Mungkinkah Wacana Kolaborasi 01 dan 03 untuk Tumbangkan Prabowo-Gibran Terwujud?

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 3 Januari 2024 15:12 WIB
Direktur Eksekutif Sentral Politika, Subiran Paridamos (Foto: MI/Doc)
Direktur Eksekutif Sentral Politika, Subiran Paridamos (Foto: MI/Doc)

Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Sentral Politika Subiran Paridamos, menanggapi soal kemungkinan wacana kolaborasi antara kubu pasangan calon (paslon) nomor urut 01 dan kubu paslon nomor urut 03 jika Pilpres berlangsung 2 putaran. 

Menurutnya hal itu akan terjadi jika tidak ada paslon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dan salah satu diantara paslon 01 atau paslon 03 gagal melaju ke putaran berikutnya. 

Seperti diketahui kata Subiran, kedua tim sudah sama-sama mengakui melakukan penjajakan. Sehingga dua hal yang menjadi kesepahaman kolaborasi ini adalah asal bukan Prabowo-Gibran alias asal bukan Jokowi. Namun pertanyaan kemudian kata dia, mungkinkah paslon 01 dan 03 bersatu. 

"Dari segi kesamaan kepentingan, 01 dan 03 mungkin saja bisa berkolaborasi, artinya keduanya sama-sama menginginkan agar kursi Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi jatuh pada tangan rezim Jokowi. Sebab, Prabowo-Gibran memang perwajahan Jokowi Jilid 2," kata Subiran kepada Monitorindonesia.com, Rabu (3/1).

Meski memiliki kesamaan tujuan, kata Subiran, kolaborasi tersebut tak akan berlangsung semudah itu. Sebab, ada basis suara besar di bawah yang belum tentu bisa dimobilisasi oleh para elite partai. 

"Tapi persoalannya apakah sesederhana itu proses kolaborasinya? Mungkin bisa saja para elite sepakat dan sepaham untuk kolaborasi, tapi basis pemilih belum tentu bisa dimobilisasi seperti kehendak elite, apalagi kita tahu bahwa Pilpres itu penentunya adalah figur, bukan partai," ujarnya. 

Selain itu, dari segi kesamaan ideologi, tentu partai pengusung paslon 01 dan paslon 03 ada beberapa yang sangat kontradiktif secara ideologi, seperti ideologi PKS di 01 dan PDIP di 03 sangat berbeda. 

"Jika keduanya mampu berkolaborasi itu artinya kepentingan akan kekuasaan lebih tinggi dari ideologi partai. Kita tentu bisa mengapresiasi, artinya anekdot yang mengatakan bahwa dalam politik itu kekuasaan lebih penting dari ideologi dan nilai perjuangan itu terbukti," jelasnya. (DI)