Komisi IX DPR: Faktor Langka dan Mahalnya Beras Karena Pembagian Bansos Jelang Pemilu

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 23 Februari 2024 17:57 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher (Foto: Ist)
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, mengaku tak sependapat kepada pihak-pihak yang menyebut faktor El Nino menjadi faktor utama terhadap langka dan mahalnya beras di pasaran selama beberapa bulan terakhir.

“Alasan adanya El Nino dan gagal panen bukanlah faktor tunggal yang membuat beras menjadi langka dan mahal," kata Netty kepada wartawan, Jumat (23/2).

Kata Netty, hal itu justru akibat dari kebijakan bantuan sosial (Bansos) yang dilakukan Pemerintah tidak tepat sasaran dalam waktu pembagiannya, sehingga beras menjadi langka di pasaran.

"Kebijakan bansos yang ugal-ugalan tanpa memikirkan ketersediaan pasokan juga menjadi faktor penyebab beras langka," ujarnya.

Netty juga mengaku heran pembagian Bansos menjelang Pemilu 2024 begitu membludak ketimbang waktu pandemi Covid-19 lalu. Karena itu menurutnya, pemerintah telah melakukan blunder terhadap pembagian Bansos.

"Bansos jor-joran ini tidak urgen, sebagaimana zaman Covid-19. Anehnya lagi, bansos jelang pemilu kemarin lebih sering dan lebih banyak ketimbang pada masa pandemi. Pemerintah harus berani mengakui dan mengevaluasi kebijakan tersebut," tegasnya.

Sehingga kata Netty, kondisi tersebut dinilai sangat mengkhawatirkan, karena dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap bahan pokok.

"Padahal sebentar lagi kita memasuki bulan suci Ramadan dan Idulfitri, di mana kebutuhan akan bahan pokok meningkat," ucapnya.

Untuk itu, kata Netty pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat atas terjadinya kelangkaan beras dan mahalnya harga beras di pasaran.

"Tanggung jawab negara untuk menyediakan bahan pangan murah dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Segera atasi kelangkaan dan kemahalan ini dengan cara-cara efektif, seperti operasi pasar dan kontrol distribusi," pungkasnya.

"Pastikan tidak ada kelompok yang bermain di air keruh, misalnya, adanya penimbunan guna mengeruk keuntungan," tambahnya menegaskan. (DI)