Tantangan Presidential Club: Prabowo Mesti Perbaiki Hubungan Megawati dengan Pemimpin Terdahulu

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 6 Mei 2024 20:15 WIB
Prabowo Subianto berpeci hitam (Foto: Dok MI/Dhanis)
Prabowo Subianto berpeci hitam (Foto: Dok MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menyoroti realisasi Presidential Club.

Menurutnya, presiden terpilih Pemilu 2024 Prabowo Subianto harus bisa memperbaiki hubungan Presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri dengan sejumlah pemimpin terdahulu.

Kata dia, Prabowo harus bisa mendekatkan hubungan Megawati dengan Preisden keenam Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum hubungan kedua pemimpin terdahulu Indonesia itu kurang harmonis.

"Yang harus dilakukan Prabowo adalah mendekati dua tokoh Mega dan SBY agar mereka bisa rekonsiliasi dan damai, dan bisa bersatu,” ujar Ujang saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Senin (6/5/2024) malam.

Tak hanya dengan SBY, tambah Ujang, Prabowo harus bisa memperbaiki hubungan Megawati dengan Presiden ketujuh Indonesia Joko Widodo (Jokowi). 

Dia menilai hubungan kedua tokoh itu tak baik-baik saja buntut Pemilu 2024. 

“Saya melihatnya tahap pertama Prabowo harus mendekati Megawati, SBY maupun Jokowi agar mereka bisa bersatu dan harmonis kembali dalam satu irama,” bebernya.

Menurutnya, keharmonisan para anggota Presidential Club sebagai hal mutlak yang harus diwujudkan. 

"Jangan sampai hubungan para anggota tak harmonis setelah Presidential Club terbentuk," katanya.

Hubungan harmonis yang harus ditekankan sebagai modal fondasi untuk terealisasinya presidential club.

Sementara itu, Habiburokhman Wakil Ketua Umum Partai Gerindra menjelaskan kalau Prabowo Subianto calon presiden terpilih yang juga Ketua Umum Partai Gerindra sangat serius akan membentuk Presidential Club.

Kata dia, rencana Prabowo tersebut juga sudah didiskusikan di internal partai, bahkan ide Presidential Club sudah direncanakan sejak 2014.

“Tentu serius sekali. Gagasan tersebut sudah disampaikan Pak Prabowo yang di diskusikan dengan kami, terutama partai Gerindra sejak bertahun-tahun lalu. Saya ingat betul mungkin sekitar tahun 2014 Pak Prabowo itu pernah menyampaikan ide tersebut, mengakomodir para presiden yang pernah menjabat". 

"Beliau tidak sebut mantan presiden, karena Presiden itu kan jabatan tidak ada bekasnya. Jadi periodenya saja disebut beliau, presiden ke-7 presiden ke-6 ke-5,” ujar Habiburokhman di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Menurut Habib, Presiden-Presiden sebelumnya harus diajak diskusi, dimintai pendapatnya dan mengkonfirmasi untuk menanyakan kebijakan-kebijakan yang pernah diambil.

"Tempat yang paling tepat adalah kepada top leader yang merumuskannya di waktu yang lalu. Jadi ini sangat-sangat serius. Soal komunikasi terus terang ini sangat baik sekali, baik dengan pihak Ibu Megawati dengan pak SBY, maupun dengan pihak Pak Joko Widodo,” ungkapnya.

Soal komunikasi khusus dengan Megawati Soekarnoputri terkait Presidential Club, Habib tidak bisa menyampaikan secara rinci. Tetapi prospeknya sangat baik.

“Ya kalau teman-teman tanyakan khusus soal dengan Ibu Megawati banyak hal yang nggak bisa saya sampaikan secara detail dan terbuka dulu ya. Tapi secara umum hubungannya baik banget dan prospeknya baik banget, ini yang saya perlu sampaikan kepada teman-teman,” bebernya.

Melihat begitu baiknya hubungan antar institusi, misalnya PDIP dengan partai Gerindra, sntar orang-orangnya Prabowo dengan orang-orang Megawati, dia sangat yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan ada pertemuan antara Prabowo dengan Megawati.

“Ya kita tunggu ya. Kick Off pembentukan kabinet pemerintahan Pak Prabowo itu kan tanggal 20 Oktober, ya masih sekitar 5 bulanan. Saya pikir itu waktunya lega sekali untuk persiapan pembentukan yang namanya Presidential Club tersebut,” katanya.

Mengingat hubungan antara Megawati dengan SBY maupun Jokowi kurang harmonis, Habiburokhman tetap optimistis forum Presidential Club akan terbentuk.

“Saya pikir kita semua harus optimis, jangan justru malah kita panas-panasin, ini nggak bakal ketemu. Ini mah nggak ketemu. Bahkan ada yang pengamat juga menertawakan ide tersebut, Ibu Mega tidak mungkin ketemu Pak SBY, Ibu Mega tak mungkin ketemu pak Jokowi," jelasnya.

"Menurut saya, ya sudahlah kemarin kita biarkan dinamika yang kemarin terjadi memang harus terjadi. Tapi saat ini dan ke depan kita kedepankan persatuan. Kita saling kedepankan semangat untuk saling merangkul. Ini bukan untuk pribadi atau kelompok masing-masing kok".

"Ini untuk bangsa dan negara dan Kami yakin hati kecil para pemimpin-pemimpin tersebut sama semua kalau sudah bicara kepentingan bangsa dan negara bicara soal situasi saat ini kan penuh tantangan, ya nggak? Geo politik internasional ada ketegangan bener nggak? Nah itu saya pikir tokoh-tokoh bangsa akan mengedepankan egonya masing-masing dan bisa akhirnya untuk saling bertemu,” imbuhnya.