Gibran Terancam Gagal Jadi Cawapres Prabowo, Ini Sebabnya!

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 23 Oktober 2023 22:12 WIB
Cawapres Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka. (Foto: Dhanis/MI)
Cawapres Koalisi Indonesia Maju, Gibran Rakabuming Raka. (Foto: Dhanis/MI)

Jakarta, MI - Dikabulkannya gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan Mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (UNSA), Almas Tsaqibirruu Re A dengan Nomor Perkara 90/PUU-XXI/2023 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) masih menuai polemik. 

Apalagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menindaklanjuti keputusan MK itu hanya dengan membuat surat dinas yang dikirimkan ke partai politik peserta Pemilu Serentak 2024. 

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, menyampaikan, keputusan MK seharusnya ditindaklanjuti KPU dengan merevisi Peraturan KPU (PKPU). Sebab, MK mengubah Pasal 169 huruf q pada Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilu. 

Dia menjelaskan, materi judicial review yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi itu tingkatannya pada Undang-Undang, bukan sekadar peraturan teknis. Maka dari itu, setiap undang-undang yang diubah, harus ditindaklanjuti dengan mengubah atau merevisi sebagaimana putusan MK.

 "Maka KPU perlu mengubah PKPU tentang pencalonan capres dan cawapres tersebut," ujar Mitha kepada wartawan, Senin (23/10). 

Dia pun menyinggung soal gugatan tersebut untuk membuka peluang sosok Gibran Rakabuming bisa maju di pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Menurutnya, selama KPU tidak mengubah PKPU, berkas pendaftaran Gibran Rakabuming dapat dinyatakan tidak sah. 

"Jadi kalau KPU tidak mengubah, maka hemat saya tidak sah atau tidak legitimate," ujar Mitha. 

Dia menjelaskan, tindaklanjut KPU yang hanya membuat surat dinas terkait dengan aturan batas usia itu tidak bisa disamakan dengan peraturan perundang-undangan. 

"Tidak sah, Jika PKPU tidak diubah. Karena, pendekatan surat dinas hanya kebijakan dan tidak masuk dalam peraturan perundang-undangan," tandas Mitha. (ABP)