Sanksi Batik Air Nihil Efek Jera

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Maret 2024 01:23 WIB
Pesawat Batik Air A320 (Foto: MI/Rerpo Getty Images)
Pesawat Batik Air A320 (Foto: MI/Rerpo Getty Images)

Jakarta, MI - Jika setiap kejadian yang sifatnya transportasi hanya teguran tidak dapat menyelesaikan masalah. Ini kelalaian manajemen bukan pertama, tapi selalu berulang, karena tidak ada efek jera. Terutama bagi perusahaan, kata  Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Fauzi.

"Teguran oke, tetapi ada efek jeranya bagi maskapai, ya itu tadi mencabut izin sementara dengan waktu tidak ditentukan di rute tempat kejadian," tegas Fauzi merespon Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang memberikan sanksi teguran keras ke Batik Air usai pilot dan kopilotnya tertidur selama 28 menit di penerbangan Kendari-Jakarta, Minggu (10/3/2024).

Dalam laporan investigasi yang dirilis Komite Nasional Keselamatan Transportasi, pesawat Airbus A320 itu dengan nomor egistrasi PK-LUV beroperasi sebagai penerbangan penumpang terjadwal dengan rute Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta menuju Bandara Haluoleo di Kendari, Sulawesi tenggara, kemudian kembali ke Jakarta pada 25 Januari.

Maka, Fauzi meminta Batik Air untuk bertanggung jawab imbas terjadinya insiden tertidurnya Pilot dan Kopilot Batik Air tersebut. "Karena itu korporasi harus bertanggung jawab. Misalkan di tempat itu terjadi dicabut izinnya dulu. Misalkan Jakarta-Kalimantan, setop izin itu selama 1 bulan untuk Batik Air. Jadi tidak semuanya," beber Fauzi.

Fauzi mengaku baru pertama mendengar kejadian seperti ini. Maka, semua maskapai harus lebih ketat dalam melaksanakan operasional usai ada kejadian tersebut. "Ini kalau seandainya kalau tidak dilakukan sesuatu tindakan baik itu sifatnya regulasi ataupun lebih ketat operasional di lapangan ini kemungkinan akan terjadi lagi," katanya.

Kenapa? Sementara bicara transportasi itu dua, proses keadilan negara dalam ruang lingkup transportasi umum, pertama keamanan dan kedua kenyamanan. 

Keamanan ini, ungkap Fauzi, yang menjadi masalah "hal ini bisa terjadi karena maskapai sekarang mengambil rute-rute yang sebenarnya secara keterbatasan sumber daya manusia mungkin kelewat batas, mungkin jam kerjanya sekian".

"Karena mengejar penumpang di terminal-terminal atau bandara akhirnya manusia kan punya keterbatasan, sehingga dengan keterbatasan itu dia tertidur," jelasnya.

Di lain sisi, Fauzi juga menyoroti maskapai yang terkadang terlihat hanya mementingkan keuntungan dibandingkan keselamatan. Dia berharap ada efek jera usai adanya kejadian ini.

"Karena penerbangan hanya memikirkan bagaimana keuntungan, tapi masalah keselamatan terutama jam kerja para pilot dan kopilot masih kurang diperhatikan sehingga seperti itu, kalau tidak tegas bisa saja ini terjadi lagi," ungkapnya.

Menurut Fauzi, bagi Batik Air-nya harus dilakukan tegas, karena ini bicara, bagus ini tidak terjadi apa-apa, kalau terjadi apa-apa gimana? "Harus dikasih efek jera, baik pilot kopilotnya, itu kan pasti perintah, jam kerjanya ditambah, nggak mungkin menjalankan tanpa ada perintah,"  tukasnya.

Insiden Serius

Insiden yang terjadi pada 25 Januari silam itu diklasifikasikan sebagai insiden serius oleh KNKT, lantaran menyebabkan rangkaian kesalahan navigasi yang terjadi saat kedua pilot tertidur selama sekitar 28 menit ketika bertugas.

Kondisi kesehatan dan performa pilot menjadi isu penting dalam keselamatan penerbangan. Keletihan atau kelelahan yang dialami pilot (pilot fatigue) menjadi penyumbang terbesar yang mempengaruhi performa pilot.

“Memang alokasi istirahat bagi pilot sudah memadai dan memenuhi standar regulasi. Tapi kualitas istirahatnya tidak baik, sehingga tidak menghasilkan kebugaran fisik maupun mental sebagaimana mestinya,” kata pengamat penerbangan Alvin Lie, saat dihubungi Monitorindonesia.com, Sabtu (9/3/2024).

