka. Mereka berinisial E yang merupakan pemilik perusahaan sekaligus Direktur Utama dan AR selaku Direktur.

Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Subsider, Pasal 60 Angka 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 62 Ayat 1 Juncto Pasal 8 Ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Juncto Pasal 56 Ayat 2 KUHP. (wan)