Hakim PN Jakarta Pusat Layak Dipecat, Tidak Paham Hukum Pemilu

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 3 Maret 2023 00:14 WIB
Jakarta, MI - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, mengatakan, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang perintahkan KPU RI untuk tunda Pemilu setelah mengabulkan gugatan Partai Prima layak dipecat. "Hakimnya layak untuk dipecat karena tidak profesional dan tidak mengerti hukum Pemilu serta tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan publik," katanya kepada wartawan, Kamis (2/3). Mantan Ketua DKPP RI ini mengatakan, selain layak dipecat, hakim yang memutus gugatan dari Partai Prima juga tidak paham batas hukum perdata. Padahal, hukum perdata tidak boleh dicampuri dengan urusan publik. "Pengadilan perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata saja," katanya. Jimly menyatakan, sanksi peradilan perdata hanya sebatas ganti rugi, bukan menabrak Undang-Undang dan konstitusi. Jimly menegaskan, proses tahapan Pemilu merupakan konstitusi KPU RI sebagai penyelenggara. "Sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda pemilu yang tegas merupakan kewenangan konstitusional KPU," jelasnya. Jimly menyatakan bahwa, jika ada sengketa mengenai proses Pemilu yang berhak mengadili adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Bukan pengadilan perdata," tegasnya. Disamping itu, jika ad sengketa tentang hasil Pemilu yang berwenang mengadili adalah Mahkamah Konsitusi. Maka dari itu, Jimly menilai, hakim telah keliru memaknai gugatan dari Partai Prima ini. "Sebaiknya putusan PN ini diajukan banding dan bila perlu sampai kasasi. Kita tunggu sampai inkracht," tandasnya.