Pesawat itu dioperasikan oleh dua pilot dan empat pramugari. Kedua pilot yang mengawaki pesawat itu adalah seorang pilot berusia 32 tahun dan seorang kopilot berusia 28 tahun. “Dalam penerbangan dari Jakarta menuju Kendari, second in command (SIC atau kopilot) memberi tahu pilot in command (PIC atau pilot) bahwa dirinya tak istirahat yang cukup,” tulis KNKT dalam laporannya.

Kopilot kemudian beristirahat di kokpit dan tidur sekitar 30 menit kemudian terbangun sebelum pesawat bersiap mendarat. Namun, Menara Pengatur Lalu Lintas Pesawat (ATC) di Bandara Kendari memberitahu bahwa kondisi cuaca di bawah standar dan bandara juga belum buka. Pesawat kemudian bertahan selama 30 menit di udara.

Pukul 07.48 waktu setempat, pesawat itu mendarat di Kendari. Pada pukul 00.05 UTC atau 08.05 waktu setempat, pesawat itu melakukan penerbangan rutinnya menuju Jakarta dengan nomor penerbangan BTK6723 dan waktu penerbangan 2 jam 35 menit, sesuai jadwal maskapai Batik Air.

Ada sekitar 153 penumpang di dalam pesawat tersebut. Saat pesawat mencapai ketinggian jelajah, kedua awak melepas headset mereka

“PIC (pilot) meminta izin kepada SIC (kopilot) untuk istirahat dan izin diberikan. Tak lama kemudian PIC tertidur dan SIC mengambil alih tugas sebagai PM (pilot monitoring),” lanjut KNKT.

Pada pukul 01.22 UTC atau 09.22 waktu setempat, pilot terbangun dan menawarkan untuk bergantian istirahat. Namun kopilot mengatakan dia akan melanjutkan tugasnya. Sang pilot kemudian melanjutkan tidurnya.

Kopilot pada saat itu menjalankan tugas sebagai PF (pilot flying) yang menerbangkan pesawat dan PM (pilot monitoring) sekaligus. Dia kemudian meminta Area Control Center (ACC) Makassar untuk terbang menuju 250 derajat untuk menghindari cuaca buruk. ACC Makassar menginstruksikan pesawat untuk menghubungi ATC Jakarta atau ACC Jakarta.

Beberapa saat setelah membaca kembali instruksi ACC Jakarta, kopilot "tidak sengaja tertidur," menurut KNKT.

Pada 01.56 UTC atau 12 menit setelah rekaman transmisi terakhir dari kopilot, petugas ACC di Jakarta menanyakan berapa lama pesawat harus terbang pada jalurnya saat ini. Tidak ada balasan dari pilot.

“Beberapa upaya menghubungi BTK6723 telah dilakukan ACC Jakarta termasuk bertanya pilot lain untuk memanggil BTK6723. Tidak ada satupun panggilan yang ditanggapi oleh pilot BTK6723,” tulis KNKT dalam laporannya.

Pada 02.11 UTC atau 28 menit setelah transmisi terakhir yang direkam dari SIC, pilot terbangun dan menyadari pesawat “tidak berada pada jalur penerbangan yang benar”.

Pilot segera membangunkan kopilot yang tertidur dan pada waktu yang hampir bersamaan, pilot menanggapi panggilan dari pilot lain dan petugas ACC di Jakarta.

“Pilot memberi tahu ACC Jakarta bahwa BTK6723 mengalami masalah komunikasi dan saat ini masalah tersebut telah teratasi. Penerbangan kemudian dilanjutkan dan mendarat di Jakarta dengan lancer,” tulis KNKT.

Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini dan tidak ada kerusakan pada pesawat.

Penyebab

Pilot yang menerbangkan pesawat itu berusia 32 tahun, warga negara Indonesia dan memegang Lisensi Pilot Angkutan Udara (ATPL) serta memenuhi syarat sebagai pilot Airbus A320. Dia memiliki total waktu terbang 6.304 jam. Sementara kopilot adalah pria berusia 28 tahun dengan jam terbang 1.665 jam.

Merujuk pada laporan KNKT, sehari sebelumnya kopilot kurang tidur lantaran baru saja pindah rumah dan terkadang sulit tidur nyenyak karena membantu istrinya menjaga anak mereka. “SIC (kopilot) merasa kualitas tidurnya menurun akibat beberapa kali terbangun [di tengah tidur],” tulis KNKT.

