Revisi UU MK Dianggap Mengganggu Independensi Hakim, Mahfud MD: Saya Pergi Tiba-tiba Disahkan

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 15 Mei 2024 18:43 WIB
Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD (Foto: Ist)
Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD mengaku heran terhadap pihak-pihak yang ingin melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya kata Mahfud, setelah dirinya tak lagi menjabat Ketua MK, revisi UU MK hanya tinggal selangkah untuk disahkan dalam paripurna DPR setelah pemerintah menyetujui revisi tersebut. 

"Sekarang sesudah saya pergi tiba-tiba disahkan, ya saya tidak bisa menghalangi siapa siapa, tapi itu ceritanya, saya pernah dead lock kan UU itu, sekarang disahkan," kata Mahfud kepada wartawan, Selasa (15/5/2024). 

Padahal kata Mahfud, revisi terhadap UU MK berpotensi mengganggu independensi hakim, khususnya yang terkait dengan aturan peralihan.

"Orang ini secara halus ditakut-takuti, kamu ini diganti loh, dikonfirmasi, tanggal sekian dijawab tidak, berhenti, habis kamu sebagai hakim. Jadi, independensinya sudah mulai disandera, menurut saya," ujar Mahfud. 

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu juga mengungkapkan proses ditolaknya revisi UU MK pada tahun 2020 yang disebut Menkumham, Yasonna Laoly, sudah disepakati sebelum Mahfud menjadi Menkopolhukam.

Ternyata, kata Mahfud, upaya-upaya itu terus berlanjut hingga 2022, lalu secara tiba-tiba muncul lagi usulan untuk perubahan terhadap UU MK. Padahal, usulan revisi UU MK itu tidak pernah ada di Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas).

"Saya kaget, saya tanya lagi ke Pak Yasonna. Pak, ini kok ada UU belum ada di Prolegnas. Kok mendadak, saya bilang," ungkap Mahfud.

Atas dasar itu, Mahfud menegaskan bahwa revisi terhadap UU MK tidak benar karena adanya tendensi untuk memberhentikan hakim-hakim tertentu di tengah jalan. Apalagi kata Mahfud, revisi UU MK hanya langkah untuk memuluskan jalan politik pihak-pihak tertentu.