Sebelum penerbangan, keduanya menjalani pemeriksaan medis dan hasilnya menunjukkan tekanan darah dan denyut jantung keduanya normal. Tes alkohol mereka juga menunjukkan hasil negatif. Oleh karena itu, keduanya dianggap layak melakukan tugas penerbangan.

Namun Alvin Lie berpendapat insiden dua pilot tertidur dalam penerbangan seperti yang dialami oleh penerbangan Batik Air pada 25 Januari 2024 ini dipicu oleh fatigue mental.

Menurutnya, meski waktu istirahat bagi pilot sudah memadai dan memenuhi standar regulasi, sayangnya kualitas istirahat tersebut tidak baik.

“Sehingga tidak menghasilkan kebugaran fisik maupun mental sebagaimana mestinya. Shift kerja tengah malah atau dini hari berdampak pada terganggunya metabolisme tubuh,” ujarnya kemudian, seraya berharap insiden ini bukan hanya puncak gunung es," ungkap Alvin saat dikonformasi Monitorindonesia.com, lagi.

Kata dia, kualitas istirahat yang tidak memadai, kerap menjadi bumerang bagi para pilot "menyebabkan apa yang disebut sebagai pilot fatigue atau kelelahan yang dialami pilot dan memicu sejumlah insiden penerbangan".

Jauh sebelum insieden itu, pada November 2019 lalu, pesawat Batik Air dengan rute penerbangan Jakarta-Kupang mendarat darurat di Bandara El Tari di Kupang karena pilot pingsan.

"Sebelum menurunkan ketinggian, Pilot in Command (PIC) dalam hal ini pilot merasa adanya gangguan kesehatan dengan indikasi pusing berat sehingga membuat konsentrasi terpecah dan lemas," ujar Danang Mandala Prihantoro, juru bicara Lion Group, perusahaan induk Batik Air dalam keterangannya saat itu.

Seluruh kru yang bertugas lantas memberikan pertolongan pertama. "Penerbangan ID-6548 dengan komando kopilot atau first officer lalu menginformasikan bahwa pesawat akan mendarat dalam keadaan darurat alias emergency landing," ucap Danang.

Kemenhub Buka Suara

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan telah "memberikan teguran keras" kepada Batik Air atas insiden tersebut.

"Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memberikan teguran keras kepada Batik Air dan akan melakukan investigasi secara khusus terkait kasus tersebut," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, M Kristi Endah Murni, Sabtu (9/3/2024).

Kristi menjelaskan bahwa dua kru BTK6723 telah dikenai sanksi sesuai prosedur dan standar operasi internal untuk investigasi lebih lanjut.

Sementara itu, Ditjen Perhubungan Udara akan mengirimkan inspektur penerbangan yang menangani Resolusi of Safety Issue (RSI) untuk menemukan akar permasalahan dan merekomendasikan tindakan mitigasi terkait kasus ini kepada operator penerbangan dan pengawasnya. "Kami tegaskan bahwa sanksi akan diberlakukan sesuai dengan hasil investigasi yang ditemukan oleh tim investigator," tandasnya.

Sementara itu, Corporate Communications Strategic of Batik Air, Danang Mandala Prihantoro, mengatakan Batik Air telah membebastugaskan sementara kedua pilot tersebut pada 26 Januari silam.

"Keputusan tersebut merupakan bentuk keseriusan perusahaan terhadap pentingnya aspek keselamatan serta dalam rangka menjalankan investigasi menyeluruh," kata Danang saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (9/3/2024). 

Rekomendasi KNKT

KNKT mengakui tindakan keselamatan telah dilakukan oleh operator pesawat, namun sayangnya ada sejumlah permasalahan keselamatan yang harus dihadapi maskapai penerbangan.

Oleh karena itu, KNKT mengeluarkan rekomendasi keselamatan untuk mengatasi masalah keselamatan yang teridentifikasi dalam insiden tertidurnya dua pilot pesawat Batik Air pada Januari silam.

Pedoman Pengoperasian Batik Air Volume A (OM-A) menjelaskan bahwa pilot harus memiliki sebuah daftar pemeriksaan pribadi, yang mencakup kategori gangguan yang akan dialami pilot – Penyakit, Pengobatan, Stres, Alkohol, Kelelahan dan Emosi (IM SAFE) yang dapat dengan mudah disimpan dalam memori sebagai pengingat sebelum melakukan tugas penerbangan apa pun.

Sayangnya, investigasi yang dilakukan KNKT tidak menemukan panduan atau prosedur rinci dari daftar periksa pribadi IM SAFE, seperti pedoman penilaian untuk setiap kategori penurunan nilai.

“Tidak adanya panduan rinci dan prosedur mungkin membuat pilot tidak dapat menilai kondisi fisik dan mental mereka dengan baik,” tulis KNKT.

Oleh karena itu, KNKT merekomendasikan Batik Air untuk menyusun panduan dan prosedur rinci demi memastikan bahwa daftar periksa pribadi IM SAFE dapat digunakan untuk menilai kondisi fisik dan mental pilot dengan benar.

Prosedur Darurat Keselamatan (SEP) Batik Air menjelaskan prosedur untuk melakukan pemeriksaan kabin yang juga memuat kebijakan bahwa kokpit harus diperiksa setiap 30 menit.

Namun, investigasi KNKT tidak menemukan prosedur rinci untuk melakukan pemeriksaan kokpit sebagaimana disebutkan dalam SEP seperti siapa yang bertanggung jawab dan bagaimana melakukannya.

"Tidak adanya prosedur rinci mungkin menjadi penyebabnya kebijakan pemeriksaan kokpit tidak dapat diterapkan dengan baik," tulis KNKT dalam laporannya.

Oleh karena itu, KNKT merekomendasikan Batik Air untuk menyusun prosedur rinci dalam melakukan pemeriksaan kokpit untuk memastikan bahwa pemeriksaan kokpit dapat dilaksanakan dengan baik.

Respons Batik Air

Danang Mandala Prihantoro dari Batik Air mengakatan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menerapkan seluruh rekomendasi keselamatan. "Sebagai bagian dari upaya tersebut, Batik Air memperkuat program pembinaan dan meningkatkan prosedur keselamatan operasional penerbangan terhadap semua awak pesawat." kata Danang dalam pernyataan tertulisnya.

Dengan kebijakan waktu istirahat yang memadai, lanjut Danang, Batik Air menekankan kembali pemahaman akan pentingnya memaksimalkan waktu istirahat bagi awak pesawat agar tetap dalam kondisi prima sebelum melaksanakan tugas terbang.

"Ini merupakan langkah penting dalam upaya selalu mempertahankan standar tertinggi dalam keselamatan penerbangan," tegas Danang.

Tak Cukup hanya Sanksi

Pengamat Penerbangan, Gerry Soejatman menilai insiden tertidurnya pilot dan co-pilot pesawat Batik Air dalam penerbangan Kendari-Jakarta itu tak bisa hanya diselesaikan dengan pemberian sanksi. 

Menurut dia, ada masalah sistematis dan kompleks yang tak bisa selesai dengan menghukum maskapai dan para pengemudi pesawat.

Menurut dia, persoalan kelelahan atau pilot fatigue membutuhkan solusi kualitatif dan analisa. Pemberian sanksi kepada pelaku justru akan menutup proses pemeriksaan untuk menemukan penyebab utama kelelahan pilot.

"Jika memang masalah fatigue ini diakibatkan oleh kesengajaan atau keteledoran berdasarkan perilaku yang tidak bertanggung jawab oleh pilotnya, maka wajar bila diberikan sanksi disipliner," kata Gerry melalui akun pribadinya di platform X, Minggu (10/3/2024).

Akan tetapi, dia justru menilai persoalan juga bisa berada pada manajemen perusahaan terhadap pekerjanya. Hal ini terutama evaluasi pada overnight flight operations rute jarak pendek atau menengah.

Maskapai harus dipastikan melakukan pemeriksaan tentang efektifitas program Fatigue Risk Management System (FRMS); memberikan pola recommended rest sebelum dan setelah overnight flight bagi crew; serta feedback mengenai efektifitas FRMS. 

"[Perusahaan juga harus memeriksa] awareness atau kepatuhan crew dalam mengikuti pola istirahat sebelum dan sesudah flight sesuai FRMS bagaimana?" kata Gerry.

Demikian pula dengan corporate attitude terhadap masalah pilot fatigue. Apakah maskapai menerapkan sanksi kepada pilot yang minta diganti karena mengalami kelelahan?

Selain itu, apakah perusahaan menjalankan awareness campaign mengenai kesehatan atau kesiapan terbang pilot? Serta. Apakah Batik Air memberikan "Paternal Leave" (Cuti lahiran) bagi pilot pria yang istrinya baru melahirkan?  "Jika tidak ada, sebaiknya diadakan, guna menurunkan resiko terkait pilot fatigue," tandas Gerry.